Monday, 30 September 2013

MK: Upah dan Segala Hak Pekerja yang di-PHK Tidak Boleh Hilang Karena Kedaluwarsa




Upah dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja merupakan hak buruh yang harus dilindungi sepanjang buruh tidak melakukan perbuatan yang merugikan pemberi kerja. Oleh sebab itu, upah dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja tidak dapat hapus karena adanya lewat waktu tertentu atau karena kedaluwarsa.

“Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK M. Akil Mochtar dengan didampingi delapan hakim konstitusi di Ruang Sidang Pleno MK, Kamis (19/09). Menurut MK, apa yang telah diberikan oleh buruh sebagai prestatie harus diimbangi dengan upah dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja sebagai tegen prestatie. Upah dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja merupakan hak milik pribadi dan tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun.

Permohonan bernomor 100/PUU-X/2012 ini diajukan oleh Marten Boiliu, mantan anggota satuan pengamanan (satpam) PT. Sandhy Putra Makmur yang merasa hak konstitusionalnya dihalangi untuk melakukan tuntutan atas upah dan segala pembayaran haknya yang timbul dari hubungan kerja. Tuntutannya dianggap kedaluwarsa karena penuntutan tersebut telah melampaui jangka waktu 2 (dua) tahun sejak timbulnya hak, yakni setelah dirinya di-PHK perusahaan.

Marten Boiliu menganggap aturan kedaluwarsa dalam Pasal 96 UU Ketenagakerjaan mengakibatkan dirinya tidak dapat melakukan tuntutan terhadap hak uang pesangon, uang penghargaan, dan uang penggantian hak sesuai dengan ketentuan Pasal 163 ayat (2) juncto Pasal 156 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) UU Ketenagakerjaan. Pasal 96 juga mendiskriminasi dan memperlakukannya dirinya secara tidak adil yaitu menerima upah/gaji dari PT SPM di bawah UMP yang ditetapkan oleh Gubernur Provinsi DKI Jakarta. Pasal 96 juga menguntungkan PT SPM karena lepas dari kewajiban membayar kekurangan upah/gaji yang dibayarkan kepada Marten. Di lain pihak, Marten setelah di-PHK, tidak dapat menuntut karena adanya Pasal 96 UU tersebut.

Dalam pertimbangan hukumnya, Mahkamah menyatakan hubungan ketenagakerjaan bukan semata-mata merupakan hubungan keperdataan karena hubungan tersebut telah menyangkut kepentingan yang lebih luas (ribuan buruh), artinya kepentingan publik, bahkan kepentingan negara. Ketentuan kedaluwarsa, jelas Mahkamah, terkait penggunaan hak untuk menggunakan upaya hukum dan kehilangan hak untuk menggunakan upaya hukum.

Hak Pemohon untuk menuntut pembayaran upah pekerja/buruh dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja menurut Mahkamah, merupakan hak yang timbul karena Pemohon telah melakukan pengorbanan berupa adanya prestatie kerja sehingga hubungan antara hak tersebut dengan Pemohon adalah sebagai pemilik hak.

“Sama halnya perlakuannya dengan hak kepemilikan terhadap benda. Hak kebendaan tersebut berwujud pekerjaan yang sudah dilakukan sehingga memerlukan adanya perlindungan terhadap hak tersebut selama si pemilik hak tidak menyatakan melepaskan haknya tersebut,” jelas Mahkamah.

Dalam amar putusannya, MK menyatakan Pasal 96 UU Ketenagakerjaan bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945 dan menyatakan Pasal 96 UU tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Pendapat Berbeda

Dalam putusan tersebut, Wakil Ketua MK Hamdan Zoleva memiliki pendapat yang berbeda. Menurutnya, pembatasan hak untuk menuntut karena lewatnya waktu (kedaluwarsa) adalah lazim dalam sistem hukum Indonesia baik dalam sistem hukum perdata maupun dalam sistem hukum pidana Indonesia. Penentuan masa kedaluwarsa sangat diperlukan untuk memberikan jaminan kepastian hukum baik bagi yang menuntut haknya maupun pihak yang akan dituntut memenuhi kewajibannya.

Menurut Hamdan, demi kepastian hukum yang adil seharusnya MK tidak menyatakan tidak mengikat Pasal 96 UU Ketenagakerjaan secara keseluruhan. Untuk memberikan keadilan, Mahkamah mestinya hanya mengabulkan permohonan dengan menentukan syarat keberlakuan Pasal 96 UU Ketenagakerjaan, yaitu bertentangan dengan konstitusi sepanjang tidak dikecualikan bagi pengusaha yang tidak membayar seluruh hak pekerjanya karena itikad buruk.


sumber : http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=web.Berita&id=8944#.Uj7D_H9SQ4I

Putusan Selengkapnya dapat di download di : http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/putusan/putusan_sidang_100%20PUU%202012%20-%20telah%20ucap%2019%20September%202013.pdf

No comments:

Post a Comment