Thursday, 20 June 2013

BURUH BERKUASA RAKYAT SEJAHTERA, apa arti Slogan ini ?


Perjuangan kita adalah perjuangan kelas, yang mana pada akhirnya kita akan dihadapkan dengan masalah kekuasaan. Di setiap persimpangan, kita selalu dihadapkan pertanyaan: siapa yang berkuasa? Semakin menentukan perjuangan kita, semakin lantang pertanyaan ini terserukan. Hanya mereka yang siap untuk menjawab pertanyaan tersebut akan dapat meraih kemenangan dalam perjuangan yang sudah berlangsung selama lebih dari 100 tahun ini.

Ketika buruh mogok dan menghentikan roda gigi mesin, sebuah pertanyaan mencuat: siapa sebenarnya yang menjalankan pabrik ini? Ketika pemogokan umum meledak dan ekonomi negeri terhentikan, langit menjadi sunyi karena bandara udara tutup, Thamrin sepi karena bus-bus tak jalan, sebuah pertanyaan terdorong ke depan: siapa yang menjalankan negeri ini?  Setiap gebrakan yang dilakukan oleh buruh selalu mengedepankan masalah kekuasaan.

Kekuasaan sekarang ada di tangan para kapitalis, yang memiliki alat-alat produksi dan kapital, dengan antek-anteknya yang bermain dagelan politik. Dan satu-satunya kelas yang bisa merebut kekuasaan dari kelas kapitalis ini adalah buruh. Dari semua kelompok tertindas di negeri kita: petani gurem, nelayan miskin, pengangguran, kaum miskin kota, hanya kelas buruh yang mempunyai posisi politik dan ekonomi untuk bisa memimpin perjuangan pembebasan. Hanya buruh satu-satunya kelas yang mampu konsisten dengan program sosialis, yang mampu menyatukan semua kelas dan kelompok sosial lainnya di bawah panjinya.

Sejarah telah menjadi saksinya. Kendati kelas dan kelompok sosial lain mampu menjadi sebuah kekuatan yang revolusioner, tetapi mereka tidak konsisten dengan perjuangan mereka. Ini bukan karena ketimpangan pribadi mereka, tetapi karena posisi sosial dan ekonomi mereka. Di dalam dunia kapitalisme ini, hanya ada dua kelas yang dominan: kelas borjuis dan kelas buruh. Yang pertama adalah pemilik alat produksi dan kapital, yang membeli kemampuan-kerja (labour power) buruh, dan yang belakangan adalah mereka yang tidak punya apa-apa selain keringatnya untuk dijual kepada kaum borjuasi. Dua kelas inilah yang semenjak kelahiran mereka selalu bertempur, kadang-kadang tertutup dan kadang-kadang terbuka.

Dalam pengejaran laba mereka, kaum kapitalis menyebabkan kemiskinan yang begitu parah sehingga jutaan, bahkan milyaran rakyat dunia terlempar keluar dari kelas buruh dan menjadi kaum miskin kota, anak-anak jalanan, pengemis, pengangguran, pedagang-pedagang asongan, dsb. Mereka ini terlempar ke dalam satu kondisi yang menggenaskan, hidup tak menentu, terseret ke dalam lembah keterbelakangan yang pekat.

Bagaimana dengan kelas tani yang adalah mayoritas di negeri kita ini? Kondisi hidup kaum tani yang teratomisasi membuatnya tidak cukup terorganisir untuk bisa menantang kapitalisme secara serius. Kepentingan utama mereka yang sempit juga membuatnya tidak konsisten.
Sejak akhir 1980an, kelas buruh Indonesia jumlahnya semakin meningkat, sedangkan jumlah petani semakin menurun. Buruh di sektor manufaktur meningkat dari 8,2% pada tahun 1986 sampai ke 12,4% pada tahun 2007. Pada waktu yang sama, jumlah pekerja di sektor pertanian menurun dari 55,1% hinggal 41,2%. Namun yang cukup penting juga adalah kontribusinya pada Produk Domestik Bruto. Pada tahun 2007, walaupun hanya mencakup 12,4% lapangan kerja, buruh manufaktur berkontribusi ke PBD sebesar 26,9%, sedangkan sektor pertanian dengan 41,2% lapangan kerja hanya berkontribusi 14,9% PBD. Selain itu, secara umum kita juga melihat peningkatan jumlah pekerja upahan, dari 26,4% pada tahun 1986 ke 38,5% pada tahun 2007. Sedangkan jumlah pekerja berusaha sendiri dan pekerja keluarga/tidak dibayar (sektor informal, nelayan, dan tani) menurun dari 73% ke 58.6% pada jangka waktu yang sama. Jadi kita bisa melihat bahwa kaum buruh Indonesia sedang meningkat jumlahnya dan juga posisi ekonominya.

Dengan demikian, adalah tugas kelas buruh untuk memimpin kelas-kelas yang lain dalam melawan kapitalisme. Tetapi kepemimpinan ini tidak bisa hanya diserukan saja, ia harus diraih. Buruh, dengan serikat-serikat buruhnya, harus memperhatikan tuntutan-tuntutan dari kelas tertindas lainnya, dan menunjukkan kepada sekutunya bahwa ia tulus ingin memenuhi tuntutan-tuntutan mereka. Hanya dengan memperhatikan secara seksama masalah-masalah yang dihadapi oleh kelas-kelas lainnya maka kaum buruh bisa meraih kepemimpinan di dalam gerakan.

Terhadap masalah agraria yang dihadapi jutaan petani di Indonesia, kaum buruh menjawab: hanya nasionalisasi tanah-tanah milik perkebunan besar dan tuan tanah besar dan pembagiannya oleh serikat-serikat tani yang akan dapat menyelesaikan masalah agraria di Indonesia. Namun tidak cukup hanya dengan memberikan lahan kepada petani-petani gurem, mereka harus bisa berproduksi. Nasionalisasi perbankan untuk memberikan kredit murah kepada para petani. Nasionalisasi industri-industri traktor, petrokimia (pupuk), dll untuk menyediakan peralatan dan persedian pertanian yang murah kepada petani.

Kemudian kolektivisasi pertanian harus dilakukan dengan sukarela. Dengan menasionalisasi agribisnis-agribisnis besar dan menjalankannya dengan ekonomi terencana, yang tentu akan memberikan tingkat produksi lebih tinggi dibandingkan dengan lahan-lahan pertanian perseorangan, niscaya dalam jangka panjang para petani perseorangan akan ingin bergabung dengan kolektif. Ini hanya bisa dipastikan bila industri-industri nasional mampu digalang untuk menyediakan traktor, pupuk, teknologi, dsb. yang merupakan persyaratan untuk tingkat produksi pertanian yang tinggi.
Bila para petani perseorangan sudah merasa yakin kalau kemakmurannya akan terjamin di dalam kolektif, setelah menyaksikan betapa produktifnya kolektif tersebut, mereka akan bergabung dengan sukarela. Maka dari itu, ketegasan kelas buruh dalam menasionalisasi industri-industri besar adalah satu-satunya jalan untuk bisa memenangkan kelas tani ke dalam barisannya.

Terhadap masalah penggangguran, yakni 20 juta pengangguran terbuka dan 60 juta lainnya yang terpaksa bekerja di sektor informal karena tidak adanya pekerjaan yang layak, ini hanya bisa diselesaikan dengan menggalang seluruh perekonomian nasional ke dalam satu ekonomi terencana. Sistem ekonomi kapitalis pada esensinya adalah sistem yang anarkis, yang tidak ada rencana selain mendapatkan laba. Kapitalisme tidak peduli bila mayoritas penduduk Indonesia menganggur atau mengais sampah untuk hidup. Sistem ini harus diubah dengan menasionalisasi ekonomi-ekonomi penting (perbankan, besi-baja, migas, petrokimia, batu-bara, listrik, air, dsb) dan menjalankannya di bawah kontrol demokratis buruh. Dengan ini, seluruh perekonomian bisa diatur sedemikian rupa sehingga potensi produksi dari 80 juta rakyat ini dapat digunakan untuk membangun bangsa ini. Tidak ada satupun orang yang harus menganggur. Kita membutuhkan begitu banyak guru, dokter, suster, insinyur, peneliti; sungguh tidak ada kekurangan pekerjaan untuk semua rakyat Indonesia.
Jutaan nelayan tradisional menghadapi kesulitan bersaing dengan kapal-kapal troll besar. Mereka kalah modal, kalah teknologi, terikat oleh tengkulak-tengkulak, tertekan oleh kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak berpihak padanya. Dengan menasionalisasi perbankan, pemerintahan buruh yang baru akan bisa memberikan kredit murah untuk para nelayan miskin. Industri pengelolahan produk laut yang dinasionalisasi akan berpihak pada nelayan tradisional, dimana  hasil nelayan akan dibeli dengan harga yang pantas sehingga mereka tidak diperas oleh tengkulak-tengkulak. Undang-undang kelautan dan perikanan yang berpihak pada nelayan-nelayan kecil juga harus menjadi perhatian gerakan buruh.

Buruh harus mengambil kepemimpinan politik untuk memajukan program-program di atas, hanya dengan ini maka buruh bisa menjadi pemimpin pergerakan dan menyatukan semua kelas tertindas ke dalam barisannya. Inilah makna dari slogan “Buruh Berkuasa Rakyat Sejahtera”. Slogan ini harus direalisasikan dengan program-program yang merangkul masalah-masalah yang dihadapi oleh semua kelas lainnya. Tidak cukup seraya membina hubungan dengan organisasi-organisasi tani dan nelayan. Tidak cukup seraya membentuk front-front. Buruh harus meyakinkan sekutu-sekutunya bahwa ialah satu-satunya kekuatan yang tulus dan mampu membawa program ini sampai akhir, bahwa sosialisme adalah satu-satunya jalan untuk menyelesaikan semua permasalahan masyarakat Indonesia.
Selain itu, untuk berkuasa, buruh tidak dapat mengandalkan serikat buruh saja. Serikat buruh cenderung bersifat ekonomis dan hanya mengedepankan tuntutan-tuntutan sempit untuk anggotanya saja. Bahkan dalam skenario terbaik yakni di Italia dimana kira-kira 50% buruh terorganisir di dalam serikat buruh, sebagian besar kaum buruh masih ada di luar serikat buruh. Jadi serikat buruh tidak bisa mewakilkan semua buruh. Dibutuhkan sebuah partai politik yang berdasarkan kelas buruh dan merangkul kelas-kelas tertindas lainnya. Hanya partai politik yang memungkinkan buruh untuk membentuk program politik yang jelas.

Dalam merangkul kelas-kelas tertindas lainnya, buruh harus selalu menjaga kemandirian kelasnya sendiri, karena hanya kemandiriannya yang bisa menjamin terlaksanakannya program-program di atas. Sering kali banyak tekanan untuk menumpulkan program demi persatuan. Namun tidak ada jalan pintas untuk memenangkan kepercayaan dari kelompok tertindas lainnya. Justru bila buruh tegas dan teguh, maka kaum tani, nelayan tradisional, KMK, akan melihat bahwa hanya buruhlah yang bisa memberikan kepemimpinan. Buruh harus percaya pada kekuatannya sendiri di tengah masyarakat kapitalisme yang merampok semua rasa percaya diri rakyat pekerja dan membuatnya lemah. Buruh harus percaya bahwa hanya dengan mengambil kekuasaan politik dan ekonomi ke tangannya maka rakyat Indonesia akan meraih kesejahteraan yang sesungguhnya.

Sumber :  http://www.militanindonesia.org
Baca Selengkapnya...

Monday, 17 June 2013

Pemimpin “BUTA”, Rakyat Menderita

Oleh: Ahmad Anwar Musyafa’
  Peneliti di monash institute dan ativis HMI

      Pemimpin biasanya memiliki kemampuan yang bisa mengatur dan mensejahterakan rakyatnya, bukan menindas dan mempmperdaya rakyat, terutama masyarakat yang terpinggirkan. Akan tetapi di indonisia ini banyak sekali pemimpin yang bersikap Dzolim terhadap rakyat-rakyat kecil yang tidak mampu untuk menghidupi dirinya sendiri, hal itu banyak terjadi dari masing-masing wilayah di indonisia. Kita sebagai masyarakat biasa sangat prihatin terhap kepemimpinan zaman sekarang, sebagai pemimpin seharusnya bisa member contoh dan tauladan yang baik kepada rakyatnya. Tapi malah sebaliknya, contoh dan tauladan yang di berikan pemimpin kepada para rakyat-rakyatnya khususnya ”lebih kejih dari pada air kencing seekor anjing”, mengapa demikian saya ucapkan kata itu, karena pemimpin kita saat inisangat egoiz dan menggunakan kekuasaan sebagai alat untuk memperkaya diri. Contohnya: korupsi, kasus kekerasan, dan yang lebih parah lagi adalah menonton film porno ketika sidang berlangsung dan masih banyak contoh lainnya yang tidak mungkin untuk disebutkan satu per satu. Apakah itu yang dinamakan pemimpin yang baik?.
      Pada saat pemilu, rakyat-rakyat kecil yang memiliki masalah ekonomi kurang baik apakah yang dia dapatkan?, bukan lain hanyalah uang, sembako, dan propaganda-propaganda yang di berikan TIMSES (tim sukses) kepada mereka supaya memilih kandidat yang telah mereka tentukan. Kita sebagai rakyat yang kurang memiliki ekonomi yang mumpuni otomatis sebagian dari kita pasti ada yang menerima dan mengiyakan ajakan tersebut, maka dari itu boleh di bilang, harga diri seorang pemimpin bisa di tentukan dengan uang. Itulah pemimpin zaman sekarang.
      Berdasarkan kasus-kasus diatas apakah kita  diberi contoh dan dan tauladan yang baik dari pimpinan kita pada masa sekarang ini. Pemimpinnya saja begitu, apalagi rakyatnya. Katanya indonesia menginginkan supanya krisis ekonomi bisa membaik, tapi malah sebaliknya. krisis ekonomi kita saat ini sangat buruk, tingkat pengangguran sangat banyak, dan harga sembako serta BBM rencananya akan di naikkan lagi, sedangkan rakyatnya saja tidak begitu di perhatikan.
      Pemimpin yang baik seharusnya berani mengambil resiko dalam hal membangun dan memajukan negaranya, bukan hanya berani lempar batu sembunyi tangan. Yang hanya mengandalkan bawahan-bawahannya, padahal bahannya tersebut belum tentu bisa di andalkan. Untuk bisa menjadi pemimpin yang baik Seharusnya mempunyai sedikitnya empat prinsip dasar ketika menjalankan pemerintahannya. Saat ini kita sangat merindukan sosok pemimpin yang bisa mengayomi dan memberikan kesejahteraan buat rakyat, hal itu sungguh menjadi idaman bagi seluruh rakyat indonisia dan khususnya rakyat kecil yang terpinggirkan. Empat dasar tersebut adalah: Selalu bertukar pikiran demi kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya, berfikir secara manusiawi dalam menangani suatu masalah, berfikir untuk maju dan percaya akan maju bersama, luangkan waktu untuk berunding sendiri.

Selalu bertukar pikiran demi kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya
      Artinya adalah: seoarang pemimpin harus sering berhubungan dengan rakyat-rakyatnya teruma rakyat yang terpinggirkan, supaya pemimpin bisa mengetahaui kekurangannya dan bisa membenai dengan adanya hubungan itu. Tapi sampai sekarang kita belum menemukan sosok pemimpin yang mempunyai jiwa sosial  yang seperti itu.

Berfikir secara manusiawi dalam menangani suatu masalah
      Sebagai pemimpin seharusnya memiliki kontrol dan pengendalian emosi, supaya bisa menyelesaikan masalah dengan kepala dingin, bukan seenaknya saja dalam menyelesaikan suatu masalah yang tau-tau akan mengakibatkan kerugian pada rakyat yang tidak tau asal-usul masalah itu.

Berfikir untuk maju dan percaya akan maju bersama
      Sosok pemimpin harus mempunyai cara bagaimana untuk bisa memajukan keadaan rakyatnya yang terpuruk seperti saat ini, terutama bidang ekonomi dan pengangguran pemuda desa yang kesulitan mencari kerja serta memberikan beasiswa kepada anak-anak desa yang takut akan mahalnya biaya kuliah. Jika hal itu dilaksanakan pemimpin kita zaman sekarang mungkin keterpurukan ekonomi kita tidak akan semakin memburuk, melainkan Negara kita akan mengalami perubahan yang kita idam-idamkan yaitu memajukan indonisiadalam bidang ekonomi supaya tidak terlibat dalam urusan utang Negara.

Luangkan waktu untuk berunding sendiri
      Sebagai pemimpin seharusnya jangan di buat pusing. Dan pemimpin harus mempunyai waktu untuk menenangkan dan merenungkan diri untuk berunding dengan diri sendiri tentang keadaan rakyat. Kalau saja rakyat tidak di persulit seperti zaman sekarang, mungkin pemimpin kita akan tenang dan tentram.
      Andai saja pemimpin kita memiliki sedikitnya empat dasar tersebut maka kemungkinan besar Negara kita akan tenang dan tentram serta akan menuju padakeinginan yang selama ini kita idam-idamkan, Tidak ada satupun korupsi dan tidak ada kekerasan dalam Negara kita ini. tapi kenyataannya pemimpin kita sekarang hanya mementingkan dirinya sendiri tak menghiraukan rakyat yang menderita dan terpinggirkan. Itulah sebab Negara kita ini tidak bisa maju dan selalu terpuruk dalam bidang apapun.
      Sebenarnya Negara memiliki kekayaan alam yang sangat tinggi, tapi pemimpin-pemimpin kita kurang begitu memperhatikannya sehingga kekayaan yang seharusnya kita miliki begitu mudahnya di ambil alih oleh Negara lain. Contoh: PT. Freeport yang menambang emas dan timah di papua itu milik siapa?, itu bukan milik indonisia melainkan milik orang berkebangsaan Amerika srikat (AS). Coba kita bayangkan dengan keadaan masyarakat di sana, yang mengalami krisis pangan dan dan yang lainnya. Tidak bisa disalahkan kalau masyarakat papua terus bentrok sama aparat-aparat. Itulah sebabnya kalau pemimpin kita egois, dan rakyat yang seharusnya mendapat perhatian lebih malah sebaliknya.
      Pada kesimpulannya boleh dikatakan bahwa “Negara kita yang sudah merdeka ini tapi masih saja di jajah”, karena ulah dari pemimpin-pemimpin kita yang egois dan mengandalkan kekuasaannya sebagai alat untuk memperkaya diri. Wallahu a’lam bi al-shawab.

Sumber :  http://www.rimanews.com/read/20120901/74025/pemimpin-buta-rakyat-menderita
Baca Selengkapnya...

Sunday, 16 June 2013

REVOLUSI KAUM BURUH


kami satu : buruh
kami punya tenaga
jika kami satu hati
kami tahu mesin berhenti
sebab kami adalah nyawa
yang menggerakkannya
(Wiji Thukul, “Makin Terang Bagi Kami”)

Bila buruh adalah konsekuensi sebuah ideologi, maka perjuangan kelas buruh menjadi niscaya, bukan wacana. Karenanya ada satu basis nilai yang kita lebih unggulkan dibandingkan dengan yang lain, sampai titik konsekuensi tertinggi seorang manusia, yakni mati, sebagai tumbal perjuangannya. Dalam hal ini, kematian bukan sesuatu yang ditakuti, tetapi dikejar, dituju, didamba, karena keyakinannya sudah mentok setiap yang bernyawa pasti mati. Tugas manusia yang masih hidup adalah bagaimana memperbarui kualitas hidup agar dapat meninggalkan memori indah bagi generasi selanjutnya. 
  
Perjuangan, kematian, dan transendensi adalah sebuah rangkaian takdir kemanusiaan yang sambung menyambung. Kita punya pilihan untuk membela nasib manusia [yang kebetulan berprofesi] buruh sebagai tanggung jawab kemanusiaan kita. Ia punya nilai sakral. Itulah yang dilakukan oleh Chun Te-il, tokoh besar perjuangan buruh Korea. Ia mati muda akibat membakar diri dalam usia 22 tahun saat berhadapan dengan penguasa. Sehingga, masuk serikat bukan lagi wacana karena hanya melalui saluran itulah perjuangan buruh lebih bermakna. Setiap gerakan pasti berkonsekuensi ke darah daging juga sehingga teologi dan kultur kita meresap di dalamnya.

Ideologi buruh tidak hanya ditemui dan dirasakan dalam ruang rapat. Aksi peringatan May Day, audiensi dengan parlemen, atau training legislasi, itu semua cuma program teknis. Bentuk, besaran, dan dinamikanya bisa beragam. Kegiatan semacam itu bisa berlangsung karena mungkin akibat efek sentimentil buruh bergaji rendah. Bila kita bergaji belasan hingga dua puluhan juta rupiah perbulan, sedangkan pada saat yang sama UMR cuma Rp1 juta rupiah, belum tentu sebuah aksi buruh bisa terlaksana. Jangankan membuat kegiatan, sekadar berkumpul saja mungkin sulit. Akan muncul alasan-alasan pribadi agar kita dimaklumi untuk absen rapat atau mengadvokasi rekan buruh lain.

Artinya, alam bawah sadar kita masih dalam jaring kapitalisme. Ada posisi dalam struktur sosial yang kita nikmati dan tidak ingin kita ubah. Istilah Lenin, masih ada pikiran-pikiran borjuis dalam minda kita sehingga kita ambigu dalam bersikap. Perasaan ajeg dan mapan dalam kondisi ini disebut feodal, citra kapitalis dalam wajah kultural. Inilah penjara terbesar kita, dajjal atau iblisnya minda kita, yang menghambat kenapa gerakan buruh tidak muncul, apalagi militan dan progresif. Andai pun ada, hanya sporadis dan terakumulasi pada buruh bergaji rendahan, yang memang terpaksa melawan perilaku korporasi dan kebijakan negara sekeras mungkin daripada mati perlahan-lahan.

Buruh feodal itu bukan orang bodoh, bukan orang yang tidak punya kekuasaan struktural, bukan pula orang yang tidak punya hati nurani. Namun, watak ingin selamat sendiri dan perlakuan istimewa dari manajemen membuat rasa kemanusiaan hilang dalam sekejap. Apa yang bisa kita tuntut dari orang-orang yang kerjaannya pergi pagi pulang sore dari Senin hingga Jumat hanya untuk bekerja, dan Sabtu-Minggu untuk bercengkrama bersama keluarga?

Buruh penjilat yang pintar membaca situasi itu diistilahkan Chun Tae-il sebagai ‘orang pintar dan bijaksana’. Sedangkan Tae-il lebih memilih di posisi ‘orang bodoh’ yang mau begitu saja melawan manajemen. Tae-il ‘bodoh’ karena ingin nilai-nilai kemanusiaannya yang selama ini dirampas atas nama jam kerja yang panjang, gaji yang rendah, dan sistem yang tidak jelas, bisa dikembalikan ke ‘buruh bodoh’.

Korporasi pun juga tidak kalah gesitnya dalam menyiasati kondisi tersebut. Panggung musik dan kompetisi olahraga diadakan dalam menyambut hari buruh. Kesannya memang baik. Namun dibalik itu semua tersembul upaya memecah konsentrasi buruh agar mereka sibuk di tempatnya masing-masing dan tidak termobilisasi dalam sebuah aksi massa. Demontrasi adalah proses aktualisasi diri. Kapan lagi bisa bolos kerja dengan tenang, dan masuk TV pula?

Buruh pada dasarnya adalah tungku kapitalisme. Mereka bekerja bukan atas kemauannya sendiri. Keberadaan serikat buruh pun dalam konteks ini adalah keterpaksaan lanjutan sebagai konsekuensi ketertindasan. Serikat itu ada dalam hati buruh mulai pukul 08:00 hingga 17:00. Tapi setelah jam 17 hingga 7 pagi tidak ada serikat. Handphone yang off setibanya di rumah buruh bisa dimaknai sebagai ketidakinginan diusik dengan masalah industrial.

Realitas, basis ideologi

Ideologi tidak lepas dari tiga hal yang ketiga hal tersebut mengarah pada penyelesaian satu problem. Problemnya adalah realitas. Realitas adalah kenyataan. Mungkinkah kita dapat melepaskan diri dari kenyataan? Tidak mungkin. Pada saat yang sama, kita tahu bahwa kenyataan itu terbatas. Keterbatasan itu reduksi. Sebuah reduksi sangat dicurigai sebagai konstruksi, bikinan, rekayasa, manipulasi, ekspolitasi suatu sistem lain.

Bila kenyataan itu sesuatu yang terbatas, bagaimana mungkin kita tidak pernah bisa lepas dari kenyataan? Darimana kita bisa harus menganggap kenyataan sebagai sesuatu yang permanen atau nisbi?

Bila realitas hanya dipahami sebagai kenyataan [sosial] saja dan kita memahami bahwa kita tidak bisa lepas dari realitas sosial itu, sedangkan kenyataannya realitas sosial itu sesuatu yang terbatas, sesuatu yang empirikal, material, dimensional, maka pada saat itu juga kita sudah masuk dalam pikiran materialistik. Struktur pengetahuan kita, sampai kapan pun juga materialis. Kita beragama, agama kita materialis.

Sifat ideologi materialis adalah mempriorkan simbolisasi dan mengingkari substansi. Dalam kitab suci disebutkan bahwa yang namanya surga adalah sebuah tempat yang di dalamnya ada sungai-sungai susu dan madu, pepohonan rindang yang berbuah lebat. Bagi warga Timur Tengah, penggambaran surga seperti itu mungkin sudah luar biasa karena tanah mereka gersang dan tidak ada sungai yang jernih.

Sedangkan bagi warga Nusantara, penggambaran surga semacam itu tidak luarbiasa karena alam Nusantara memang elok nian. Apabila realitas dipahami sebagai kenyataan empiris saja, maka kita pasti sudah tersungkur dalam ideologi materialisme. Begitu pun, ketika anda naik haji atau ziarah ke Yerusalem, tahajud atau kebaktian, ke masjid atau gereja, semua ibadah itu adalah ibadah materialis. Ketika ibadah itu dilakukan, maka pasti ada yang struktur penzaliman bagi orang lain.

Kita tidak boleh peduli dengan struktur teologi yang dipakai seseorang untuk membenarkan perilaku sosial jahatnya. Tapi mengapa masih banyak kalangan yang tidak bisa memisahkan perilaku keagamaan dengan nilai ajaran itu sendiri? Karena struktur pengetahuannya tidak tertata dengan utuh. Biasanya kerancuan berpikir (logic fallacy) terjadi karena tidak terbiasa mengasah logika dan ogah mengkaji filsafat.

Bentuk pengaburan realitas inilah yang mesti kita bongkar. Seolah-olah pencitraan langit karena kesalehan individual sudah cukup menutupi perilaku zalimnya di masyarakat buruh. Yang menghambat kita melakukan pembongkaran karena realitas-realitas langit itu dianggap lebih nyata daripada realitas sosialnya. Padahal penguasa modal berjubah kesalehan itu sendiri adalah makhluk material, kasat mata, dan bukan sebentuk hologram. Yang tidak terbiasa dilakukan oleh banyak kalangan adalah memposisikan secara bijak suatu realitas yang terukur dengan realitas lain yang tidak terukur.

Berarti realitas tidak hanya berkenaan dengan kenyataan, yang terbatas, berdimensi, dsb. Realitas punya makna selain kenyataan. Sesuai dengan asal katanya, real-itas, riil, maka realitas juga punya arti keberadaan. Keberadaan bermakna lebih luas dari kenyataan. Kenyataan hanya mengacu pada dimensi material, sedangkan keberadaan mengacu pula pada wilayah non-material.

Artinya realitas itu sesuatu yang tidak terbatasi oleh alam materi saja, namun juga meliputi alam-alam non-material. Tentu saja munculnya pengetahuan didahului oleh kesadaran subjek akan objek luar dan kemenyatuan dengan objek luar tersebut. Mustahil kita bisa mengetahui ada tembok di hadapan kita bila tidak ada kesadaran kita subjek dan tembok objek sebagai dua hal yang berbeda. Selanjutnya kehadiran tembok tidak akan bermakna ketika kita tidak memahami konsekuensi adanya tembok di hadapan kita yaitu terhalanginya kita untuk melangkah ke depan atau tempat lain.

Artinya, kesadaran itu akan melahirkan pada tindakan, apakah tembok itu kita diamkan begitu saja, atau kita robohkan, atau kita mencari alternatif jalan lain. Sistem pengetahuan ini akan menyadarkan kita tentang keterkaitan antara alam satu dengan yang lainnya. Sebuah benda material yang dicerai-beraikan belum tentu terlihat keberadaannya, apalagi benda non-material. Namun kita sadari bahwa tidak ada alam yang terputus atau terpisah secara tegas.

Begitu pun dengan buruh. Buruh bisa menyikapi manajemen perusahaan yang tidak menganggap buruh sebagai aset sebagai bagian dari takdir Tuhan. Atau disikapi secara individual agar bisa meraih kedudukan istimewa di mata atasan (baca: injak buruh yang lebih di bawah dan jilat yang di atas). Atau kesalahan sistem itu disikapi sebagai sinyal pembongkaran sistem lama dan penggantian dengan sistem perburuhan yang lebih manusiawi. Opini tiap buruh bisa berbeda-beda dengan perusahaan dan mengisyaratkan adanya perpecahan internal. Dengan keberadaan serikat, dialektika di antara sesama buruh bisa dilokalisir dan buruh selalu punya sikap politik yang solid.

Membungkus Isu

Great acts are made up of small deeds.” (Tindakan besar tersusun dari tindakan-tindakan kecil) (Lao Tzu, 600 – 531 SM).

Kesadaran adalah efek dari eksistensi/realitas/keberadaan/wujud. Ada keberadaan yang dimensional, ada pula yang non-dimensional. Keberadaan yang dimensional terbatas. Seluruh pengetahuan yang berkonsepsi pada hal ini, niscaya terbatas. Sedangkan keberadaan non-dimensional, ada yang terbatas dan ada pula yang tak terbatas. Non-dimensional yang terbatas, seperti partikel dan gelombang, hakikatnya sama saja dengan keberadaan yang dimensional, tidak mungkin dijadikan prinsip, yakni titik akhir dari struktur pengetahuan yang membuat kita berkonsekuensi akhir, hidup atau mati. Karena prinsip harus universal, maka ia mengacu pada sesuatu yang sederhana.

Perjuangan buruh cenderung hilang momentum di tengah-tengah masyarakat, padahal ia merupakan kelas signifikan dalam sebuah negara, karena ketidakpiawaian dalam membungkus isu. Hal ini dikarenakan ketidakmampuan merangkaian isu mana yang universal dan mana yang partikular. Petani, nelayan, mahasiswa, PNS, pemuda, dan pelajar tidak mungkin diajak demo tentang outsourcing dan pekerja kontrak bila serikat buruh tidak membungkus dengan isu yang lebih universal sehingga menjadi kebutuhan dan kepentingan bersama.

Ketidakmampuan membahasakan isu tersebut ternyata bukan sekadar masalah biasa atau tidak biasa, tapi lebih mendasar lagi, yaitu kemampuan melihat ruang permainan politik yang lebih luas. Bahwa buruh itu besar dari segi jumlah, iya. Tapi kenyataan pula bahwa serikat buruh krisis SDM sehingga daya ledaknya dalam setiap aksi massa tidak semeriah seminar penjaja intelektualitas di hotel-hotel berbintang.

Selain itu, isu universal yang mereka mainkan masih kalah ciamik dengan isu-isu politik lokal karena isu tersebut tidak didasari oleh tendensi teologis. Saat ini isu teologi hanya dipakai untuk kampanye pilkada dan alat legitimasi rezim. Tapi sesungguhnya nilai-nilai teologi jauh lebih luhur dan mendukung perjuangan kaum tertindas.

Agama menjadi milik elit dan golongan tertentu, bukan lagi barang milik rakyat. Karena hegemoni yang intens, kalangan awam pun takut menggunakan idiom agama dalam setiap aksinya. Akibatnya, nilai-nilai perjuangan buruh pun didikotomikan dengan nilai-nilai keagamaan. Perjuangan buruh dilabeli selalu bernilai komunis dan anti Tuhan. Inilah yang membuat perjuangan buruh berbeda-beda dan cenderung sulit akur karena mendramatisir masalah dirinya.

Perjuangan manusia sepanjang hayat adalah mencapai kemerdekaan. Dan perjuangan selalu membutuhkan pengorbanan. Batas akhir pengorbanan adalah kemenangan atau kematian. Kematian di jalan kebenaran, membela nilai-nilai kemanusiaan adalah kematian yang agung. Pelakunya adalah martir, syahid. Tujuan akhir hidup manusia adalah mati dalam kondisi peduli dan membela nasib kaum tertindas, di mana buruh adalah mayoritasnya.

Manusia punya empat tipe perjalanan hidup: 1] ada yang awal hidupnya buruk, akhirnya berubah menjadi baik, 2] ada yang awalnya buruk akhirnya pun buruk, 3] ada yang awalnya baik, di akhir hidupnya buruk, 4] ada pula yang awalnya baik dan akhirnya pun baik. Kita ingin akhir hidup kita di tipe manusia yang keempat itu, awal dan akhir yang baik…


Sumber : http://anditoaja.wordpress.com/2009/01/13/revolusi-kaum-buruh/
Baca Selengkapnya...

Saturday, 15 June 2013

NEOLIBERALISME DAN PERJUANGAN BURUH


Perbincangan mengenai nasib buruh tidak akan pernah mendapati ujung ketika kompetisi modal diberi ajang yang lebar, ketika sistem memberikan penghormatan terhadap kepemilikan pribadi. Dan eksploitasi membabibuta terhadap buruh bisa diawali dari fakta ini, dimana buruh sudah dipandang sebagai komoditas yang bebas diperlakukan untuk melipatgandakan keuntungan dari modal yang telah ditanam.

Tragis, tentu inilah jawaban kita. Karena ini penggambaran betapa rendahnya penghargaan terhadap nilai kemanusiaan. Ungkapan-ungkapan agung yang sering kita dengar dalam kitab-kitab suci seperti cinta kasih, derma, keadilan, integritas, persamaan, dll. kini benar-benar telah  sirna, terbang, mendebu, tersapu arus keserakahan para pengenggam kekuatan modal.
Deskripsi faktual di atas memberi penegasan teologis dan filosofis bahwa ada perubahan besar di dalama cara kerja manusia dalam membangun pedababan. Benar, Marx, dalam The Communist Manifesto, yang ditulis pada abad ke-19, telahmenyatakan bahwa sejarah semua masyarakat, baik dahulu maupun kini, adalah sejarah perjuangan kelas, yakni antara penindas dan yang ditindas, namun nilai-nilai kemanusiaan masih bisa kita jumpai dalam banyak ruang. Tapi hari ini kita akan menemui hal yang samasekali berbeda. Seluruh ruang, jalan, garis, bahkan tempat yang paling dianggap sakral pun, sudah menjadi tempat kegiatan penambangan keuntungan – tempat untuk melipatgandakan modal.

Ini sebuah pergeseran yang fundamental. Mengapa? Pertama, hari ini, pondasi nilai yang menjadi landasan bagi manusia untuk bertindak hari ini benar-benar hancur, menjadi serpihan-serpihan buram; kedua, hari ini, harkat kemanusiaan telah meluruh, sejajar dengan harkat barang. Dan kondisi buruk ini, yang tampak mata, yang secara nyata keberadaannya telah dikomoditaskan, adalah kaum buruh.

Kaum buruh, yang dihargai selayaknya komoditas ini, yang secara sosiologis bukanlah sebuah kelas yang bebas, kondisinya semakin hari semakin bertambah buruk. Ini berlaku di banyak negara, terutama di negara terbelakang seperti Indonesia, dimana buruh menghadapi tantangan berat globalisasi dan neo-liberalisme yang meniscayakan migrasi bebas modal dan tenaga kerja di seluruh dunia.

Kaum buruh di Indonesia yang mayoritas pekerja industri (the blue collar) yang tidak memiliki keunggulan kompetitif dipastikan akan menjadi komoditas kekuasaan modal yang bernilai jual rendah. Sehingga ketika terjadi fase liberalisasi ketenagakerjaan lintas negara, kaum buruh di Indonesia akan gagal bersaing dan tersisih.

Realitas ekonomi-politik dengan putaran globalisasi neoliberal akan berdampak sosio-ekonomi-politis bagi kehidupan kaum buruh di Indonesia. Angka kemiskinan permanen akan melanda kehidupan kaum buruh di Indonesia yang ber-upah murah. Karena kaum buruh yang posisi tawarnya rendah akan terjebak dalam skenario politik upah murah sedangkan laju harga kebutuhan hidup semakin menanjak karena desakan privatisasi dan liberalisasi.

Neoliberalisme merupakan sebuah ideologi dan sekaligus strategi. Poin penting dari neoliberalisme adalah menciptakan buruh murah demi akumulasi modal yang berlipat. Neoliberalisme, sebagai sebuah strategi, mengusahakan terselenggaranya swastanisasi (privatisasi), pemotongan bantuan makanan dan perumahan, melipatgandakan penjara, perayaan hukuman mati, memecah belah serikat buruh, memagari tanah, upah rendah, keuntungan lebih tinggi, terorisme keuangan, menggantikan orientasi ekspor dengan pembangunan impor, mobilitas kapital bebas, memecah belah imigran, menonjolkan rasisme, anti gerakan feminis, mengintensifkan perang terhadap petani, mempercepat komodifikasi alam atas nama kebebasan, efisiensi dan keuntungan. Semua ini tentu bukan untuk kemakmuran bersama, tetapi untuk sekelompok pemilik modal besar dan pengendali kekuasaan.

Istilah ini memang sudah familiar di kalangan buruh, namun secara detail, susah untuk dipahami. Friedman, 1962, memberi arti pada istilah ini sebagai ‘kemerdekaan’ atau ‘kebebasan’ (freedom).  Menurut peraih nobel dalam bidang ekonomi tahun 1976 tersebut, dalam bukunya, Capitalism and Freedom, yang juga dianggap sebagai salah satu penggagas ide-ide neoliberalisme, freedom adalah konten inti dari neoliberalisme. Menurutnya, kemerdekaan ekonomi merupakan keharusan untuk menuju kemerdekaan politik.

Tentu, ini sangat menggelikan. freedom adalah kata yang mengundang banyak tafsir, tergantung siapa yang menafsirkan. Jika yang menafsirkan para pemilik modal, freedom, sudah barangjadi, sebuah kebebasan untuk merampok kekayaan banyak orang melalui legalitas-legalitas yang dibayar; bebas mengendalikan kekuasan, atau paling tidak ikut campur dalam pembuatan kebijakan-kebijakan, karena mereka memiliki sejumlah besar kekuatan.

Istilah yang sering kita dengar dari neoliberalisme, dan ini menjadi acuan perlawanan bagi kaum buruh, adalah paham yang menekankan jaminan terhadap kemerdekaan dan kebebasan individu melalui pasar bebas, perdagangan bebas, dan penghormatan terhadap sistem kepemilikan pribadi. Dan perlawanan kaum buruh melalui serikat-serikat buruh merupakan ancaman besar bagi mereka. Sebisa mungkin mereka akan melakukan intervensi dalam pembuatan kebijakan perburuhan, atau, siap membayar para pembuat UU perburuhan yang merugikan kaum buruh. Akibatnya, dampak dari penerapan kebijakan neoliberalisme ini, terjadi pergeseran hubungan kerja antara buruh dengan perusahaan dari hubungan kerja yang bersifat tetap menjadi hubungan kerja bersifat kontrak atau tidak tetap. Secara legal, pergeseran itu tertuang dalam UU. No. 13/2003.

Di bawah syarat-syarat kerja yang baru, kehidupan buruh kontrak ini lebih buruk dari sebelumnya, karena buruh kontrak sering mendapatkan upah jauh di bawah ketentuan upah minimum. Selain itu, buruh kontrak juga tidak memperoleh cuti haid dan melahirkan, cuti tahunan, serta cuti berobat ke rumah sakit. Jika buruh kontrak sakit dan tidak bisa masuk kerja, otomatis pendapatan mereka berkurang, dan siap-siap diputus kontraknya secara sepihak. Buruh kontrak juga tidak diperbolehkan untuk bergabung dengan serikat buruh di  tingkat pabrik, jika melanggar ketentuan ini, mereka bisa gigit jari karena perusahaan bisa memecatnya kapan pun. Ya Allah!
Melihat fakta yang menyakitkan ini, membangun serikat buruh progresif, membangun kesadaran politik dan kesadaran kelas, adalah hal yang perlu. Gerakan Buruh di Indonesia selama beberapa tahun terakhir sepertinya telah mengalami disorientasi dan kemandekan radikalisme sosialnya. Gerakan buruh yang  menjadi kekuatan pendobrak kediktatoran Orde Baru diakhir 90-an meredup menjadi  sekadar gerakan kritis atas kebijakan politik perburuhan yang anti-kepentingan buruh. Banyak serikat atau organisasi buruh yang semula mekar tumbuh di awal reformasi sekarang hidupnya kembang kempis. Di negeri ini mungkin hanya 1-2 serikat buruh yang memiliki basis massa progresif, visi, ideologi, kesadaran kelas, dan platform politik yang jelas.

Untuk membangun basis massa progresif, visi, ideologi, kesadaran kelas, dan platform politik yang jelas serta untuk mencapai kemenangan dalam perjuangan pembebasan buruh bukanlah hal yang mudah. Para organiser buruh harus mampu menganalisa faktor-faktor obyektif dan subyektifnya. Faktor-faktor obyektif berarti terkait dengan kondisi riil penindasan yang tengah dihadapi buruh. Sedangkan factor-faktor subyektif terkait dengan kesiapan untuk melakukan perlawanan, panggung-panggung politik seperti apa yang harus diciptakan, dan sudah sejauh mana capaian buruh atas kesadaran politik dan kelasnya.

Hal penting yang sering terjadi dan perlu segera diantisipasi, bahwa para kader pegiat gerakan buruh seringkali terilusi oleh jargon-jargon “demokrasi” yang diluncurkan oleh beberapa organisasi progresif yang sebenarnya para kaki tangan pemilik modal. Demokrasi liberal yang cenderung memberi peluang bagi segelintir pemilik modal sudah tidak relevan sebagai basis pijak dalam membebaskan buruh dari penindasan struktural ini. Ketika mekanisme pengelolaan modal masih didominasi oleh kepentingan segelintir orang niscaya buruh tetap akan menjadi bahan mentah untuk dieksploitasi.

Oleh sebab itu, lompatan jauh secara politik dan ekonomi merupakan jalan terakhir yang susah untuk ditawar lagi.
Baca Selengkapnya...

Wednesday, 12 June 2013

Strategi Advokasi Gerakan Buruh

Tidak bisa dipungkiri lagi, bahwa dalam sejarah gerakan buruh telah mewarnai dinamika peradaban manusia. Bahkan gerakan buruh menjadi bagian integral dari kekuatan sosial progresif yang berperan aktif dalam merubah orientasi kebijakan politik, ekonomi, dan sosial negara. Dalam pandangan Antonio Gramsci, ketertindasan kelas buruh harus dilawan dengan kontra-hegemoni dengan melawan perang disemua lini terhadap kelas borjuis yang melakukan hegemoni. Kelas buruh harus mengartikulasikan kepentingan sektoralnya menjadi kepentinga umum dan merealisasikannya dalam kepemimpinan mordal dan politik. Contohnya adalah dalam akhir-akhir ini kita melihat gerakan buruh menjadi motor utama dalam perjuangan membentuk dan mengawal sistem jaminan sosial.

Gerakan buruh sendiri dapat diartikan sebagai perjuangan dari kelas pekerja yang sadar dengan sekumpulan ide, gagasan, sistem nilai dalam memperjuangkan kepentingan kelas pekerja dan nilai-nilai universal, baik itu keadilan, kebebasan dan kesejahteraan. Oleh karena itu sebagai bagian dari masyarakat yang memiliki kesadaran, sudah tentu gerakan buruh dapat melihat dan merasakan tata struktur masyarakat yang tidak adil.

Dalam tata struktur masyarakat yang bersifat kapitalisme, ada ruang gelap penindasan yang dilanggengkan oleh kelas berkuasa (the rulling class) terhadap kelas tertindas (the oppressed class). Masyarakat Kapitalisme membentuk arsitektur eksploitasi menjadi penghisapan tenaga kerja buruh untuk keuntungan ekonomi dalam hubungan produksi. Dalam masyarakat kapitalis, motivasi dan tujuan utama dari sistem masyarakat ini adalah mencari keuntungan yang sebesar-besarnya. Keuntungan merupakan motif utama para kapitalis untuk menjalankan roda ekonomi. Sebaliknya, menurunnya tingkat keuntungan akan membuat para kapitalis enggan berinvestasi, karena tingkat akumulasi menurun dan ujung-ujungnya mengirim ekonomi kapitalis ke dalam krisis. Keuntungan kelas kapitalis diperoleh dengan membeli tenaga buruh dengan harga murah untuk menekan biaya produksi dan menjual hasil produksi dengan harga mahal (akumulasi modal).

Kelas borjuis yang memiliki kapital (tanah, pabrik dan mesin) merantai kelas buruh di dalam hubungan produksi. Secara realitas penindasan dilakukan kelas borjuis dengan mengkebiri hak-hak pekerja baik itu upah, jam kerja dan akses terhadap pendidikan. Oleh karena itu, gerakan buruh sebagai kekuatan yang sadar akan penindasan ini harus melakukan perlawanan.

Dalam gerakan buruh, berserikat menjadi modal utama kekuatan buruh dalam melakukan langkah-langkah perlawanan dan perjuangan. Serikat buruh terbentuk untuk mewakili pembelaan dan mensejahterakan anggotanya. Serikat pekerja juga menjadi tempat kawah candradimuka kaderisasi kelas pekerja yang mampu merumuskan kebutuhan gerakan saat ini, baik kebutuhan internal organisasi ataupun permasalahan-permasalahan di luar organisasi. Buruh yang berserikat akan lebih optimal dalam memperjuangkan hak-hak nya daripada berjuang sendiri-sendiri karena kekuatan kelas pekerja terletak pada jumlahnya yang besar. Jika para buruh bersatu dalam serikat buruh, maka posisi tawar buruh akan lebih besar jika berhadapan vis a vis dengan pemilik modal. Tidak ada yang meragukan kekuatan buruh jika mereka bersatu, bahkan negara pun akan gentar melawan nya. Maka Karl Max pernah menyerukan "working men all countries, unite!'" dalam manifesto komunis.

Kebutuhan persatuan kelas pekerja akhir-akhir ini menjadi semakin mendesak melihat semakin terpecah belah nya gerakan buruh dalam berbagai kepentingan. Serikat buruh yang ada saat ini cenderung saling menjatuhkan satu sama lain. Jika hal ini terus dipertahankan, maka gerakan buruh akan semakin mudah dipatahkan karena lagi-lagi, kekuatan buruh itu ada dalam kekuatan persatuannya. Salah satu contoh menarik adalah pemogokan yang dilakukan oleh pekerja pelabuhan di setiap pelabuhan di Australia selama 1 jam pada 7 April 2010. Pemogokan ini dilakukan sebagai bentuk protes atas kematian  Nick Fanos yang tertimpa container di Port Botany. Para pekerja menuntut dilakukan revisi manajemen keselamatan bongkar muat dan membuat undang-undang National Stevedoring Safety Code.

Membangun Strategi Advokasi

Advokasi adalah serangkaian tindakan yang dilakukan individu, kelompok atau organisasi yang terencana dan teroganisir dalam mempengaruhi kebijakan yang dirasakan merugikan kepentingan individu, kelompok atau organisasi.
Dalam melakukan advokasi, maka gerakan buruh harus membangun sebuah perencanaan yang sistematis dan teroganisir. Dalam melakukan advokasi di bidang perburuhan kebutuhan utama adalah berserikat dan persatuan. Ibarat kendaraan serikat buruh (Vakbond) menjadi mesin dalam advokasi dan persatuan menjadi bahan bakarnya. Serikat buruh dan persatuan  menjadi kekuatan utama gerakan buruh. Buruh yang berjuang sendiri tidak akan memiliki posisi tawar yang kuat dengan pihak pemodal. Di masa saat ini kebebasan berserikat telah dijamin dalam konvensi ILO no 87 (regulasi internasional) dan UU No. 21/2000. Dalam pasal 5 UU No. 21/2000 disebutkan bahwa “Setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh”.

Pentingnya berserikat dan persatuan adalah langkah awal dalam merumuskan strategi dan taktik advokasi berikutnya. Dalam berserikat, ada lima Hak Serikat Buruh yang merupakan bagian Hak Asasi Manusia, yaitu:

Hak atas kebebasan dan keamanan pribadi dan kebebasan dari penangkapan dan penahanan yang sewenang-wenang.

Setiap anggota serikat buruh diberikan jaminan dari penangkapan dan penahanan karena keterlibatannya dalam berorganisasi atau berserikat.

Kebebasan bersuara dan berpendapat dan kebebasan mencari, menerima dan membagikan informasi sesama buruh.

Kebebasan berkumpul

Hak atas sidang yang adil dari peradilan yang mandiri dan tak berpihak (imparsial)

Hak untuk mendapatkan perlindungan atas harta milik (kekayaan) serikat buruh.

Dalam melihat perkembangan dunia saat ini dan meminjam lagi konsep kontra-hegemoni Gramsci, maka serikat buruh harus bersifat terbuka dan bersatu dengan gerakan di bidang lain yaitu, gerakan lingkungan, kaum miskin kota, gerakan HAM dan LSM. Serikat buruh harus membangun front persatuan agar memenangkan dukungan umum dalam memberikan tekanan yang kuat.

Setelah tindakan berserikat dan persatuan terbangun, maka perlu dirumuskan langkah strategis dalam advokasi, yaitu:

Identifikasi masalah. Sebelum melakukan advokasi, maka langkah awal yang perlu dilakukan adalah mengidentifikasi masalah dengan mengumpulkan semua data dan informasi yang berkaitan dengan masalah tersebut. Dari data tersebut, kemudian kita melakukan analisis masalah untuk menentukan advokasi apa yang perlu kita lakukan, apakah itu advokasi hukum (perdata atau pidana), advokasi politik dan advokasi media.

Bentuk basis inti/lingkar inti. Basis inti adalah sekumpulan orang atau organisasi yang menjadi penggagas dan penggerak utama dalam advokasi. Basis inti biasanya disatukan atas kesamaan visi, misi dan ideologisasi. Organisasi basis inti biasanya dibagi tiga berdasarkan fungsinya

Divisi kerja garis depan (frontline unit) yang melaksanakan fungsi perunding, juru bicara, pelobi, proses membuat kebijakan dan menggalang sekutu

Divisi pendukung (supporting unit) yang bertugas mencari informasi, data, logistik, akses dan dukungan dana.

Divisi penggalangan basis (underground unit) bertugas membangun basis massa, penggalangan dan memobilisasi aksi massa.

Membangun jejaring dalam melakukan advokasi. Kegiatan ini dilakukan dengan membangun koalisi, aliansi atau sekutu dengan berbagai elemen yang sepaham dan mendukung advokasi yang dilakukan, baik itu kalangan akademisi, aktivis, masyarakat, jaringan internasional dan media.

Melakukan tekanan kepada pihak yang berlawanan dengan perjuangan. Sebelum melakukan perlawanan kita harus mengidentifikasi pihak-pihak yang memiliki kepentingan bersebrangan dengan perjuangan kita serta pihak yang mendukung pihak lawan kita. Setelah itu kita harus memobilisasi kekuatan untuk melakukan tekanan-tekanan baik itu berupa penggalangan opini di media massa, demonstrasi hingga pemogokan massal. Tekanan yang dilakukan harus terencana dan terukur sasarannya. Tekanan juga dapat dilakukan dengan teori peluru yang ditembakan secara terus menerus kepada sasaran, hingga kemenangan atau sasaran tercapai. Tekanan juga dapat dilakukan kepada kegiatan penunjang kekuatan pihak lawan. Contoh : kegiatan blokade terhadap pasokan bahan mentah pabrik dimana kita melakukan advokasi atau menggalang dukungan pekerja pasokan bahan mentah untuk bersama melakukan pemogokan.

Evaluasi advokasi. Evaluasi perlu dilakukan untuk melihat sejauh mana target yang tercapai dan analisis kekuatan yang paling efektif serta hambatan yang di massa yang akan datang harus di atasi.

Sumber :  http://www.solidaritasburuh.org
Penulis : Aditya Nugraha Iskandar. Staff Departemen dan Organisasi Perhimpunan Solidaritas Buruh. 

Baca Selengkapnya...

Tuesday, 11 June 2013

Buruh Dalam Perjuangan Melawan Kenaikan BBM

Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi, sudah menginstruksikan kepada semua gubernur, bupati dan wali kota di seluruh Indonesia untuk melakukan sosialisasi terhadap rencana kenaikan harga BBM. Instruksi Menteri ini bukan semata-mata agar masyarakat mengetahui bahwa dalam waktu dekat pemerintah akan merealisasikan rencana kenaikan BBM, tetapi juga sebagai langkah antisipasi  dan penanganan terhadap gejolak sosial yang akan terjadi.
Ya, gejolak sosial pasti akan terjadi karena kebijakan pemerintah ini sungguh tidak populer. Gerakan buruh yang dalam satu tahun belakangan ini telah menjadi semakin besar sudah mengancam akan turun untuk menentang kenaikan BBM. Penjelasan yang paling logis pun, menurut pemerintah, mengenai penghapusan subsidi BBM tetap tidak masuk akal di mata dan pikiran rakyat.  Persepsi sederhana dari rakyat mengenai Negara adalah bahwa Negara harus tetap memberi subsidi pada kebutuhan-kebutuhan vital. Alasan Presiden bahwa “jika beban subsidi BBM tidak dikurangi maka akan mempengaruhi kondisi keuangan Negara” jelas-jelas merupakan argumentasi yang tidak pro rakyat. Sementara pemakluman yang diberikan oleh DPR kepada pemerintah mengenai rencana ini terlihat sarat dengan kepentingan, terutama terkait dengan anggaran untuk DPR. Ucapan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jero Wacik, mengenai kaitan antara kenaikan harga BBM dan gaji pejabat negara tentulah menjadi pertimbangan tersendiri bagi rakyat untuk membiarkan atau memberi pemakluman kepada pemerintah. “Apabila BBM subsidi tak dinaikkan,” Ucap Jero Wacik, “maka gaji pejabat negara maupun anggota DPR, termasuk para menteri, tidak bisa dibayar oleh negara.”

Masyarakat merespon persoalan ini dengan logika yang sederhana, bahwa penuntasan semua kasus korupsi dapat menyelamatkan keuangan negara; bahwa dengan memberi gaji dan tunjungan yang tidak berlebihan kepada DPR dan pejabat negara, termasuk menteri, juga akan menuntaskan defisit keuangan negara — jika alasan utama kenaikan harga BBM karena kondisi keuangan negara. Jadi di mata rakyat, persoalan ini merupakan persoalan yang mudah diselesaikan jika ada “political will” dari para penyelenggara negara.

Tapi kebijakan ekonomi pro rakyat seperti ini sudah bisa dipastikan tidak akan dijalankan oleh pemerintah. Sistem kapitalisme, terutama ketika ia sedang memasuki krisis global, tidak mengijinkan kebijakan ekonomi yang memberikan konsesi kepada rakyat pekerja. Justru sebaliknya yang kita lihat di seluruh dunia adalah kebijakan penghematan. Kapitalisme, sebagai sistem yang menjunjung tinggi kepemilikan pribadi, akan tetap berpijak di atas logika bisnis dan pasar—untuk kepentingan pribadi—yang disponsori dan diintervensi oleh pemerintah di bawah tekanan kapitalisme global.
Rencana kenaikan harga BBM tak lepas dari kepentingan kapitalisme global untuk membangun lahan investasi yang subur di Indonesia. Untuk bisa mendapatkan profit yang lebih tinggi, para kapitalis membutuhkan sarana dan prasarana ekonomi yang baik, di satu piahk UU yang mendukung investasi (termasuk UU perburuhan) dan di lain pihak adalah infrastruktur ekonomi. Inilah alasan utama dari kenaikan BBM, yakni untuk menciptakan ruang di dalam anggaran pemerintah yang lalu dapat digunakan untuk membangun infrastruktur ekonomi  yang diperlukan oleh kaum kapitalis untuk bisnis mereka. S&P, yakni institusi finansial dunia, telah memberikan peringatan kepada pemerintahan Indonesia bahwa bila BBM tidak naik – dan tidak ada investasi infrastruktur yang serius – maka tingkat pertumbuhan ekonomi tidak akan terjamin. Ini bukanlah akal-akalan atau tipuan, tetapi adalah logika kapitalisme. Pada krisis global hari ini, walaupun Indonesia tidak terimbas langsung dan secara besar, ia tetap harus mengikuti logika kapitalis. Subsidi untuk rakyat pekerja harus dikorbankan untuk diberikan kepada kaum kapitalis, untuk menjamin profit mereka. Inilah yang ada di balik semua program penghematan di seluruh dunia hari ini.
Lalu bagaimana? Ya, fakta telah membentuk kesadaran politik kaum buruh. Borjuasi dengan segala program “baik”nya tetap bukan sebagai tempat yang tepat untuk menaruh harapan kaum buruh. Logika dari akumulasi kapital tetap akan menciptakan nilai lebih dengan cara mengeksploitasi kaum proletar; dan menjadikan kaum buruh sebagai komoditas—baik sebagai komoditas di dalam aktifitas ekonomi maupun politik.

Rencana kenaikan harga BBM yang akan direalisasikan dalam waktu dekat bukan saja sebagai bukti ketidakberhasilan pemerintah ataupun seorang pemimpin, tetapi ketidakberhasilan suatu kelas, yakni borjuasi. Jadi penyelesaian fundamental dari persoalan ini bukan dengan mengganti pemimpin atau mencari-cari pemimpin ideal, tetapi dengan menghancurkan sistem yang lama dan diganti dengan sistem yang baru—oleh perjuangan kelas buruh!

Hari ini adalah momentum besar bagi kaum buruh untuk mengkonsolidasi kekuatannya, dengan memberikan kepemimpinan terhadap gerakan menentang kenaikan harga BBM. Pada tahun lalu buruh bisa memukul mundur pemerintah, maka hari ini ketika gerakan buruh telah berlipat ganda dalam jumlah dan kualitas, maka tidak ada alasan mengapa gerakan buruh tidak bisa memukul mundur pemerintah hari ini. Ketidakpercayaan rakyat terhadap kebijakan pemerintah; rasa skeptis rakyat terhadap partai-partai politik yang ada; menurunnya antusiasme rakyat terhadap pemilu 2014; dan juga fakta mengenai gelombang pemogokan buruh yang masif akhir-akhir ini bisa menjadi titik pijak bagi proletariat Indonesia untuk mengambil kepemimpinan politik seluruh bangsa.  “Sebuah pemogokan politik kaum proletar harus berubah menjadi sebuah demonstrasi politik massa,” tulis Trotsky, “ini merupakan syarat pertama untuk kesuksesan.”

Energi revolusioner yang sangat besar sudah mulai terbentuk. Energi ini harus dijaga agar tidak menguap begitu saja. Energi ini tidak boleh dihamburkan oleh proletariat di dalam agenda-agenda politik borjuis; tidak boleh dihabiskan untuk kesemarakan pemilu borjuis 2014. Proletariat yang paling maju harus terus mengkonsentrasikan kegeraman, kemarahan, protes-protes, kegusaran, dan kebencian rakyat ke arah pemenuhan tugas historis proletariat, yakni perebutan kekuasaan. Proletariat harus bisa menyatukan seluruh elemen tertindas dengan slogan yang sama, dengan tujuan yang sama, dan di bawah kepemimpinan buruh. Bila perjuangan ini tercapai, maka, setidaknya, setengah revolusi telah tercapai.


Sumber : http://www.militanindonesia.org/
Baca Selengkapnya...

Friday, 7 June 2013

AKULAH PENDUKUNGMU ....

Para pejuang bangsa seperti Bung Karno sering menegaskan pentingnya Karakter Building, Nation Building. Apa itu "KARAKTER BANGSA" :

Garuda pancasila
Akulah pendukungmu
Patriot proklamasi
Sedia berkorban untukmu
Pancasila dasar negara
Rakyat adil makmur sentosa
Pribadi bangsaku
Ayo maju maju
Ayo maju maju
Ayo maju maju

Setiap orang Indonesia sudah layaknya mendukung nilai-nilai yang terkandung setiap Sila dari PANCASILA, dengan cara menjadikan Pancasila sebagai panduan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 'Patriot Proklamasi sedia berkorban untukmu' artinya seorang Patriot adalah orang yang siap berkorban demi meraih, mempertahankan dan mengisi kemerdekaan. Ibarat seorang atlit yang rela berlatih siang dan malam demi mengharumkan nama bangsa atau seperti masyarakat di desa yang masih menjunjung tinggi semangat gotong royong untuk membangun desanya, mereka bekerja keras tanpa sibuk mempersoalkan imbalan, fasilitas, apalagi minta kenaikan gaji.

'Pancasila dasar negara, rakyat adil, makmur, sentosa'. Keadilan menjadi dasar untuk mencapai tujuan masyarakat yang makmur dan sentosa. Adil adalah satu kondisi yang proposional, tidak ada yang hidup bergelimang harta dan pamer kekayaan, tidak ada yang sangat miskin dan menderita busung lapar. Intinya tidak ada ketimpangan dalam hal apapun, ketika keadilan telah dicapai maka tercapailah kemakmuran. Yaitu suatu kondisi masyarakat yang bisa merasakan kecukupan secara bersama, tanpa ada ketimpangan satu sama lainnya. Kemakmuran tidak sama dengan kekayaan, karna kekayaan lebih bersifat individualistik sedangkan kemakmuran sifatnya kolektif. Dan akhirnya ketika keadilan dan kemakmuran telah tercapai, niscaya masyarakat yang sentosa akan terwujud. Kesentosaan pada dasarnya adalah kondisi " Peace of mind " dimana tidak ada lagi kekawatiran yang dirasakan oleh setiap orang untuk hidup di bumi Indonesia. Kepribadian bangsa yang seperti inilah yang diidamkan oleh para pendiri bangsa : " Indonesia yang Adil, Makmur, Sejahtera "

Ayo kita wujudkan ...!
Baca Selengkapnya...

Sunday, 2 June 2013

HAK ASASI MANUSIA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1          Latar Belakang
Hak asasi manusia merujuk kepada hak yang dimiliki oleh semua insan. Konsep hak asasi manusia adalah berdasarkan memiliki suatu bentuk yang sama sebagaimana yang dimiliki oleh semua insan manusia yang tidak dipengaruhi oleh asal, ras, dan warga negara. Oleh karena itu secara umum hak asasi manusia dapat diartikan sebgai hak-hak yang telah dimiliki seseorang sejak ia lahir dan merupakan pemberian Tuhan. Ruang lingkup hak asasi manusia itu sendiri adalah:
1.     Hak untuk hidup
2.     Hak untuk memperoleh pendidikan
3.     Hak untuk hidup bersama-sama seperti orang lain
4.     Hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama
5.     Hak untuk mendapatkan pekerjaan

Dalam hal proses penegakan hukum, apabila implementasi lebih berorientasi pada penghoirmatan terhadaphak asasi manusia maka akan lebih “menggugah” masyarakat untuk menjunjung tinggi hukum itu sendiri.
Dalam hubungannya dengan hal ini, hak asasi manusia memiliki dua segi yaitu segi moral dan segi perundangan. Apabila dilihat dari segi moral, hak asasi manusia merupakan suatu tanggapan moral yang didukung oleh anggota masyarakat. Sehubungan dengan segi ini anggota masyarakat akan mengakui wujud hak tertentu yang harus dinikmati oleh setiap individu, yang dianggap sebagai sebagaian dari sifat manusia, walaupun mungkin tidak tercantum dalam undang-undang. Jadi, masyarakat pun mengakui secara moral akan eksistensi hak asasi yang dimiliki oleh setiap manusia.

Dari segi perundangan, hak asasi manusia diartikan sebagai seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugrah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Dalam konteks nasional, tak dapat dipungkiri bahwa isi dari adat istiadat dan budaya yang ada    di Indonesia juga mengandung pengakuan terhadap hak dasar dari seorang manusia. Apabila dilihat dari konteks ini, maka sebenarnya bangsa Indonesia sudah memiliki pola dasar dalam pengakuannya terhadap hak asasi manusia. Dasar-dasar hak asasi manusia di Indonesia terletak pada pasal 27 ayat 1, pasal 28, pasal 29 ayat 2, pasal 30 ayat 1, dan pasal 31 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945.

Sedangkan dalam hubungannya dengan konteks internasional, hak asasi manusia (HAM) merupakan substansi dasar dalam kehidupan bermasyarakat di dunia, yang terdiri dari berbagai macam unsur adat istiadat serta budaya yang tumbuh dan berkembang di dalamnya. Jadi yang dimaksud dengan hukum hak asasi manusia internasional adalah hukum mengenai perlindungan terhadap hak-hak individu atau kelompok yang dilindungi secara internasional dari pelanggaran yang terutama dilakukan oleh pemerintah atau aparatnya, termasuk di dalam upaya penggalakan hak-hak tersebut. Oleh karena itu, dengan dilakukan dialog dan pedekatan antar suku bangsa di dunia, maka dimungkinkan dapat mewujudkan penerapan hak asasi manusia yang jujur dan berkeadilan. Dalam hal hak asasi manusia dilihat dari konteks internasional ini, tentu penerapan, mekanisme penegakan hingga penyelesaiannya pun lebih kompleks bila dibandingkan dengan penanganan hak asasi manusia dalam lingkup nasional.

Walaupun perkembangan dunia sudah semakin maju dan kompleks, selama ini penegakan hak asasi manusia hanya diikat perjanjian bilateral antarnegara yang sifatnya moral. Padahal di sisi lain, masyarat internasional harusloah tunduk pada mekanisme internasional dalam hal penegakan hak asasi manusia. Oleh karena itu, instrumen internasional sangatlah dibutuhkan untuk mewujudkannya. Dalam hubungannya dengan penulisan makalah ini, sebagai awal kita harus mengetahui mengenai konsep hukum internasional itu sendiri. Hukum internasional diartikan sebagai hukum yang hanya mengatur hubungan antar negara.

Kemudian pada masa setelah Perang Dunia ke-II diperluas hingga mencakup organisasi internasional sebagai subyek hukum internasional yang memiliki hak-hak tertentu berdasarkan hukum internasional. Manusia sebagai individu dianggap tidak memiliki hak-hak menurut hukum internasional, sehingga manusia lebih dianggap sebagai obyek hukum daripada sebagai subyek hukum internasional. Teori-teori mengenai sifat hukum internasional ini kemudian membentuk kesimpulan bahwa perlakuan negara terhadap warga negaranya tidak diatur oleh hukum internasional, sehingga tidak ada pengaruhnya terhadap hak negara-negara lainnya. Karena hukum internasional tidak dapat diterapkan terhadap pelanggaran HAM suatu negara terhadap warga negaranya, maka seluruh permasalahan ini secara eksklusif berada di bawah yurisdiksi domestik setiap negara. Dengan kata lain, masalah HAM merupakan urusan dalam negeri setiap negara sehingga negara lain tidak berhak bahkan dilarang untuk turut campur tangan terhadap pelanggaran HAM di dalam suatu negara.




BAB II

ISI

HAM adalah hak-hak yang seharusnya diakui secara universal sebagai hak-hak yang melekat pada manusia karena hakekat dan kodratnya sebagai manusia. Adapun pembatasan terhadap HAM tersebut dapat dibagi menjadi :
1. universal : tanpa melihat perbedaan suku, agama, ras, kepercayaan, usia, latar belakang, jenis kelamin, warna kulit.
2. Melekat (inherent) : hak tersebut bukan hasil pemberian kekuasaan/ orang lain.
Adapun ruang lingkup dari HAM adalah :


a. Larangan Diskriminasi
Prinsip non diskriminasi adalah suatu konsep sentral dalam kaidah hak asasi manusia. Prinsip tersebut dapat diketemukan dalam instrumen umum hak asasi manusia. Komite Hak Asasi Manusia telah menyatakan bahwa dengan mengacu pada persamaan jenis kelamin Kovenan International mengenai hak sipil dan politik tidak hanya memerlukan perlindungan tetapi juga memerlukan tindakan penguat yang dimaksudkan untuk menjamin perolehan positif hak-hak yang sama.


b. Hak atas Penghidupan, Kemerdekaan, dan Keselamatan seseorang.
Hak atas penghidupan dalam instrumen tidak dijamin sebagai hak mutlak. Misalnya, menurut Konvensi Eropa, pencabutan nyawa tidak bertentangan dengan hak atas penghidupan, apabila pencabutan ini diakibatkan oleh tindakan tertentu yang sudah ditetapkan. Dalam beberapa instrumen, laran gan hukuman mati dimuat dalam sebuah Protokol tersendiri. Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik dan Konvensi Amerika keduanya membatasi hukuman mati pada “kejahatan yang paling berat,” keduanya mengatur bahwa hukuman mati harus hanya boleh dikenakan dengan suatu “keputusan final suatu pengadilan yang berwenang” sesuai dengan undang-undang yang tidak retroaktif. Kedua perjanjian internasional ini memberikan hak untuk mencari “pengampunan atau keringanan hukuman” dan melarang pengenaan hukuman mati pada orang di bawah usia delapan belas tahun pada saat melakukan kejahatan, dan melarang eksekusinya pada wanita hamil. Konvensi Eropa mensyaratkan hukuman mati dikenakan oleh suatu pengadilan, sesudah memperoleh keyakinan mengenai suatu kejahatan yang karena keputusannya ditetapkan oleh undang-undang.


c. Larangan .penganiayaan
Semua instrumen umum melarang penganiayaan atau perlakuan secara kejam deng an tak mengingat kemanusiaan ataupun cara perlakuan atau hukuman yang menghinakan. Konvensi melawan penganiayaan atau perlakuan secara kejam dengan tak mengingat kemanusiaan ataupun cara perlakuan atau hukuman yang menghinakan ini disetujui pada tahun 1984 oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa. Konvensi tersebut menetapkan bahwa Negara berkewajiban mengekstradisi pelaku penganiayaan dan menuntutnya. Prinsip ini melibatkan yurisdiksi universal yang berarti bahwa setiap negara mempunyai yurisdiksi dan memiliki hak untuk mengekstradiksi atau menuntut pelaku penganiayaan tanpa dibatasi oleh kewarganegaraan pelaku penganiayaan atau tempat pelanggaran yang dituduhkan.


d. Hak Persamaan di Muka Hukum.
Ketentuan ini pada dasarnya merupakan suatu klausul nondiskriminasi. Ada tiga aspek yang dicakup oleh ketentuan ini. Aspek pertama adalah persamaan di muka hukum. Aspek kedua yaitu perlindungan hukum yang sama, dan aspek ketiga adalah perlindungan dari diskriminasi.


e. Hak Kebebasan Bergerak dan Berdiam
Dalam perjanjian-perjanjian internasional hak-hak asasi manusia umum, hak kebebasan bergerak dan berdiam mencakup kebebasan memilih tempat tinggal dalam suatu Negara, kebebasan meninggalkan dan memasuki negerinya sendiri, hak untuk tidak dikeluarkan dari suatu negeri tanpa diberi kesempatan untuk menyanggah keputusan tersebut, dan bebas dari pengasingan.


f. Hak atas Kebebasan Pikiran, Hati Nurani, dan Agama
Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan politik menyatakan bahwa perwujudan agama dan kepercayaan seseorang boleh dijadikan sasaran pembatasan seperti itu hanya karena ditentukan oleh undang-undang dan diperlukan untuk melindungi keselamatan umum, ketertiban umum, kesehatan masyarakat, atau moral umum, atau hak-hak dasar dan kebebasan orang lain.

Hubungan antara HAM dengan konsep Negara hukum
Negara hukum (the rule of law) lahir pada zaman Paus VII and Henriech IV th 1122, dimana kekuasaan raja/ gereja sebelumnya bersifat mutlak, perintahnya mengingkat kepada orang lain namun tidak pernah mengikat raja tersebut dimana kekuasaan semacam ini dikenal sebagai (the rule of man — titah). Jadi dengan lahirnya konsep the rule of law maka segala hukum yang lahir dari konsep kesepakatan ditempatkan pada posisi paling tinggi, yang pada akhirnya mendorong lahirnya “magna charta” yang isinya membatasi kekuasaan raja dan menghormati hak-hak warga kota (citizen). Jadi dalam suatu negara yang menerapkan konsep the rule of law, maka jaminan akan dihormatinya HAM lebih mudah diwujudkan.


B. SEJARAH HAM INTERNASIONAL
Di Inggris 1215 ; Magna Charta ; membatasi kekuasaan raja2 (raja John). Setelah PD I : Perjanjian negara-negara Eropa untuk melindungi kelompok minoritas dan harus dituangkan ke dalam uu Negara tersebut.
Abad 19 :
• Penghapusan perdagangan budak dan perlindungan hak buruh samapi lahirnya konvensi LBB untuk menghapus Perbudakan dan Perdagangan Budak).
• Pendirian ILO
• Pendirian ICRC Lahirnya Konvensi Genewa 1864 tentang perlindungan korban perang dan batas-batas cara dan pemakaian mesin perang.
• Lahirnya Konvensi Den Hag tentang pelarangan penggunaan gas beracun, senjata kimia
• Lahirnya Declaration of the Rights of Man and of citizens, AS 1776 diikuti Belanda 1798, Swedia 1709, Norwegia 1814, belgia 1831, Spanyol 1812 dsb.
Setelah Perang Dunia II
• Lahir Konvensi Genewa 1949 tentang Hukum Humaniter
• 1977 lahir Konvensi Genewa tentang gabungan antara konvensi genewa tentang perlindungan korban perang dan konvensi tentang tata cara perang.

Abad 20
• Nazi 1930-1940 Holocoust: pembantain kaum minoritas
• 1948 Universal Decalaration of Human Rights
• 1966 The International Covenant on Civil and Political Rights
• 1966 The International Covenant on Economical and Social and Cultural Rights.
 

C. SEJARAH PERKEMBANGAN HAM NASIONAl
Tekad bangsa Indonesia untuk mewujudkan penghormatan dan penegakan HAM sangat kuat ketika bangsa ini memperjuangkan hak asasinya, yaitu: “kemerdekaan”, yang telah berabad-abad dirampas oleh penjajah.
Para pendiri negeri ini telah merasakan sendiri bagaimana penderitaan yang dialami karena hak asasinya diinjak-injak oleh penjajah. Oleh karena itu, tidak mengherankan setelah berhasil mencapai kemerdekaan, para pendiri negeri ini mencanturnkan prinsip-prinsip HAM dalam Konstitusi RI (Undang-undang Dasar 1945 dan Pembukaannya) sebagai pedoman dan cita-cita yang harus dilaksanakan dan dicapai.


Namun dalam perjalanan sejarah bangsa, pedoman dan cita-cita yang telah dicanturnkan dalam konstitusi tersebut tidak dilaksanakan bahkan dilanggar oleh pemerintah yang seharusnya melaksanakan dan mencapainya. Kita semua sudah mengetahui bahwa Pemerintah Orde Lama dan Orde Baru tidak hanya tidak melaksanakan penghormatan dan penegakan HAM namun juga banyak melakukan pelanggaran HAM. Hal ini disebabkan oleh alasan politis dan teknis. Alasan politis adalah situasi politik di tingkat nasional dan tingkat intemasional (perang dingin). Di jaman Orde Lama, focus kebijakan Pemerintah RI adalah “Revolusi”. Kebijakan ini membawa kita ke konflik internal (domestik) dan intemasional, serta berakibat melupakan hak asasi rakyat. Sedangkan di jaman Orde Baru kebijakan pemerintah terfokus pada pembangunan ekonomi. Memang pembangunan ekonomi juga termasuk upaya pemenuhan HAM (hak ekonomi dan sosial). Namun kebijakan terlalu terfokus pada pembangunan ekonomi dan mengabaikan hak sipil dan politik, telah menyebabkan kegagalan pembangunan ekonomi itu sendiri. Adapun alasan teknis adalah karena prinsip-prinsip HAM yang tercantum dalam konstitusi belum dijabarkan dalam hukum positif aplikatif (Undang-undang Organik).
Sejak memasuki era reformasi, Indonesia telah melakukan upaya pemajuan HAM, termasuk menciptakan hukum positif yang aplikatif. Dilihat dari segi hukum, tekad bangsa Indonesia tercermin dari berbagai ketentuan yang tertuang dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 (UUD 45) dan Pancasila, dalam Undang-undang Dasar yang telah di amandemen, Undang-undang Nomor 39/1999 tentang HAM, Undang-undang Nomor 26/2000 tentang Pengadilan HAM, dan ratifikasi yang telah dilakukan terhadap sejumlah instrumen HAM intemasional
 

D. HAM DALAM UUD 1945
Dalam Pembukaan UUD 45 dengan tegas dinyatakan bahwa “pejajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”. Dalam Pancasila yang juga tercantum dalam Pembukaan UUD 45 terdapat sila “Kemanusiaan yang adil dan beradab”. Da1am P4, meskipun sekarang tidak dipakai lagi, namun ada penjelasan Sila kedua yang masih relevan untuk disimak, yaitu bahwa “dengan Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, manusia diakui dan diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, yang sama derajatnya, yang sama hak dan kewajiban asasinya, tanpa membedakan suku, keturunan, agama dan kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan social, warna kulit, dan sebagainya. Karena itu dikembangkanlah sikap saling mencintai sesama manusia, sikap tenggang rasa dan ‘tepa salira ” serta sikap tidak semena-mena terhadap orang lain”.
Dibandingkan dengan UUDS 1950, ketentuan HAM di dalam UUD 1945 relatif sedikit, hanya 7 (tujuh) pasal saja masing-masing pasal 27, 28, 29, 30, 31, 31 dan 34, sedangkan di dalam UUDS 1950 didapati cukup lengkap pasal-pasal HAM, yaitu sejumlah 35 pasal, yakni dari pasal 2 sampai dengan pasal 42. Jumlah pasal di dalam UUDS 1950 hampir sama dengan yang tercantum di dalam Universal Declaration of Human Rights.
 

Meskipun di dalam UUD 1945 tidak banyak dicantumkan pasal-pasal tentang HAM, namun kekuarangan-kekurangan tersebut telah dipenuhi dengan lahirnya sejumlah Undang-undang antara lain UU No. 14 Tahun 1970 dan UU No. 8 Tahun 1981 yang banyak mencantumkan ketentuan tentang HAM. UU No. 14 Tahun 1970 memuat 8 pasal tentang HAM, sedangkan UU No. 8 Tahun 1981 memuat 40 pasal. Lagipula di dalam Pembukaan UUD 45 didapati suatu pernyataan yang mencerminkan tekad bangsa Indonesia untuk menegakkan HAM yang berbunyi, “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.

Dalam amandemen kedua UUD 1945, pasal 28 telah dirobah menjadi bab tersendiri yang memuat 10 pasal mengenai hak asasi manusia. Sebagian besar isi perubahan tersebut mengatur mengani hak-hak sipil dan politik, hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Adapun Hak Asasi Manusia yang ditetapkan dalam Bab X A Undang-undang Dasar 1945 adalah sebagai berikut :
 Hak untuk hidup dan mempertahankan hidup dan kehidupannya (Pasal 28 A)
 Hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang syah (Pasal 28 B ayat 1)
 Hak anak untuk kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta hak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (Pasal 28 B ayat 2)
 Hak untuk mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasar (Pasal 28 C ayat 1)
 Hak untuk mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni, dan budaya (Pasal 28 C ayat 1)
 Hak untuk mengajukan diri dalam memperjuangkan haknya secara kolektif (Pasal 28 C ayat 2)
 Hak atas pengakuan, jaminan perlindungan dan kepastian hukum yang adil dan perlakuan yang sama di depan hukum (Pasal 28 D ayat 1)
 Hak utnuk bekerja dan mendapat imbalan serta perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja (Pasal 28 D ayat 3)
 Hak untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan (Pasal 28 D ayat 3)
 Hak atas status kewarganegaraan (Pasal 28 D ayat 4)
 Hak kebebasan untuk memeluk agama dan beribadah menurut agamanya (Pasal 28 E ayat 1)
 Hak memilih pekerjaan (Pasal 28 E ayat 1)
 Hak memilih kewarganegaraan (Pasal 28 E ayat 1)
 Hak memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak untuk kembali (Pasal 28 E ayat 1)
 Hak kebebasan untuk meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai hati nuraninya (Pasal 28 E ayat 2)
 Hak kebebasan untuk berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat (Pasal 28 E ayat 3)
 Hak untuk berkomunikasi dan memeperoleh informasi (Pasal 28 F)
 Hak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda (Pasal 28 G ayat 1)
 Hak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi manusia (Pasal 28 G ayat 1)
 Hak untuk bebeas dari penyiksaan (torture) dan perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia (Pasal 28 G ayat 2)
 Hak untuk hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat (Pasal 28 H ayat 1)
 Hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan (Pasal 28 H ayat 1)
 Hak untuk mendapat kemudahan dan perlakuan khusus guna mencapai persamaan dan keadilan (Pasal 28 H ayat 2)
 Hak atas jaminan sosial (Pasal 28 H ayat 3)
 Hak atas milik pribadi yang tidak boleh diambil alih sewenang-wenang oleh siapapun (Pasal 28 H ayat 4)
 Hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut (retroaktif) (Pasal 28 I ayat 1)
 Hak untuk bebas dari perlakuan diskriminasi atas dasar apapun dan berhak mendapat perlindungan dari perlakuan diskriminatif tersebut (Pasal 28 I ayat 2)
 Hak atas identitas budaya dan hak masyarakat tradisional (Pasal 28 I ayat 3)
 Perlindungan, pemajuan, penegakkan dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah (pasal 28 I ayat 4)
 Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan (pasal 28I ayat 5)
 Setiap orang wajib menghormati hak orang lain (pasal 28 J ayat 1)
 Setiap orang dalam menjalankan hak dan kebebasanya wajib tunduk kepada pembatasan yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang (pasal 28 J ayat 2)

Definisi hak-hak sipil dan politik
Hak-hak sipil dan politik adalah hak yang bersumber dari martabat dan melekat pada setiap manusia yang dijamin dan dihormati keberadaannya oleh negara agar menusia bebas menikmati hak-hak dan kebebasannya dalam bidang sipil dan politik.
Adapun yang berkewajiban untuk melindungi hak-hak sipil dan politik warga negara sesuai dengan Pasal 8 Undang-undang No. 39 tahun 1999 ditegaskan bahwa perlindungan, Pemajuan, Penegakan dan Pemenuhan Hak Asasi Manusia terutama menjadi tanggung jawab pemerintah.

Karakteristik hak-hak sipil dan politik:
1. Dicapai dengan segera;
2. Negara bersifat pasif;
3. Dapat diajukan ke pengadilan;
4. Tidak bergantung pada sumber daya;
5. Non-ideologis.
Di dalam perlindungan hak-hak sipil dan politik, peran negara harus dibatasi karena hak-hak sipil dan politik tergolong ke dalam negative right, yaitu hak-hak-hak dan kebebasan yang dijamin di dalamnya akan terpenuhi apabila peran negara dibatasi. Bila negara bersifat intervensionis, maka tidak bisa dielakkan hak-hak dan kebebasan yang diatur d idalamnya akan dilanggar negara.
Hak-hak yang termasuk ke dalam hak-hak sipil dan politik
1. Hak hidup;
2. Hak bebas dari penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi;
3. Hak bebas dari perbudakan dan kerja paksa;
4. Hak atas kebebasan dan keamanan pribadi;
5. Hak atas kebebasan bergerak dan berpindah;
6. Hak atas pengakuan dan perlakuan yang sama dihadapan hukum;
7. Hak untuk bebas berfikir, berkeyakinan dan beragama;
8. Hak untuk bebas berpendapat dan berekspresi;
9. Hak untuk berkumpul dan berserikat;
10. Hak untuk turut serta dalam pemerintahan.
Instrumen HAM yang mengatur hak-hak sipil dan politik:
1. UUD 1945 (Pasal 28 A, 28 B (ayat 1, 2), 28 D ayat (1, 3, 4), 28 E ayat (1, 2, 3), 28 F, 28 G ayat (1, 2), 28 I ayat (1, 2).


BAB III
KESIMPULAN

Kebebasan dasar dan hak-hak dasar itulah yang disebut hak asasi manusia yang melekat pada manusia secara kodrati sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Hak-hak ini tidak dapat diingkari. Pengingkaran terhadap hak tersebut berarti mengingkari martabat kemanusiaan. Oleh karena itu, negara, pemerintah, atau organisasi apapun mengemban kewajiban untuk mengakui dan melindungi hak asasi manusia pada setiap manusia tanpa kecuali. Ini berarti bahwa hak asasi manusia harus selalu menjadi titik tolak dan tujuan dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang berbasis hak asasi manusia.


Baca Selengkapnya...