Monday, 30 September 2013

MK: Upah dan Segala Hak Pekerja yang di-PHK Tidak Boleh Hilang Karena Kedaluwarsa




Upah dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja merupakan hak buruh yang harus dilindungi sepanjang buruh tidak melakukan perbuatan yang merugikan pemberi kerja. Oleh sebab itu, upah dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja tidak dapat hapus karena adanya lewat waktu tertentu atau karena kedaluwarsa.

“Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK M. Akil Mochtar dengan didampingi delapan hakim konstitusi di Ruang Sidang Pleno MK, Kamis (19/09). Menurut MK, apa yang telah diberikan oleh buruh sebagai prestatie harus diimbangi dengan upah dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja sebagai tegen prestatie. Upah dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja merupakan hak milik pribadi dan tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun.

Permohonan bernomor 100/PUU-X/2012 ini diajukan oleh Marten Boiliu, mantan anggota satuan pengamanan (satpam) PT. Sandhy Putra Makmur yang merasa hak konstitusionalnya dihalangi untuk melakukan tuntutan atas upah dan segala pembayaran haknya yang timbul dari hubungan kerja. Tuntutannya dianggap kedaluwarsa karena penuntutan tersebut telah melampaui jangka waktu 2 (dua) tahun sejak timbulnya hak, yakni setelah dirinya di-PHK perusahaan.

Marten Boiliu menganggap aturan kedaluwarsa dalam Pasal 96 UU Ketenagakerjaan mengakibatkan dirinya tidak dapat melakukan tuntutan terhadap hak uang pesangon, uang penghargaan, dan uang penggantian hak sesuai dengan ketentuan Pasal 163 ayat (2) juncto Pasal 156 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) UU Ketenagakerjaan. Pasal 96 juga mendiskriminasi dan memperlakukannya dirinya secara tidak adil yaitu menerima upah/gaji dari PT SPM di bawah UMP yang ditetapkan oleh Gubernur Provinsi DKI Jakarta. Pasal 96 juga menguntungkan PT SPM karena lepas dari kewajiban membayar kekurangan upah/gaji yang dibayarkan kepada Marten. Di lain pihak, Marten setelah di-PHK, tidak dapat menuntut karena adanya Pasal 96 UU tersebut.

Dalam pertimbangan hukumnya, Mahkamah menyatakan hubungan ketenagakerjaan bukan semata-mata merupakan hubungan keperdataan karena hubungan tersebut telah menyangkut kepentingan yang lebih luas (ribuan buruh), artinya kepentingan publik, bahkan kepentingan negara. Ketentuan kedaluwarsa, jelas Mahkamah, terkait penggunaan hak untuk menggunakan upaya hukum dan kehilangan hak untuk menggunakan upaya hukum.

Hak Pemohon untuk menuntut pembayaran upah pekerja/buruh dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja menurut Mahkamah, merupakan hak yang timbul karena Pemohon telah melakukan pengorbanan berupa adanya prestatie kerja sehingga hubungan antara hak tersebut dengan Pemohon adalah sebagai pemilik hak.

“Sama halnya perlakuannya dengan hak kepemilikan terhadap benda. Hak kebendaan tersebut berwujud pekerjaan yang sudah dilakukan sehingga memerlukan adanya perlindungan terhadap hak tersebut selama si pemilik hak tidak menyatakan melepaskan haknya tersebut,” jelas Mahkamah.

Dalam amar putusannya, MK menyatakan Pasal 96 UU Ketenagakerjaan bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945 dan menyatakan Pasal 96 UU tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Pendapat Berbeda

Dalam putusan tersebut, Wakil Ketua MK Hamdan Zoleva memiliki pendapat yang berbeda. Menurutnya, pembatasan hak untuk menuntut karena lewatnya waktu (kedaluwarsa) adalah lazim dalam sistem hukum Indonesia baik dalam sistem hukum perdata maupun dalam sistem hukum pidana Indonesia. Penentuan masa kedaluwarsa sangat diperlukan untuk memberikan jaminan kepastian hukum baik bagi yang menuntut haknya maupun pihak yang akan dituntut memenuhi kewajibannya.

Menurut Hamdan, demi kepastian hukum yang adil seharusnya MK tidak menyatakan tidak mengikat Pasal 96 UU Ketenagakerjaan secara keseluruhan. Untuk memberikan keadilan, Mahkamah mestinya hanya mengabulkan permohonan dengan menentukan syarat keberlakuan Pasal 96 UU Ketenagakerjaan, yaitu bertentangan dengan konstitusi sepanjang tidak dikecualikan bagi pengusaha yang tidak membayar seluruh hak pekerjanya karena itikad buruk.


sumber : http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=web.Berita&id=8944#.Uj7D_H9SQ4I

Putusan Selengkapnya dapat di download di : http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/putusan/putusan_sidang_100%20PUU%202012%20-%20telah%20ucap%2019%20September%202013.pdf

Baca Selengkapnya...

Thursday, 26 September 2013

Tanpa Pengacara Buruh Gesburi Memenangkan Perselisihan di PHI Bandung

Untuk pertama kalinya dalam sidang kasus perselisihan perburuhan di PHI Bandung, buruh mendapatkan kemenangan telak. Tanpa pengacara buruh Gesburi memenangkan perselisihan di PHI Bandung. Sidang kasus PHK sepihak antara Pt. Detpak Indonesia (Penggugat) melawan Edy Sukardi (Tergugat) yang dibuka oleh Majelis Hakim pada  tanggal 25 September 2013 jam 12.30 WIB kemarin untuk mendengarkan "Putusan" tanpa dihadiri oleh Penggugat. Melalui jalan panjang yang menunjukan kearah positif, putusan PHI Bandung yang menolak gugatan seluruhnya (Pt. Detpak Indonesia serta kuasa hukumnya Sonny H. Pakpahan , SH ) terhadap seorang buruhnya yang di phk sepihak dalam hal ini Edy Sukardi yang juga sebagai Ketua Umum PTP GESBURI PT. Detpak Indonesia.


Adapun poin-poin dalam hasil "PUTUSAN" tersebut adalah :
  1. Dipekerjakannya kembali pada pekerjaan dan pada posisi jabatan semula
  2. Perusahaan/Pengusaha harus membayar Upah 8 bulan (Januari s/d Agustus 2013)
  3. Perusahaan/Pengusaha harus membayar Tunjangan Hari Raya (THR) tahun 2013
  4.  Jika perusahaan melanggar terkena denda (dwangsom) Rp 100.000 /hari.

Setelah sidang ditutup oleh Majelis Hakim PHI Bandung suasana harupun  menyelimuti seisi ruang sidang, dan kumandang Takbir pun terdengar dari yang  hadir pada saat itu "Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar" dilanjutkan pembacaan Surat Al Fatihah sebanyak 3x.
"Ini adalah kemenangan telak, harus kita syukuri" kata bung Sule . Usai meninggalkan ruang sidang pun dilakukan Shalawatan di halaman PHI Bandung. Salam-salaman ucapan terima kasih kepada Aparat Kepolisian yang mengawal hingga kasus ini sampai selesai dan juga kepada semua pengunjung di PHI Bandung.



E mang perjuangan
D idasari kebersamaan
Y ang berasal dari hati

S ampai kapanpun
U ntuk kebaikan bersama
K an selalu diridhoi Tuhan
A manat dan tanggung jawab
R ujukan kita bersama
D emi buruh
I tulah harapan dan cita-cita kita


Kebersamaaan yang kita lakukan selama ini tidaklah sia-sia. Apa yang kita yakini hari ini sampai kapanpun sama-sama kita yakini dari pertama membangun organisasi ini hanya satu :
" BURUH BERSATU TAK BISA DIKALAHKAN" ungkap Edy Sukardi.



Baca Selengkapnya...

Sunday, 15 September 2013

Keburukan PHI Bandung Terungkap

INILAH.COM, Bandung - Keburukan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) terungkap di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung. Salah seorang Juru Sita PHI Bandung, Taryat membeberkan perilaku PHI Bandung dalam menangani perkara PT Onamba Indonesia.

Karyat membeberkan saat menjadi saksi sidang perkara suap dengan terdakwa Presiden Direktur PT Onamba Indonesia, Shiokawa Toshio di Pengadilan Tipikor Bandung, Kamis (13/9/2012).

Di depan majelis hakim, Karyat mengaku telah membagi dua dana pemanggilan para pihak yang saat itu terjerat perkara antara karyawan dan PT Onamba. Saat itu, dia mendapat perintah dari hakim untuk memanggil pihak yang berperkara. Dia harus meminta uang kepada ratusan karyawan PT Onamba sebanyak Rp125 ribu perorang.

"Uang itu untuk kesejahteraan bersama-sama. Namun hanya 20% saja masuk ke kas PHI," kata Karyat di depan Ketua Majelis Hakim Sinung Hermawan.

Karyat mengaku, sisa uang tersebut telah dinikmati oleh Karyat dan bagian administrasi PHI bernama Ike. Namun dia tetap mengelak jika dana tersebut telah disimpannya sendiri.

Dalam BAP yang dibacakan Majelis Hakim disebutkan, saksi telah melakukan empat kali pemanggilan dengan biaya berbeda. Pemanggilan pertama Rp23,19 juta untuk kas Rp 4,9 dan sisanya Rp 19,4 juta dibagi ke Karyat dan Panitera PHI Ike Wijayanto Rp9,5 juta.

Dalam pemanggilan ketiga dan keempat dia dapat Rp100 ribu. Uang tersebut telah disimpannya dan tidak dibagi dua dengan Ike. Saksi terlihat kebingungan ketika majelis hakim menanyakan hal tersebut.

"Besar harga setiap pemanggilan ditentukan oleh bendahara, kalau administrasinya oleh Ike. Saya telah memegang data dan harus dipertanggungjawabkan pada Ike," tuturnya.

Keterangannya di persidangan berbeda dengan yang tertera di BAP. Namun Karyat bersikukuh jika keterangannya di Pengadilan itu benar. Majelis pun mencium ada beberapa hal yang ditutupi oleh Karyat. Meski dia sempat membantah keterangannya dalam BAP.

"Kamu mau dikenai pasal sumpah palsu, nanti repot loh. Tolong jangan berbelit-belit, saudara bisa menyusul ibu Imas (Hakim yang sudah diganjar hukuman perkara suap) nantinya. Maksud kamu apa bawa-bawa nama Ike," tanya Majelis.

Dari situ Karyat mengakui jika telah mengeluarkan uang tersebut dari kas sendirian tanpa lapor dulu ke bagian administrasi. Dia tidak membagi dengan Ike mengenai perkara PT Onamba, dirinya tidak akan lagi kebagian perkara. "Seluruh BAP itu benar," kata Karyat.

Menurut dia, 80% dana pemanggilan tersebut sudah menjadi haknya. Namun, dalam konflik-konflik industrial seperti PT OI, seharusnya uang itu dikembalikan. "Saya khilaf tidak mengembalikan uang itu," tandasnya.

Sumber : inilah.com
Baca Selengkapnya...

BERJUANG UNTUK UPAH DAN KESEJAHTERAAN RAKYAT


SBY – Budiono bersama dengan jajarannya telah mendeklarasikan upah murah dalam bentuk Inpres Pembatasan Penetapan UMP (Upah Minimum Provinsi) beberapa waktu lalu. Inpres ini menyusul kebijakan sebelumnya yakni 4 kebijakan ekonomi penyelamat krisis, penetapan 48 obyek vital beserta komitmen pengamanannya bersama POLRI. Kapolri Timur Pradopo menyatakan akan menindak tegas siapapun yang mengganggu keamanan industri. Singkat kata, pemerintah melalui aparatusnya siap mengkriminalkan buruh yang berjuang untuk upah layak. Metode – metode perjuangan, baik aksi massa, sweeping, mogok, penutupan jalan tol dikatakan sebagai tindak pidana. Sementara, sekian tahun pengusaha melakukan tindak pelanggaran UU ketenagakerjaan, pemerintah bungkam. Bukan karena tidak sanggup tapi karena tidak mau. Atas nama investasi rejim ini sedang bermain-main dengan nasib buruh. Hak buruh disubordinatkan di bawah kepentingan investasi. Semua bicara hak buruh selayaknya dikorbankan demi penyelamatan krisis, demi investasi dan tidak satupun bicara atas kepentingan buruh.

I.      Pemodal dan Pemerintah Penyebab Krisis, Buruh Jadi Tumbal

Melemahnya rupiah hingga di angka hampir Rp 12.000,00, membuat pemerintah panik. Kebanggaan atas pertumbuhan ekonomi yang hampir 6% di pidato kenegaraan SBY pada peringatan kemerdekaan Indonesia tiba-tiba lenyap begitu saja. Bagaimana tidak? Pertumbuhan eknomi tersebut dibangun di atas fondasi yang rapuh. Tak heran, ketika AS mengeluarkan kebijakan Fiskal untuk menguatkan perekonomian dalam negerinya, rupiah seketika terjun bebas. Seiring dengan rasa panik itulah, pemerintah mengeluarkan kebijakan yang menguntungkan pengusaha (bukan buruh dan rakyat seperti yang disebutkan sebelumnya yaitu 4 paket kebijakan ekonomi, penetapan 48 obyek vital negara beserta pengamanannya, dan terakhir Inpres pembatasan  kenaikan upah yang isinya upah buruh hanya boleh 10% di atas inflasi, khusus padat karya hanya boleh naik maksimal 5% di atas inflasi.

Ada beberapa faktor penyebab lemahnya rupiah diantaranya (1) impor besar; (2) kebutuhan dollar AS untuk membayar utang luar negeri; (3) pemindahan aset orang kaya dari rupiah ke dollar AS di luar negeri.

(1)      Impor besar bukan berita baru bagi Indonesia. Sejenak setelah rupiah merosot atas dollar AS, Menteri Keuangan Hatta Rajasa terus menyerukan untuk terus membeli. Sementara berbagai produk yang beredar di pasaran sebagian besar adalah barang impor yang jauh sebelumnya sudah menghancurkan produk lokal. Gempuran produk impor ini akibat penerapan pasar bebas. Indonesia mungkin satu-satunya negeri yang terkenal dengan Tempe namun tak sanggup menyediakan bahan baku tempe yakni kedelai.  Bahkan, Indonesia tidak hanya mengimpor bahan baku dan tekhnologi namun juga produk elektronik seperti HP yang menempati urutan nomor 5 terbanyak, hingga produk pertanian seperti ubi, sayur mayuran dan cabe rawit. Suatu hal yang ironis karena Indonesia adalah negeri yang kaya akan produk pertanian.

(2)      Ketergantungan impor juga tampak dalam impor tekhnologi untuk industri dalam negeri. Berdasarkan data Memperindag Indonesia mengimpor tekhnologi untuk Industri dalam negeri sebesar 92% dari negeri –negeri industri lainnya seperti Jepang, Amerika, Eropa, hingga China. Sementara, kontribusi tekhnologi  lokal untuk  industri dalam negeri hanya 1,69%. Realita ini cukup menjelaskan kenapa Indonesia lebih banyak bersandar pada industri padat karya yang mengandalkan tenaga kerja terampil, dibanding industri padat modal. Hal ini merupakan cermin tidak berkembangnya industri nasional Indonesia. Singkat kata, industri nasional Indonesia sangat rapuh sehingga mudah sekali terkena dampak krisis.

(3)      Kebutuhan dollar AS untuk membayar utang luar negeri. Indonesia tidak hanya dikenal rajin impor, namun juga rajin mengutang. Berdasarkan catatan pemerintah, utang luar negeri Indonesia hingga Juni 2013 mencapai Rp.2.036,14 Triliun (yang menghabiskan prosentase sebesar 17,3% (Rp 1,726.2 triliyun) dari APBN 2013 untuk membayarnya. Angka ini tentu jauh bila dibandingkan dana APBN untuk rakyat seperti pendidikan, kesehatan dan lainnya. Hingga Mei 2013 ini saja misalnya, realisasi pembayaran utang pemerintah sudah mencapai 34% dari total APBN hampir menguras 30% APBN senilai dengan Rp 104,725 miliar. Hal ini kontras dengan total anggaran kemiskinan yang hanya berjumlah sekitar 6,7% dari total APBN selama setahun atau hanya Rp 115,5 tiliun. Rasio utang terhadap pendapatannya mencapai tidak kurang dari 120 persen yang artinya, pendapatan seluruh penduduk selama setahun tidak cukup untuk utang tersebut. Karena itulah, APBN kita selalu pada titik krisis, terlebih saat dollar AS menguat dimana akibat penguatan dollar AS tersebut, utang luar negeri Indonesia naik hingga 30%. Sialnya, sebagian utang luar negeri tersebut, yakni utang luar negeri swasta jatuh tempo pada bulan September 2013 sebesar 25,7 miliar dolar AS. 

(4)      Pemindahan aset orang kaya dari rupiah ke dollar AS di luar negeri. Bank Indonesia memberikan statemen bahwa dana triliunan rupiah milik orang kaya Indonesia disimpan di negara luar, seperti Singapura dengan alasan keamanan.  Ketika rupiah melemah, orang-orang kaya Indonesia justru cenderung memborong dollar AS dengan harapan esok hari rupiah kembali melemah. Hal itu disampaikan sendiri oleh Kepala Ekonom Danareksa Research Institut, Purbaya Yudhi Sadewa. Total jumlah simpanan orang kaya Indonesia di Singapura mencapai Rp 1500 triliyun. Apapun alasannya yang jelas tindakan kaum kaya Indonesia ini menyebabkan rupiah kian melemah.

Melemahnya rupiah sendiri tidak lepas dari krisis keuangan global pada akhir 2007 lalu, yang berpusat di negeri Paman Sam dan menghebat pada tahun 2008  serta meluas di hampir seluruh negeri kapitalisme dunia lainnya seperti Yunani, Spanyol, Portugal, Latvia dan lain – lain. Krisis keuangan global tersebut diawali dengan bangkrutnya perusahan-perusahaan keuangan raksasa di AS seperti Merrill Lynch dan Lehman Brothers pada 2008, yang kemudian mendorong juga terjadinya krisis ekonomi, terutama di Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Kiat AS untuk keluar dari krisis ini dengan menerapkan kebijakan Fiskal demi menguatkan ekonomi dalam negeri kemudian memicu lemahnya rupiah yang kini sangat terasa bagi kita.

Dari berbagai uraian di atas, semakin terang di mata kita bahwa krisis bukan disebabkan oleh buruh dan rakyat. Sebaliknya, buruh dan rakyat yang terus bekerja keras setiap harinya baik di pabrik, di pasar-pasar tradisional, di warung-warung kaki lima, hingga para petani yang bekerja keras bercocok tanam. Namun atas nama melemahnya rupiah Pemerintah kembali mengorbankan kepentingan rakyat, dalam hal ini terutama sekali buruh dengan menekan upah hingga pada level terendah. Bila kita bukan penyebab krisis, mengapa kita jadi tumbal sementara para pemodal cari selamat dengan melarikan kekayaannya ke luar negeri.

II.    Politik Investasi Tanpa Kesejahteraan Buruh dan rakyat
Alasan lainnya bagi pemerintah menekan upah buruh adalah agar investor tidak lari dari Indonesia. pada kenyataannya, itu hanya menjadi senjata setiap tahun untuk menakuti buruh.  
Sebelum rupiah melemah, pemerintah sudah menjalankan investasi tanpa kesejahteraan buruh, dan kini ketika rupiah terus melemah, pemerintah makin menekan upah buruh pada level terendah. Bila upah minimum kurang minimum lagi dalam pandangan pemerintah maka upah buruh dibuat lebih minimum lagi, lebih murah lagi. 

Upah buruh harus dibatasi sementara keuntungan pemodal boleh tanpa batas. Bila dibandingkan dengan negeri lain di Asia, harga tenaga kerja Indonesia adalah yang termurah. Upah buruh di Indonesia adalah US$ 0.6/jam (Rp 5,400), sementara upah Fillipina dan Thailan serta Malaysia, masing-masing adalah  US$ 1.04, US$1.63 dan 2.88. Upah buruh di Indonesia adalah terendah di antara 10 negara ASEAN, bahkan bila dibandingkan dengan China dan India. Negeri-negeri Asia tersebut mengupah buruhnya lebih tinggi karena infrastruktur yang lebih baik, birokrasi yang lebih efektif dan teknologi yang lebih maju. Birokrasi yang efisien, Bersih Korupsi dan Infrastruktur yang baik, sebenarnya adalah daya tarik bagi investor.

Padahal, tanpa upah murah pun Indonesia adalah negeri yang strategis dan membuat para pemodal tergiur untuk menanamkan modalnya ke Indonesia. Terhitung dari awal tahun lalu hingga tahun ini kondisi investasi masih terbilang kondusif dan meningkat. Pemerintah sendiri sudah memprediksi investasi bisa melampaui angka Rp 283,5 Triliun atau tumbuh sekitar 37% dibanding tahun lalu. Laporan ADB sendiri menyebutkan bahwa hambatan utama investor adalah birokrasi yang korup dan buruknya insfrastruktur. Ketua Dewan Ekonomi Nasional Chairul Tanjung bahkan menyebutkan 3 hambatan utama investasi adalah korupsi, birokrasi dan infrastruktur. Ketiga hal tersebut adalah persoalan utama di Indonesia. Karena enggan memperbaiki ketiga hal tersebut, pemerintah lebih memilih mengorbankan buruh.

Persoalan korupsi di Indonesia misalnya, terakhir kita dikejutkan dengan data dari Ketua KPK, Abraham Samad, dimana potensi pendapatan negara sebesar Rp 7,200 triliun hilang per tahunnya. Hilangnya potensi pendapatan negara itu dikarenakan penyelewengan dari pengusaha tambang asing (investor tambang) yang tidak membayar pajak dan royalti kepada negara. Pengusaha tambang asing tersebut, menurut Abraham Samad sudah menguasa 70% dari 45 blog migas Indonesia. Apabila ditotal, tambah Samad, pajak dan royalti yang dibayarkan dari blok migas, batubara, dan nikel setiap tahunnya bisa mencapai Rp 20,000 triliun. Sayang, pemerintah tidak tegas dalam regulasi dan kebijakan. Belum lagi kerugian negara akibat korupsi para pejabat atau birokrasi kita hingga kurun waktu semester I 2013 mencapai Rp 3,3 Triliun. Yang lebih mengejutkan lagi, Samad menuturkan bila pendapatan negara itu dimaksimalkan dengan menindak berbagai penyelewengan, maka bila dibagikan ke rakyat, setiap orang bisa memperoleh penghasilan Rp 20 juta/ bulan. Bandingkan dengan upah kita saat ini yang minim. Fakta yang dituturkan oleh Samad tersebut, adalah cerminan dari kebijakan investasi tanpa kesejahteraan rakyat dan buruh. Serta pandangan yang melihat kemajuan ekonomi dari keuntungan investor bukan dari kesejahteraan rakyat dan buruh.

Sekarang, mari kita tengok hambatan ke dua investasi, yakni birokrasi kita, baik Presiden beserta jajarannya maupun para anggota dewan. Birokrasi kita, pemerintah kita yang terpilih setiap lima tahun sekali tidak hanya gemar sekali korupsi (dilihat dari banyaknya kasus korupsi di pemerintahan) namun juga sangat gemar hidup mewah. Bila upah buruh Indonesia adalah terendah ke tiga sedunia, maka para pimpinan negara kita menempati urutan ke tiga di dunia. Berdasarkn data Economis.com, Indonesia menduduki peringkat ke tiga di dunia dengan gaji tertinggi. Posisi Indonesia ini berada di bawah Kenya dan Singapura. Sementara menurut data IMF, Total kekayaan 40 orang terkaya di Indonesia tahun 2013 mencapai Rp 1.100 Trilyun, sementara pendapatan negara tahun 2013 diperkirakan sebesar 1.502 Trilyun. Artinya kekayaan 40 orang ini lebih dari 70 % dari total pendapatan negara. Sementara, gaji Presiden SBY tahun 2013 sebesar Rp 113 juta/bulan--belum termasuk tunjangan, fasilitas dll-- dan Anggota DPR tahun 2013 sebesar 60 juta/bulan--belum termasuk tunjangan, fasilitas dll.

Di sisi lain, upah para direksi dan komisaris di beberapa perusahaan swasta benar – benar berbanding terbalik dengan upah para buruhnya yang giat bekerja dari pagi hingga malam. Berikut adalah daftar upah para direksi dan komisaris pada tahun 2005, Direksi dan Komisaris HM Sampoerna Tbk, rata-rata Rp1,06 miliar sebulan/orang (untuk 13 orang Direksi maupun Komisaris), Pendapatan Direksi dan Komisaris PT Gudang Garam Tbk, rata-rata Rp 207 juta per bulan/orang. (untuk 10 Direksi dan 5 Komisaris), Pendapatan Direksi dan Komisaris PT Indofood, rata-rata Rp 83,3 juta per bulan/orang(Untuk 10 Direksi dan Komisaris),Direksi dan Komisarais PT Unggul Indah Cahaya, rata-rata Rp 200 juta per bulan/orang (Untuk 6 Direksi dan 6 Komisaris). Demikian halnya dengan upah para direksi dan komisaris BUMN kita, Direksi PT Bank Mandiri rata-rata 614 juta/bulan tiap orangnya. (7 Direktur dan 7 Komisaris), Direksi dan Komisaris Bank BRI rata-rata Rp 537,79 juta/bulan tiap orang (7 Direksi dan 7 Komisaris),Direksi dan Komisaris Bank BNI rata-rata Rp 146,6 juta/bulan tiap orang (10 Direksi dan 7 Komisaris), Direksi dan Komisaris PT Perusahaan Gas Negara Tbk, rata-rata Rp102,34 juta/bulan untuk Direksi ( 7 Direksi) dan rata-rata Rp 47,27 juta per bulan tiap orang. (7 Komisaris), Direksi dan Komisaris PT Aneka Tambang Tbk rata-rata Rp 110 juta per bulan tiap orang (untuk 10 orang Direksi dan Komisaris).

Sementara, Total kekayaan 40 orang terkaya di Indonesia tahun 2013 mencapai Rp 1.100 Trilyun, padahal pendapatan negara tahun 2013 diperkirakan sebesar 1.502 Trilyun. Artinya kekayaan 40 orang ini lebih dari 70 % dari total pendapatan negara.
Para rampok baik dari luar maupun dalam negeri menjadi tuan di negeri kita, sementara rakyat yang bekerja menjadi budak di negeri sendiri.

III.  Membangun Ekonomi Mandiri, Melepas Ketergantungan untuk Kesejahteraan
Karena kita butuh sejahtera, Kita berkepentingan membangun ekonomi mandiri, yang artinya; (1) tidak bergantung pada impor; (2) tidak bergantung pada utang luar negeri, singkat kata tidak bergantung pada kapitalis internasional.  Ekonmi Mandiri itu bisa dilaksanakan dengan jalan keluar sebagai berikut:

1.  Membangun Industri Nasional yang kuat dan mandiri di bawah kontrol rakyat, atau melakukan penataan ulang Industri Nasional kita,
a.      Agar rakyat Indonesia bisa sejahtera, makmur, maka Industri dalam negeri harus dibangun dengan semaju-majunya, dalam pengertian seluruh kekayaan alam yang ada di tanah dan air harus bisa diamanfaatkan, diolah dengan sebaik-baiknya agar mencukupi kebutuhan rakyat Indonesia (bahkan bisa digunakan untuk membantu rakyat di negeri-negeri lain yang membutuhkan).

Dan untuk membangun Industri Nasional yang ditujukan untuk kepentingan mayoritas rakyat Indonesia, maka syarat utamanya adalah adanya demokrasi sepenuh-sepenuhnya bukan demokrasi borjuis, bukan demokrasi elit, demokrasi perwakilan.

Demokrasi sepenuh-sepenuhnya adalah demokrasi yang melibatkan rakyat dalam setiap proses pengambilan keputusan-keputusan public sehari-harinya (bukan hanya sekedar dilibatkan dalam pemilu-pemilu saja).

Dalam praktek hal ini bisa dilihat dalam kota Porto Alegre, Rio Grande do Sul, Brazil, dalam menentukan tuntutannya (dalam katagori) demokratisasi anggaran, atau yang mereka sebut Orcamento Participativo (Participatory Budget/Anggaran Partisipatoris/AP) di mana warga diposisikan memiliki hak untuk mendiskusikan kemudian memutuskan kebijakan-kebijakan publik dan anggaran pemerintah. Lebih dari itu, warga juga turut memutuskan dan mengawasi aspek-aspek kunci administrasi publik, anggaran kota dan investasi;

AP memang masih menganggap penting demokrasi perwakilan namun dinilai belum mencukupi dalam proses peningkatan demokrasi masyarakat. Dengan demikian, AP (demokrasi langsung) akan dihadapkan pada wakil rakyat dan eksekutif (demokrasi perwakilan)—yang bahkan diposisikan tak boleh memiliki hak veto. Aspek-aspek penting lainnya: AP tidak menganggap remeh kapasitas warga dalam mengelola (governing) pemerintahan/anggaran; AP juga diarahkan untuk meningkatkan solidaritas antar-warga dan menciptakan warga yang sadar.
Demokrasi lansung seperti ini (yang harus terus ditingkatkan kualitasnya—dan sangat mungkin meningkat karena kemajuan teknologi, apalagi jika kesadaran demokrasi rakyatnya juga meningkat) yang akan menjamin Industri Nasional berjalan sesuai dengan kepentingan rakyat.

Itulah sebabnya semua proses pembangunan Industri Nasional harus dibawah kontrol rakyat, bukan seperti praktek BUMN sekarang ini, yang sekalipun perusahan-perusahan tersebut milik Negara, namun kontrol terhadap BUMN berada pada tangan Elit, bukan dibawah kontrol kaum buruh dan rakyat.

Artinya secara politik, kontrol rakyat terhadap Industrialisasi Nasional hany bisa dijalankan dengan efektif, jika kekuasaan politik berada di tangan rakyat.
b.      Tahap awal, Teknologi harus ditingkatkan (setingi-tingginya) untuk mengatasi persoalan-persoalan darurat rakyat(kesehatan buruk, tempat tinggal kumuh, tak berpengetahuan dan persoalan darurat lainnya) dan peningkatan tenaga produktif rakyat (pengetahuan, ketrampilan, budaya; budaya belajar, budaya solidaritas, budaya berorganisasi, budaya cinta teknologi, budaya demokratik).

Dan untuk mengejar ketinggalan teknologi –dengan keadaan sekarang yang masih import teknologi hingga 92 %–,maka proses alih teknologi dari perusahaan swasta terutama swasta Internasional—baik dengan cara moderat maupun radikal – harus dilakukan, pengembangan riset-riset teknologi yang dibutuhkan rakyat, pembangunan laboratorium-laboratorium hingga membuka akses seluas-luas nya pada rakyat untuk mengembangkan dan mengusai teknologi (termasuk tidak mematenkan capaian-capaian teknologi yang dibutuhkan rakyat)

Dengan semakin terselesaikan persoalan darurat dan semakin meningkatnya tenaga produktif rakyat, maka akan semakin memajukan Industri Nasional (paling tidak dalam tahap ini sudah mulai terlihat pembangunan Industri Dasar yang kuat, seperti Industri Logam dan Baja, industri optik dan fiber, Industri Kimia, Industri Mesin dan Industri Energi –ramah lingkungan dan hemat).

Jika kebutuhan darurat rakyat belum bisa dihasilkan sendiri oleh Industri Dalam Negeri, bisa saja dilakukan import—dalam arti perdagangan dengan Negara lain—namun import yang dilakukan, tidak boleh menimbulkan ketergantungan, namun harus diarahkan untuk mendorong Industri Dalam Negeri untuk semakin mandiri

c.     Tahap selanjutnya (kemungkinan juga, dalam beberapa sektor, bisa simultan dengan tahap pertama, yang belum selesai diatas): peningkatan tenaga produktif agar teknologi bisa lebih tinggi lagi (bukan sekadar untuk industri dasar), sebagai landasan material dan kognitif invention dan innovation. Teknologi Industri pengolahan (manufaktur) juga harus ditingkatkan termasuk kapasitas distribusinya, agar produksi barang bisa bersifat massal (seluruh rakyat bisa mendapatkannya dengan mudah) dengan kualitas yang baik, tentu saja dengan harga yang terjangkau (untuk masyarakat tertentu bisa mendapatkannya dengan gratis, dan pada akhirnya semua rakyat akan memperolehnya dengan gratis )

Sebagai negeri yang masih terbelakang pertaniannya, maka dalam tahap ini, industry pertanian juga harus dimajukan, ditingkatkan teknologinya dan akses rakyat terhadap tanah juga diperluas (bukan dalam makna kepemilikan pribadi atas tanah, walaupun bisa saja ditahap-tahap awal masih ada kompromi terhadap kepemilikan pribadi rakyat terhadap tanah pertanian, namun secara terus menerus harus dijelaskan dan ditunjukan bukti bahwa pertanian kolektif dengan teknologi yang maju justru jauh lebih menguntungkan bagi rakyat), demikian juga halnya dengan industry perikanan.

2.       Penyelesaian masalah-masalah mendesak rakyat:
Secara dialektis pembangunan Industri Nasional yang tangguh, dimulai dengan penyelesaian masalah-masalah darurat rakyat (dan semakin cepat dan banyak masalah darurat yang teratasi, akan mendorong lebih maju lagi Industri Nasional), seperti (mungkin masih harus disubsdidi dalam tahap awal) menyediakan bahan-bahan kebutuhan pokok cukup gizi; kesehatan; pendidikan; penyediaan lapangan pekerjaan (sedapat mungkin bukan padat karya, namun lapangan pekerjaan di pabrik-pabrik dengan teknologi tinggi, dimana pabrik-pabrik dibangun sesuai dengan kebutuhan); bila masih kekurangan lapangan pekejaan, barulah ditempatkan di sector padat karya; bila masih belum juga tercukupi lapangan pekerjaan, maka diberikan subsidi (layak) pengangguran; pembangunan kesadaran/kebudayaan revolusioner (cinta ilmu, demokratik, solidaritas, militant, radikal dsb)
Karena tanpa massa yang sadar, terorganisir, dan melawan, maka Industrialisasi Nasional (di bawah kontrol rakyat; pengembangan demokrasi rakyat) tak akan berhasil; Tolak ukur berhasil tidaknya penyelesaian tersebut di atas adalah: tingkat pengangguran berkurang; dan demokrasi rakyat (rakyat bisa bersuara dan menentukan nasibnya sendiri) berjalan; perbaikan lingkungan yang sudah sangat rusak; penyelesaian reformasi agraria, baik secara ekonomi, teknologi, politik (perjuangan kelas di pedesaan); dan sebagainya.

3.      Skenario pembiayaan industrialisasi nasional (di bawah kontrol rakyat)

Secara dialektis pula, pembangunan Industri Nasional dilakukan dengan melakukan nasionalisasi segera (yang sudah sanggup dinasionalisasikan) seluruh kekayaan/asset material dan finansial nasional (baik yang dikuasai pemerintah maupun swasta, baik nasional maupun asing); periksa ulang negosiasi-negosiasi kontrak—jangan sampai bagi hasil, royalti, dan pajaknya terlalu kecil/merugikan rakyat; tolak atau tunda bayar utang (dengan kekuatan rakyat); sita kekayaan-kekayaan hasil koruptor (dari jaman Orde Baru hingga sekarang) dengan kekuatan rakyat, mengingat akan melibatkan tentara reaksioner; pajak progresif; pembubaran, pembatasan/regulasi, atau pajak tinggi bagi transaksi-transaksi spekulatif; memaksimalkan pencarian pendapatan dari sumber-sumber alam (dengan memperhitungkan ekologi); pengaturan fiscal dan moneter (yang seusai dengan tujuan-tujuan di atas); dan sebagainya.

4.   Persoalan hubungan kita dalam perdagangan antara Negara maupun hubungan-hubungan ekonomi politik lainnya.

Secara historis lahirnya perdagangan bebas seperti sekarang ini—berikut lembaganya—adalah produk dari sistem kapitalisme yang telah terbukti gagal mensejahterakan mayoritas rakyat di seluruh dunia, termasuk mayoritas rakyat di Indonesia, sehingga secara tegas kita menolak kapitalisme, demikian juga kita menolak perdagangan bebas model sekarang ini yang hanya menguntungkan pemodal-pemodal internasional (Negara-negara imperialis) dengan menggunakan lembaga-lembaga internasonalnnya, salah satunya adalah WTO—juga ACFTA—
Apalagi mekanisme pengambilan keputusan di WTO bukanlah mekanisme yang demokratis, dimana Negara-negara maju—terutama Amerika, Kanada, Jepang, dan Uni Eropa—berulang kali membuat keputusan-keputusan penting tanpa melibatkan anggota WTO yang lainnya—hingga juli 2009 terdapat 153 negara sebagai anggota WTO—atau dengan kata lain Negara-negara maju ini melakukan konspirasi jahat untuk memenangkan kehendaknya pada negara-negara lain terutama negara berkembang.

Belum lagi proses penyelesaian perselisihan (Dispute Settlement Process/DSP) WTO, dimana sertiap negara anggota WTO diijinkan untuk saling menentang undang-undang dan peraturan masing-masing negara lainnya yang dianggap melanggar ketentuan WTO. Kasus-kasus kemudian diputuskan oleh satu panel yang beranggotakan tiga birokrat perdagangan, yang semata-mata berlandaskan pada kepentingan para pemodal, sehingga tidak mengherankan jika setiap aturan mengenai kesehatan, pendidikan, lingkungan maupun keputusan yang berkaitan dengen hajat hidup mayoritas rakyat di sebuah negara, yang dipersoalan di WTO, diputuskan secaca illegal, walaupun itu artinya melanggar konstitusi di negara-negara tersebut.

Dan perdagangan bebas kawasan tertentu/regional (seperti perdagangan bebas ASEAN, perdagangan bebas ASEAN-CHINA, ASEAN-KOREA, ASEAN-JEPANG dan lain sebagainya) harus mengikuti aturan main yang telah ditetapkan di WTO, sehingga sudah pasti kepentingan yang mendasarinya juga sama, yakni kepentingan para pemodal.

Sebagai pembanding dari WTO (sebut saja, lembaga perdagangan kaum kapitalis), negara-negara di Amerika Latin, yang dipelopori oleh negara sosialis Venezuela dan negara sosialis Kuba—kemudian disusul Bolivia, Nikaragua, dan Ekuador–membentuk sebuah lembaga yang bernama Alternatif Bolivarian untuk Amerika Latin (Alternative Bolivarian for Latin America/ALBA), yang berlandaskan pada prisip saling melengkapi(bukan kompetisi), solidaritas(bukan dominasi), kerja bersama (bukan ekploitasi) dan penghormatan terhadap kedaulatan rakyat(bukan kekuasaan pemodal).

Kerjasama ini juga menghendaki sebuah demokrasi baru berdasarkan partisipasi langsung rakyat dari bawah, dengan berbagai mekanismenya, agar semua orang diberikan kesempatan berfikir, berpendapat, berkreasi, bahkan melawan untuk kemajuan negeri.

Kuba dan Venezuela memelopori bentuk kerja sama ala ALBA, lewat metode pertukaran dokter dengan minyak; operasi mata gratis bagi penduduk miskin Venezuela ke Kuba; pertukaran minyak dengan bahan makanan dan pertanian [bahkan sudah mencapai pertukaran bijih besi kualitas tinggi (ore) dan bauksit dengan nikel]; dokter dengan mesin-mesin produksi; bantuan modal untuk pengembangan energi minyak dan penjualan minyak murah. Kerjasama ini mulai melibatkan Ekuador, Argentina dan Brazil (Petrosur), Colombia dan Paraguay. Semuanya bertujuan demi kemajuan tenaga produktif dan ekonomi rakyat di AL. Belakangan ini, Venezuela, (bahkan) menyodorkan gagasan untuk memperluas sebagian proyek persatuan Amerika Latin-nya dengan Afrika.

IV.  Perjuangan Upah, Perjuangan Kesejahteraan Rakyat
Bukan saatnya lagi buruh membiarkan dirinya diperas supaya para bos dan birokrasi berfoya-foya, bergelimang harta. Sejarah kemenangan buruh adalah sejarah pergerakan, 8 jam kerja bukan dari kebaikan pengusaha dan pemerintah. Metode perjuangannya pun bukan main-main, bahkan nyawa bisa dipertaruhkan. Mulai dari aksi massa, pendudukan pusat-pusat pemerintahan dan perusahaan, mogok kerja dan blokir jalan tol. Semua dilakukan dengan kerja keras, komitmen dan kerendahan hati untuk bersatu, yang tentu saja membutuhkan kompromi guna memberi ruang bagi penyatuan.
Persatuan berbagai aliansi yang terbentuk dalam merespon penindasan buruh akan lebih baik bertemu dalam satu platform, dalam hal ini adalah upah. Akan lebih baik lagi apabila bisa lebih dari satu platform. Hal ini penting karena musuh (pengusaha, penguasa, polisi dan militer, milisi sipil reaksioner dan penyokongnya) sudah terkonsolidasi.

Dalam situasi sekarang, dimana musuh sudah terkonsolidasi bahkan siap melakukan serangan, maka dibutukan metode aksi yang radikal seperti pendudukan sampai tuntutan dimenangkan, mogok nasional hingga pemblokiran jalan tol. Syarat dari metode radikal seperti ini tentu adalah persatuan yang memiliki komitmen kuat dan solid.

Selain metode aksi radikal, meraih dukungan rakyat sekitar adalah penting karena perubahan tidak datang dari satu kelompok saja tapi dari mayoritas rakyat. Maka, tidak terhindarkan lagi bagi kita untuk menjelaskan segamblang-gamblangnya tentang perjuangan upah yang sebenarnya adalah bagian dari perjuangan rakyat juga. Tak beda dengan perjuangan untuk kesehatan dan pendidikan gratis berkualitas, transportasi massal yang aman dan nyaman, perjuangan atas tanah bagi petani dan lain-lainnya. Berdasarkan itulah, aliansi upah sebisa mungkin melibatkan unsur-unsur rakyat lainnya seperti tani, kaum miskin kota, mahasiswa, pelajar hingga kaum muda. Bila tidak, perjuangan upah akan sulit meraih dukungan dari kelompok masyarakat lain karena hegemoni pemerintah didukung oleh media-media mainstream sudah membangun opini negatif terkait perjuangan buruh. 
Baca Selengkapnya...

Wednesday, 4 September 2013

KENALI DIRI KITA DALAM INDUSTRILISASI DUNIA KETIGA



Pola pengerahan tenaga kerja oleh pengusaha

Strategi perusahaan untuk mendapat tenaga kerja mengikuti pola yang rumit dan penuh variasi yang bukan saja merupakan penyesuain dengan perubahan-perubahan pasar internasional maupun domestic tetapi disebabkan pula oleh berbagai factor lain. kebutuhan mendapatkan kerja yang ”penurut” demi kestabilan proses produksi merupakan salah satu faktor penting. Demikiaan pula factor seperti jenis tenaga kerja secara umum maupun factor lain seperti tekanan-tekanan dari pihak pemerintah maupun media massa. karena itu pengerahan tenaga kerja yang dilakukan perusahaan-perusahaan tidak selalu mengikuti pola yang seragam yang mencerminkan strategi yan berbeda-beda dalam rangka upaya memperoleh keuntungan dalam konteks ekonomi, social, politik local yang sedikit bervariasi.

Pengunaan tenaga kerja terutama untuk jenis-jenis pekerjaan tertentu, seperti kerja dipabrik tekstil/garmen, farmasi, pengolahan bahan makanan, pengolahan bahan tambang, elektronik maupun sperpart. jadi utama strategi pengusaha untuk mendapatkan tenaga kerja yang paling murah untuk jenis-jenis industri yang membutuhkan paling banyak tenaga kerja. sehingga apabila pembagian kerja itu dianggap timbul karena keterampilan wanita yang dianggap cocok untuk pekerjaan seperti itu, maka hal itu mitos belaka.

Jenis Kelamin, pendidikan dan usia sering bersama-sama menjadi dasar penyeleksian tenaga kerja yang murah dan tidak banyak menuntut. Selain penyeleksiaan tenaga kerja yang didasarkan atas factor-faktor pendidikan, jenis kelamin, usia maupun status perkawinan, perusahaan-perusahaan sering pula mengadakan perbedaan-perbedaan dalam pemberiaan status pada buruh,

Tenaga kerja di sektor industri pengolahan terutama bisa di bedakan dalam enam katagori pokok:

Kesatu adalah: Buruh Percobaan buruh yang hanya diberi upah pokok tanpa tunjangan apapun dan sewaktu-waktu bisa dipecat. dalam undang-undang perburuhan setatus percobaan hanya berlaku tiga bulan, namun kenyataannya ada perusahaan yang mempekerjakan buruh percobaan ini selama bertahun-tahun tanpa merubah status mereka atau upah mereka.

Kedua adalah Buruh Harian lepas, yang hanya bekerja dan dibayar apabila dibutuhkan. Mereka tidak berhak pula menuntut kenaikan upah atau tunjangan apapun.

Ketiga adalah Buruh Kontrak yang dipekerjakan atas dasar kontrak untuk setiap jangka waktu tertentu dari beberapa bulan sampai beberapa tahun yang kemudiaan dihentikan atau diteruskan sesuai dengan kemauan perusahaan. Konsekwensinya adalah bahwa upah kerja, tunjangan maupun kondisi kerja lainnya bisa berubah-ubah setiap kali buruh menandatangani kontrak lagi, sehingga masa kerja sama sekali tidak diperhitungkan.

Keempat adalah Buruh Borongan, yang dipekerjakan berdasarkan system target dimana upah diberikan sesuai dengan jumlah kerja yang dilakukan.

Kelima adalah Buruh Outsourcing,

Keenam adalah Buruh Magang, Calon pegawai (yang belum diangkat secara tetap serta belum menerima gaji kerena upah karena dianggap masih ditaraf belajar)
Strategi yang dipilih setiap perusahaan sangat tergantung pada berbagai factor, antara
lain komposisi dan persediaan tenaga kerja ditingkat local, perkembangan perusahaan dan sifat pekerjaan. Dimana salah satunya buruh  perempun  muda, lajang, dan rendah pendidikannya.

Dari semua katagori diatas dan lahir bersamaan dari perubahan dalam proses produksi. mereka adalah buruh dengan memiliki pendidikan tinggi yang menempati posisi di atas buruh kasar, mereka menerima upah kerja dari pemilik modal namun memberi perintah pada buruh kasar. Predikat yang pada umumnya disandang  mereka adalah staf dan manajemen . Posisi mereka delematis: mereka adalah buruh namun juga majikan, dan mereka adalah majikan namun juga buruh. sampai hukum tidak mampu memberikan jawaban atas kondisi mereka.


Departemen Pendidikan, Pelatihan & Propaganda SBKIKEF

“Hanya rakyat yang sadar atas tanah airnyalah yang akan

 menyelamatkan bangsa dan negaranya itu sendiri”

Baca Selengkapnya...

Monday, 2 September 2013

Alasan PHK dan Hak Pekerja/Buruh Setelah Terjadinya PHK


Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja. Dalam hal segala upaya telah dilakukan, tetapi pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari, maka maksud pemutusan hubungan kerja wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh atau dengan pekerja/buruh apabila pekerja/buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh. Dalam hal perundingan benar-benar tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Beberapa yang menjadi alasan bagi perusahaan untuk mem-PHK pekerja/buruh dengan mengacu kepada Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003.

Pertama: Melakukan kesalahan berat.

Pasal 158 ayat 1: “Pengusaha dapat memutuskan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dengan alasan pekerja/buruh telah melakukan kesalahan berat sebagai berikut:
a. melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan/atau uang       milik perusahaan;
b. memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahaan;
c. mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai dan/atau mengedarkan   narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya di lingkungan kerja;
d. melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja;
e. menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman sekerja atau pengusaha di lingkungan kerja;
f. membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
g. dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan;
h. dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam keadaan bahaya di tempat kerja;
i. membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara; atau
j. melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.”
Kesalahan berat yang dimaksud pada Pasal 158, ayat 1 harus didukung dengan bukti misalnya,
a. pekerja/buruh tertangkap tangan;
b. ada pengakuan dari pekerja/buruh yang bersangkutan; atau
c. bukti lain berupa laporan kejadian yang dibuat oleh pihak yang berwenang di perusahaan yang bersangkutan dan didukung oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi.
Pekerja/buruh yang diputus hubungan kerjanya berdasarkan alasan tersebut dapat memperoleh uang penggantian hak. Selain uang penggantian hak diberikan uang pisah bagi pekerja/buruh yang tugas dan fungsinya tidak mewakili kepentingan perusahaan secara langsung yang besarnya dan pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

Kedua: Ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana bukan atas pengaduan perngusaha.

1) Pasal 160 ayat 3: “Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh yang setelah 6 (enam) bulan tidak dapat melakukan pekerjaan sebagaimana mestinya karena dalam proses perkara pidana.”
2) Pasal 160 ayat 5: “Dalam hal pengadilan memutuskan perkara pidana sebelum masa 6 (enam) bulan berakhir dan pekerja/ buruh dinyatakan bersalah, maka pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja kepada pekerja/buruh yang bersangkutan.”
Pengusaha wajib membayar kepada pekerja/buruh yang mengalami PHK, uang penghargaan masa kerja 1 kali dan uang penggantian hak.

Ketiga: Melakukan pelanggaran ketentuan yang telah diatur dalam perjanjian kerja.

Pasal 161 ayat 1: “Dalam hal pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja, setelah kepada pekerja/buruh yang bersangkutan diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut.”
Pekerja/buruh yang diputus hubungan kerjanya berdasarkan alasan tersebut dapat memperoleh uang pesangon sebesar 1 kali, uang penghargaan masa kerja sebesar 1 kali, dan uang penggantian hak.

Keempat: Mengundurkan diri atas kemauan sendiri

Pasal 162 ayat 1: “Pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri,…..”
Pekerja/buruh memperoleh uang penggantian hak, selain itu diberikan uang pisah yang besar dan pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

Kelima: Tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja.

1) Pasal 163 ayat 1: “Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dalam hal terjadi peru-bahan status, penggabungan, peleburan, atau perubahan kepemilikan perusahaan dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja……….”
Pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 kali, uang penghargaan masa kerja sebesar 1 kali dan uang penggantian hak.
2) Pasal 163 ayat 2: “Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perubahan status, penggabungan, atau peleburan perusahaan, dan pengusaha tidak bersedia menerima pekerja/buruh di perusahaannya, …..”
Pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2 kali, uang penghargaan masa kerja 1 kali dan uang penggantian hak.

Keenam: Perusahaan tutup akibat mengalami kerugian terus menerus selama dua (2 tahun) atau keadaan memaksa.

Pasal 164 ayat 1: “Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun, atau keadaan memaksa (force majeur)….” Kerugian perusahaan yang dimaksud harus dibuktikan dengan laporan keuangan 2 (dua) tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik.
Pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 kali, uang penghargaan masa kerja 1 kali dan uang penggantian hak.

Ketujuh: Perusahaan melakukan efisiensi.

Pasal 164 ayat 3: “Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup bukan karena mengalami kerugian 2 (dua) tahun berturut-turut atau bukan karena keadaan memaksa (force majeur) tetapi perusahaan melakukan efisiensi,…”
Pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2 kali, uang penghargaan masa kerja 1 kali dan uang penggantian hak.

Kedelapan: Perusahaan pailit.

Pasal 165: “Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan pailit,..”
Pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 kali, uang penghargaan masa kerja 1 kali dan uang penggantian hak.

Kesembilan: Meninggal dunia.

Pasal 166: “Dalam hal hubungan kerja berakhir karena pekerja/buruh meninggal dunia, kepada ahli warisnya diberikan sejumlah uang…….”
Kepada alhi waris pekerja/buruh berhak atas uang yang besar perhitungannya sebesar pesangon sebesar 2 kali, uang penghargaan masa kerja 1 kali dan uang penggantian hak.

Kesepuluh: Memasuki usia pensiun.
Pasal 167 ayat 1: “Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena memasuki usia pensiun…”
Dalam hal pengusaha tidak mengikutsertakan pekerja/buruh yang mengalami PHK karena usia pensiun pada program pensiun maka pengusaha wajib memberikan kepada pekerja/buruh uang pesangon sebesar 2 kali, uang penghargaan masa kerja 1 kali dan uang penggantian hak.

Kesebelas: Mangkir selama 5 hari berturut-turut.

Pasal 168 ayat 1: “Pekerja/buruh yang mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis dapat diputus hubungan kerjanya karena dikualifikasikan mengundurkan diri.”
Keterangan tertulis dengan bukti yang sah harus diserahkan paling lambat pada hari pertama pekerja/buruh masuk bekerja.
Pekerja/buruh memperoleh uang penggantian hak, selain itu diberikan uang pisah yang besar dan pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

Keduabelas: Mengajukan pemutusan hubungan kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

Pasal 169 ayat 1: “Pekerja/buruh dapat mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam hal pengusaha melakukan perbuatan sebagai berikut :
a. menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam pekerja/buruh;
b. membujuk dan/atau menyuruh pekerja/buruh untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
c. tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih;
d. tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada pekerja/ buruh;
e. memerintahkan pekerja/buruh untuk melaksanakan pekerjaan di luar yang diperjanjikan; atau
f. memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan, dan kesusilaan pekerja/buruh sedangkan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan pada perjanjian kerja.
Pemutusan hubungan kerja dengan alasan di atas pekerja/buruh berhak mendapat uang pesangon 2 kali, uang penghargaan masa kerja 1 kali dan uang penggantian hak.

Ketigabelas: Pengusaha tidak melakukan perbuatan yang dituduhkan pekerja/buruh di lembaga perselisihan perindustrian industrial.

Pasal 169 ayat 3: “Dalam hal pengusaha dinyatakan tidak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) oleh lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial maka pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. “
Pemutusan hubungan kerja dengan alasan di atas pekerja/buruh tidak berhak mendapat uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja.

Referensi:
UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003
Baca Selengkapnya...