BAB I: PENYEBAB DI INDONESIA ADA PERKUMPULAN
Oleh Semaoen (1920)
Pada zaman sekarang di Indonesia ramai dibicarakan tentang berbagai macam "Perkumpulan" atau vereniging. Apa
sebabnya di tanah air kita sekarang muncul sekian banyak perkumpulan?
Pertanyaan memang mudah dibuat, tetapi susah untuk dijawab hanya dengan
sepatah dua patah kata. Menjawab pertanyaan ini secara jelas sama halnya
dengan menceritakan hakikat tanah air Indonesia dalam berpuluh-puluh
halaman buku. Saya tidak bermaksud menulis sejarah Indonesia di sini,
melainkan hanya akan membuka sedikit hal-hal yang menyebabkan munculnya
berbagai macam perkumpulan, saya mulai:
Ketika di Indonesia belum ada sepur atau trem (kereta api), maka
keadaan negeri ini sunyi, sepi, tentram, dan damai. Begitu juga
penduduknya (rakyatnya) yang hidup, berpikir, berbudi, serta bekerja
dengan sabar dan damai. Hampir semua rakyat Indonesia mempunyai sebidang
tanah yang memberikan penghasilan dan penghidupan baginya. Sebagian
menjadi tukang-tukang kayu, tukang emas, tukang tenun (membuat kain
tenunan, saudagar kecil, dan sebagainya). Sebagian yang lain menjadi
priyayi-priyayi yang mengatur hubungan antara penduduk yang satu dengan
penduduk lainnya, supaya tidak ada yang berbuat jahat dan merugikan
kepentingan masing-masing orang. Golongan priyayi yang mengatur negeri
itu mendapatkan imbalan berupa makanan dan penghidupan dari rakyat.
Sebagian kecil lainnya menjadi dukun-dukun, guru-guru agama, nelayan,
dan sebagainya. Pada waktu itu juga sudah ada bermacam-macam pekerjaan
dan mata pencaharian. Tetapi sifat mata pencaharian pada waktu itu lain
sekali dengan sekarang, sebab meskipun nama pekerjaannya berbeda-beda,
tetapi hampir semua orang, yang bekerja itu merdeka dalam mengatur
pekerjaannya masing-masing. Yang bertani merdeka di ladangnya, bebas
menentukan usaha sendiri, waktu untuk mulai bekerja, lamanya bekerja,
dan sebagainya, asal saja aturan-aturannya itu cocok dengan hari, bulan,
dan tahun. Yang membuat kain-kain tenun juga merdeka mengatur
pekerjaannya sendiri. Pendek kata hampir semua penduduk merdeka dan
kuasa mencari penghasilan dan penghidupan. Merdeka mengatur sendiri
pekerjaannya, "kuasa mengatur" pendapatan atau hasil dari pekerjaan
mereka. Dan karena mereka mempunyai kemerdekaan atau kekuasaan itulah
maka mereka dapat hidup damai, senang, dan sabar. Mereka (nenek moyang
kita) belum pintar atau banyak memiliki pengetahuan yang beraneka macam
sebagaimana orang zaman sekarang, tetapi mereka hidup senang dan
selamat.
"Merdeka" dan "kuasa" adalah jalan pertama guna mendapatkan "kesenangan" dan "ketenangan" dalam semua hal.
Apakah sebabnya orang-orang kuno hidup secara merdeka dan kuasa mengatur sendiri pekerjaan dan penghasilannya?
Jawab: Karena masing-masing orang mempunyai alat atau perkakas
bekerja sendiri, misalnya orang yang berladang mempunyai tanah, pacul,
bajak, dan sebagainya. Yang membuat tenunan mempunyai perkakas sendiri,
dan begitu seterusnya. Hampir semua orang mempunyai perkakas sendiri,
untuk bekerja mencari penghasilan dan penghidupan. Pada waktu itu semua
perkakas bentuknya kecil-kecil dan hanya bisa dipegang dan dipakai untuk
bekerja oleh satu orang saja. Itukah sebabnya mengapa masing-masing
orang juga merdeka dan kuasa mengatur pekerjaan dan penghasilannya?
Hampir semua orang menjadi tuan bagi dirinya sendiri, hampir tidak
ada kaum buruh, dan kaum majikan (tuan yang memberi pekerjaan pada kaum
buruh).
Dalam zaman kuno itu hampir semua penduduk dapat bekerja dan hidup
menurut kehendaknya sendiri, sesuai dengan kepintarannya dan kesenangan
hatinya sendiri, sehingga mereka mampu mencari makan makan sendiri,
banyak atau pun sedikit. Karena hampir semua orang dalam mata
pencaharian dan penghidupannya merdeka dan kuasa, menjadi tuannya bagi
dirinya sendiri, maka pada zaman itu tidak perlu ada perkumpulan.
Sebagian besar rakyat Indonesia pada zaman kuno itu tidak merasakan
bahwa negerinya Indonesia diurus oleh rajanya sendiri atau oleh bangsa
Belanda, mereka hanya merasa hidup merdeka dalam mencari makan! Nah,
kurang apalagi? Dan karena di zaman kuno itu perkumpulan memang tidak
diperlukan, maka perkumpulan sebagaimana yang sekarang muncul begitu
banyak, tidak ada sama sekali.
Saudara-saudara sekalian sekarang sudah saya tunjukkan hal-hal yang
ada di zaman kuno yang menyebabkan tidak adanya berbagai perkumpulan
pada waktu itu.
Tetapi pada zaman sekarang ini ada berbagai macam perkumpulan. Jadi
banyaknya perkumpulan di zaman kita ini pasti ada sebabnya juga sehingga
memaksa pada orang banyak supaya mereka ikut berkumpul-kumpul.
Apa sebabnya?
Jawab: Sebab pada zaman sekarang sifat pekerjaan dan mata pencaharian
berbeda dibandingkan zaman dulu. Dulu orang merasa tidak perlu ikut
berkumpul-kumpul, tapi sekarang sangat perlu berkumpul-kumpul untuk
kehidupan dan keselamatan orang banyak. Sifat dari pekerjaan dan mata
pencaharian di zaman sekarang memaksa orang untuk berkumpul-kumpul,
berikhtiar bersama guna keperluan hidupnya.
Di Indonesia hawanya tidak begitu dingin dan meskipun kita telanjang,
asal bisa makan maka kita tentu masih bisa hidup. Terbawa oleh hawa
dingin di Eropa, penduduk di sana terpaksa berusaha lebih giat untuk
kelangsungan hidupnya daripada penduduk di Indonesia (tropis). Usaha
yang lebih keras itu sudah memberikan hasil berupa tanah yang luas,
hasil-hasil kepandaian atau perkakas dan kepandaian mencari penghasilan
untuk menjaga dan melangsungkan hidupnya.
Jadi terpengaruh oleh hawa dingin di Eropa maka penduduk di sana
lebih cepat mendapatkan kemajuan dalam kehidupannya, sedangkan karena
terpengaruh hawa panas yang sering membuai tidur dan angan-angan
manusia, maka di bagian dunia sebagaimana di Indonesia ini,
orang-orangnya kalah cepat dan terlambat mendapat kemajuan dalam
kehidupannya dan daIam menjaga kelangsungan kehidupan itu. Penduduk di
negeri yang hawanya panas justru lebih cepat menerima ilmu-ilmu gaib
sebagai suatu "agama" dan keselamatan "batin". Karena mereka terpengaruh
oleh hawa panas, angan-angan atau pikiran mereka seringkali memikirkan
dengan diam-diam semua masalah kebatinan itu. Itulah sebabnya mengapa
negeri-negeri berhawa panas seperti Arab, Hindu (India), Tionghoa (Cina)
dan sebagainya, menjadi tempat-tempat penting dalam perkembangan ilmu
gaib, atau sering dikatakan oleh Tuhan Allah yang Maha Kuasa menjadi
tempat turunnya para Nabi atau Begawan besar.
Perbedaan antara hawa yang dingin dan panas itu menimbulkan adanya
perbedaan dalam hal cepat dan lambannya kemajuan lahir dan batin.
Daerah dingin seperti Eropa mengalami kemajuan lahir atau kemajuan hidup
di dunia secara cepat, sedangkan daerah panas mempercepat kemajuan
batin, kesabaran hati, dan halusnya budi.
Begitulah, terpengaruh oleh hawa dingin tadi maka ketika orang-orang
di Indonesia belum mengetahui bentuk senapan, di Eropa sudah ada bedil.
Selain itu ketika di Eropa sudah ada sepur atau trem (kereta api), di
Indonesia belum ada kecuali dokar, kereta (kuda) atau cikar. Dulu di
Eropa sudah ada pabrik-pabrik (mesin-mesin) kain, pabrik meriam, pabrik
besi, pabrik perkakas rumah, kapal api dan sebagainya, tetapi di
Indonesia masih sunyi dan belum ada berbagai alat atau perkakas kerja
sebagaimana di Eropa.
Karena Indonesia sebelumnya sudah kalah dalam kemajuan perkakas kerja
dan alat pendukung mata pencaharian serta penjagaan atas kehidupan itu,
maka ia dalam perkara lahir "takluk untuk sementara waktu". Begitulah,
Indonesia sampai sekarang masih takluk pada Belanda, tetapi akhirnya
akan dapat terlepas juga kalau rakyat di sini sudah cukup pintar untuk
menuntut atau menyamai kepintaran dan kepandaian orang Eropa.
Kelak kemajuan lahir ini akan membawa perubahan baru dalam kehidupan
penduduk Indonesia yang terbelakang. Kain-kain, cangkir, piring, dan
sebagainya dapat didatangkan dari Eropa ke sini dengan menggunakan
kapal-kapal api, dan kopi, teh, beras, tembakau, gula, dan sebagainya
bisa dibawa dari Indonesia ke Eropa. Jadi di sini terjadi "tukar
menukar penghasilan" dan karena Indonesia kalah dalam pengadaan
alat-alat penunjang kehidupan, seperti senjata meriam, bedil, dan
sebagainya, maka Indonesia seringkali rugi dan kalah kuat dalam tukar
menukar penghasilan itu. Akibatnya, Indonesia terpaksa dikuasai oleh
Belanda untuk sementara waktu, yaitu selama ia masih kalah pintar atau
kalah pandai dalam hal ilmu dan pengetahuan lahir.
Pertukaran barang antara Eropa dan Indonesia menimbulkan "perdagangan
yang ramai" . Begitulah, muncul pusat-pusat perdagangan dan kota-kota
besar seperti Jakarta, Semarang, dan Surabaya. Di kota-kota ini semua
barang-barang yang akan diperdagangkan (ditukarkan) di dalam negeri dan
dikumpulkan di gudang-gudang itu pasti milik banyak saudagar. Kaum
saudagar ini pada zaman dulu kebanyakan adalah orang Tionghoa, yang
membuka toko atau tempat penjualan dan pembelian (penukaran)
barang-barang. Semakin lama maka barang-barang yang diperdagangkan
dari Eropa semakin banyak dan bersamaan dengan makin bertambahnya
barang-barang itu, maka nafsu saudagar-saudagar untuk mencari keuntungan
pun semakin besar juga, sehingga hal ini ikut menambah kepandaian
mereka dalam usaha mencari keuntungan atau kekayaan itu. Rakyat
Indonesia yang sabar dan halus budi tidak ikut-ikutan bernafsu besar
sebagaimana bangsa-bangsa lain dalam mencari tambahan kekayaan itu,
sehingga rakyat kita sendiri sampai sementara waktu kalah berusaha,
rakyat Indonesia dalam hal urusan perdagangan tidak begitu maju seperti
halnya orang Tionghoa.
Kaum saudagar dari Belanda, karena kepandaiannya dapat berkuasa dan
memerintah wilayah Indonesia. Dengan kekuasaannya itu perdagangan mereka
dikembangkan untuk lebih maju, antara lain karena dibangunnya
jalan-jalan raya, seperti jalan raya dari Serang sampai Banyuwangi. Pada
zaman kuno juga dikenal adanya "paksaan" untuk menanam kopi (
cultuurstelsel),
yaitu suatu aturan untuk memajukan perdagangan atau pertukaran barang
antara pihak Eropa dan Indonesia. Kaum saudagar pada waktu itu sudah
memahami bahwa dengan semakin maju dan pesatnya perdagangan, maka mereka
bisa bertambah kaya. Keinginan ini mendorong usaha dan tindakan
pengadaan sepur dan trem (kereta api) di tanah air kita ini. Dengan
adanya sepur dan trem maka perdagangan di Indonesia terbuka lebar.
Begitulah, sesudah ada sepur dan trem maka perdagangan atau pertukaran
barang-barang dari Eropa ke Indonesia atau sebaliknya akan bisa semakin
cepat, sehingga keuntungan kaum saudagar itu pun bisa bertambah besar
pula.
Di antara kita mungkin ada yang bertanya-tanya apa sebabnya nenek
moyang kita (orang-orang kuno) pada waktu itu suka menukarkan
barang-barang yang dihasilkannya dengan barang-barang dari Eropa?
Pertanyaan ini bisa dijawab dengan penjelasan bahwa Eropa (daerah
berhawa dingin) sebagaimana sudah saya terangkan di atas, lebih
memiliki kepintaran dan kepandaian dalam kehidupannya. Karenanya,
orang-orang di sana pintar membuat barang-barang yang unik, bagus,
murah, dan halus. Sudah barang tertentu nenek moyang kita yang tertarik
dengan keunikan, keindahan, dan kehalusan barang-barang dari Eropa itu
kemudian merasa senang berdagang dan menukarkan barang-barang produksi
Indonesia. Selain itu kita juga kalah dalam hal persenjataan sehingga
gampang dipaksa menukarkan barang-barang pada orang-orang Eropa.
Sekarang ada seratus orang lainnya lagi mengecap kain dengan mesin
cap. Mereka dalam satu bulan bisa memproduksi kain yang sudah dicap
kira-kira 1000 lembar. Jelaslah kiranya bahwa pekerjaan yang dilakukan
oleh 100 orang yang bekerja hanya dengan tangan kalah 10 kali lipat
dibandingkan dengan 100 orang lainnya yang bekerja dengan menggunakan
mesin.
Untuk menyamai jumlah produk hasil mesin, maka 100 orang yang
membatik itu harus bekerja selama 10 bulan. Jika orang yang bekerja
dengan menggunakan mesin cap dapat bekerja dan bertahan hidup serta
mendapatkan gaji dalam satu bulan, maka orang yang bekerja dengan
membatik harus hidup dan mendapatkan upah dengan menunggu selama sepuluh
bulan. Jelaslah bahwa ternyata ada resiko tertentu dari pekerjaan yang
hanya menggunakan tangan saja, sehingga dengan demikian harga barang
yang dibuat dengan mesin bisa lebih murah daripada barang yang dibuat
dengan menggunakan tangan. Semakin baik mesin dan pabriknya, semakin
mampu pula mereka membuat barang-barang yang bagus, halus, unik, dan
murah.
Itulah sebabnya mengapa pertukaran barang-barang antara Eropa dengan
Indonesia bisa maju, dan perdagangan di Indonesia bisa ramai, makin
lama makin ramai dengan adanya sepur, trem, kapal api, dan sebagainya.
Perdagangan pun berjalan semakin pesat. Keadaan di Indonesia semakin
ramai, dan keuntungan serta kekayaan yang didapatkan semakin bertambah,
terutama untuk para saudagar dan para pemilik pabrik.
Tetapi di mana ada untung, di situ pasti ada rugi. Di mana ada yang
kaya, di situ ada yang miskin. Karena yang menjadi kaum saudagar dan
tuan pabrik kebanyakan adalah bangsa lain, sedangkan rakyat Indonesia
cenderung bersabar dan tidak begitu bernafsu mengeruk kekayaan, maka
yang rugi dan menjadi miskin adalah rakyat Indonesia. Begitulah, karena
faktor alam atau hawa suatu negara maka rakyat Indonesia sekarang
semakin miskin dan melarat dibandingkan zaman dahulu.
Tetapi perdagangan yang ramai seperti dijelaskan di atas juga
menimbulkan hal lain bagi kehidupan penduduk Indonesia, terutama
kehidupan rakyat. Rakyat Indonesia tidak saja kehilangan kekayaannya
yang dulu-dulu tetapi juga kehilangan pekerjaan klasiknya, yaitu menenun
kain, menjadi tukang yang membuat hiasan rumah, dan sebagainya, karena
barang-barang sekarang dibuat dengan mesin, sehingga bisa lebih murah
dan lebih bagus.
Perdagangan semakin ramai dan maju, kaum saudagar dan para pemilik
pabrik di Eropa pun semakin kaya, sehingga kekayaan kemudian bisa
diputar untuk modal mendirikan pabrik-pabrik baru di semua benua Eropa.
Selain itu di Eropa juga sudah banyak pabrik yang memproduksi
mesin-mesin baru, jumlah mesin-mesin baru makin lama makin banyak,
sehingga tidak bisa dijalankan semuanya di Eropa. Surplus kekayaan modal
atau uang di Eropa itu mendorong pada saudagar Eropa untuk menanam
modalnya di Indonesia, yaitu dengan mengadakan perkebunan
teh,
kopi, tembakau, karet, dan sebagainya. Begitulah maka tanah pertanian
dan ladang milik rakyat Indonesia warisan nenek moyang kita, akhirnya
terdesak oleh perkebunan
-perkebunan
itu.
Selain surplus uang, Eropa juga surplus mesin atau alat-alat
industri, sehingga kaum saudagar Eropa yang ada di Indonesia lalu dapat
membuat atau mendirikan pabrik. Maka, berdirilah pabrik-pabrik gula,
penggilingan padi, dan lain-lain.
Adanya pabrik-pabrik gula memaksa para pemilik pabrik untuk menyewa
tanah milik petani dan menyuruh petani itu bekerja dan berkuli (buruh)
di tanah-tanah sewaan itu. Oleh karena itu maka terdesaklah pekerjaan
bercocok tanam secara kuno (pekerjaan "tani merdeka") oleh pekerjaan
pabrik-pabrik itu.
Jadi perdagangan Eropa berbalik arah ke Indonesia, seperti tampak dari adanya sepur, trem, kapal api; berdirinya perkebunan
-perkebunan
kopi,
karet, tembakau; dan berdirinya pabrik-pabrik gula, penggilingan padi,
dan sebagainya. Hal ini jelas-jelas membuat penduduk Indonesia semakin
miskin dan mendesak hampir semua pekerjaan merdeka yang dulu diusahakan
oleh nenek moyang kita.
Jadi nyatalah, bahwa kemajuan dan keramaian di Indonesia pada zaman
sekarang ini mendesak kemerdekaan mata pencaharian kuno, sehingga
kesabaran, ketentraman, kesenangan, dan kedamaian nenek moyang kita juga
akhirnya terdesak dan sirna. Karena itu pula penduduk Indonesia
sekarang selalu ribut dari hari ke hari dalam kehidupan yang sukar,
serba susah dan khawatir ini.
Apa sebabnya sekarang kita hidup dalam suasana penuh keributan,
kesukaran, dan kesusahan? Sebab kita kehilangan kemerdekaan untuk
mengatur sendiri pekerjaan kita, karena hal yang menyenangkan itu sudah
terdesak oleh mesin-mesin dan pabrik-pabrik baru. Suatu model baru yang
muncul bersamaan dengan terdesaknya mata pencaharian kuno oleh
perdagangan yang diramaikan oleh sepur, trem, perkebunan
-perkebunan
, pabrik,
kapal api, dan sebagainya. Maka mulai terbuka pula bagi rakyat di
Indonesia pekerjaan lainnya yaitu kerja sebagai buruh. Ramainya
perdagangan memaksa orang untuk bisa menjadi juru tulis, klerk, mandor,
masinis, dan sebagainya. Karena itu pula di lndonesia lalu didirikan
sekolah-sekolah agar perdagangan yang ramai itu mampu mencukupi
kebutuhannya.
Sekolah-sekolah dibuka, rakyat memperoleh pengetahuan dan
pengertian, terus pikirannya dan pandangannya terbuka, kemudian mereka
bangkit, dan sejak itu pula rakyat sering berkumpul (
begandring)
untuk
merumuskan usaha-usaha agar kerusakan-kerusakan di Indonesia dapat
diperbaiki. Dalam usaha itu bangsa Belanda yang bijaksana ikut membantu
rakyat. Jadi, sesudah rakyat bangkit dan sering berkumpul, maka untuk
memperkuat diri maka didirikanlah "perserikatan" (
Vereniging)
atau perkumpulan. Begitulah maka pada zaman sekarang terdapat banyak
perkumpulan rakyat Indonesia yang sama-sama bermaksud memperbaiki semua
kerusakan, baik tanah air maupun penduduknya. Jadi munculnya sekian
banyak perkumpulan disebabkan adanya pengaruh perubahan dalam kehidupan
rakyat Indonesia sebagaimana saya terangkan diatas.