Friday, 30 August 2013

GESBURI MELAWAN PHK SEPIHAK DAN UPAYA KRIMINALISASI

Pada hari Rabu tanggal 28 Agustus 2013 yang lalu, Gerakan Serikat Buruh Indonesia (GESBURI) melakukan 2 agenda penting dalam memperjuangkan dan melawan PHK sepihak dan upaya kriminalisasi terhadap buruh Pt. Detpak Indonesia. Kasus yang ada di Detpak sementara ini yang di angkat adalah Ketua Umum PTP GESBURI PT. DETPAK INDONESIA yang menjadi persoalan Keumuman di Gesburi bukan persoalan individu. Dengan dukungan dari seluruh Basis Gesburi dan 2 bis besar telah dipersiapkan untuk menuju ke PHI Bandung dan Polsek Cikarang Selatan.







Titik kumpul dan Breafing dilakukan di depan Pt. Detpak Indonesia dan di depan Polsek Cikarang Selatan. Berikut video Breafing sebelum pemberangkatan :

 



Di dalam perjalanan di atas bis anggota Gesburi melakukan orasi politik bahkan siraman rohani dengan harapan perjuangan buruh Gesburi ini diberikan hidayah dan perlindungan oleh Allah SWT.



 


 

Sesampai di Bandung Jln. Soekarno Hata,buruh Gesburi melakukan Longmarch menuju halaman PHI Bandung dan melakukan orasi di depan ruang sidang.








  

Setelah istirahat sejenak, di sela-sela menunggu giliran jadwal sidang, buruh Gesburi melakukan Diskusi-diskusi untuk pembelajaran kaum buruh.









 

Dalam persidangan tanggal 28 Agustus 2013 adalah untuk mendengarkan kesaksian yang kedua dari Penggugat (Pt. Detpak Indonesia). Tapi lagi-lagi untuk yang kedua kalinya Penggugat tidak hadir lagi di dalam persidangan, sidang ditunda sampai 2 minggu ke depan untuk mendengarkan kesimpulan.

 





Sepulang dari PHI Bandung, massa GESBURI bergerak menuju Polsek Cikarang Selatan yang berlokasi di Prapatan Lippo Cikarang. Dengan maksud ingin menanyakan perkembangan kasus tentang adanya Upaya Kriminalisasi terhadap buruh Pt. Detpak Indonesia yang juga anggota Gesburi.
Sesaat setelah massa berkumpul di halaman Polsek, sempat terjadi bersitegang antara massa Buruh Gesburi dengan para anggota kepolisian yang sedang bertugas pada saat itu. Namun kejadian itu akhirnya tidak sampai terjadi bentrokan. Berikut ini adalah foto dan video massa Buruh Gesburi yang berada di halaman Polsek Cikarang Selatan.







 






Baca Selengkapnya...

Sunday, 25 August 2013

Serikat Buruh, Partai Kelas Buruh dan Perjuangan Politik



Kapitalisme: Kelas-kelas dan Pertentangan Kelas 

Upah murah, ketidakpastian kerja (lewat sistem kontrak dan outsourcing serta PHK), dan ketiadaan jaminan sosial kerja merupakan masalah yang tiap harinya bersentuhan dengan buruh Indonesia.Masalah ini berhubungan erat dengan masalah-masalah lain yang ada pada rakyat mayoritas. Seluruh rakyat berhadapan dengan kebutuhan hidup yang tinggi,ketiadaan lapangan pekerjaan, mahalnya biaya kesehatan dan pendidikan, dll,semakin menyebabkan buruh maupun rakyat mayoritas sulit untuk hidup sejahtera,apalagi untuk mengembangkan aspek-aspek kemanusiaannya (belajar, berkesenian,bersosial) sebagai manusia.

Pada saat yang sama, ada sebagian kecil masyarakat yang hidup mewah, berkecukupan bahkan tidak perlu mengeluarkankeringat setetes pun, uang terus mengalir ke brankas mereka. Mereka adalah parapemilik perusahaan/pemilik modal, dimana perusahaannya sendiri seringkali bahkan bukan dijalankan oleh dirinya, melainkan oleh para direktur dan manajer yang diupah tinggi. Mereka juga menguasai bank-bank, pertambangan, industri (pabrikdan jasa), menguasai industri media (tv dan Koran), dan menguasai seluruhbarang-barang konsumsi dan kebutuhan hidup sosial manusia lainnya.

Penggolongan masyarakat tersebut (golongan mayoritas: rakyat bekerja keras-hidup sulit & golongan minoritas:para pemilik modal, tidak bekerja-hidup mewah, dan menguasai dan mengatur kehidupan masyarakat) merupakan hasil dari pembagian masyarakat dalam sistem ekonomi kapitalisme. Kapitalisme, sebuah sistem ekonomi dimana kapital (modal,kekayaan) dan pemiliknya menjadi “Tuhan-Tuhan” baru yang diciptakan dan menjadi penguasa dunia saat ini. Seluruh kebutuhan sosial manusia/masyarakat (makan,pakaian, rumah, sekolah, kesehatan, transportasi, kesenian, bahkan agama, dsb.) diubah menjadi barang dagangan dan dikuasai oleh para pemilik modal. Yang tidak mampu membeli tidak bisa mendapatkannya. Bahkan seluruh nilai-nilai luhurbudaya (solidaritas, saling berbagi, tolong menolong dan sebagainya) dihancurkan dan digantikan dengan nilai-nilai baru yang semuanya diukur dengan uang, harta dan kekayaan (menjadi barang dagangan yang harus dibeli). Jadi pembagian kelas yang terjadi di masyarakat bukanlah karena nasib yang ‘memang begitu adanya’, bukan juga karena dunia sudah dibagi menjadi dua kelas sebagaimana adanya siang-malam, baik-buruk, kaya-miskin, dst, melainkan terbentuk dari sistem ekonomi yang dijalankan.

Sistem ekonomi-politik kapitalis medilahirkan, dibentuk, dan lalu dipertahankan oleh pihak-pihak yang diuntungkan oleh sistem itu, yaitu para pemilik kapital/modal. Sebagai contoh para pengusaha/pemilik modal yang bersikeras mempertahankan sistem kerja kontrak dan outsourcing atau menolak upah layak, ini bukan karena mereka tidak tahu kalau buruh tidak sejahtera, tapi karena hanya dengan cara seperti inilah mereka dapat menumpuk keuntungannya dan pada akhirnya dapat mempertahankan sistem kekuasaan modal ini berjalan.

Di sisi lain kelas buruh berkepentingan untuk mendapatkan kesejahteraan. Kepentingan ini jelas bertentangan dengan kepentingan para pemilik modal. Perbedaan kepentingan (antara buruh dan pengusaha) ini merupakan gambaran paling sederhana dan paling jelas bagaimana dalam suatu masyarakat terdapat golongan-golongan yang saling bertentangan kepentingannya, baik secara ekonomi, maupun secara politik. Penggolongan masyarakat dalam ekonomi-politik inilah yang disebut sebagai“kelas-kelas” . Dimana dalam sistem ekonomi kapitalisme, alat-alat produksi(pabrik, tanah, teknologi dll), yang dibutuhkan untuk menghasilkan barang-barang kebutuhan sosial masyarakat justrudikuasai oleh pribadi-pribadi, atau segelintir orang dan bukan menjadi miliksosial (Negara rakyat).

Lebih hebatnya lagi, para pemilik modal ini kemudian juga aktif dalam politik, mendirikan partai politiknya ataupun menjadi penyokong utama partai-partai politik ini. Akhirdari semua aktivitas politik ini berikutnya mereka pun dapat menguasai parlemen(DPR/DPRD), dan menguasai pemerintahan. Dengan menguasai pemerintahan dan parlemen, maka seluruh kebijakan yang dihasilkan oleh pemerintah dan parlemen(DPR/DPRD) dapat dipastikan merupakan cermin dari kepentingan dari para pemilik modal ini. Ditambah lagi, agar sukses dijalankannya kebijakan ini, perangkat-perangkat dukungan pun dipersiapkan: dari mulai kampanye palsu(alasan kenapa kebijakan tersebut yang diambil), hingga perangkat kekerasannegara (polisi, tentara, pengadilan dan penjara). Sederhananya, negara pun akhirnya dikuasai oleh mereka.

Perjuangan Kelas, Bentuk Perjuangan dan Organisasinya

Bagi kita yang sudah pernah dan terbiasa berjuang menuntut kesejahteraan di sebuah perusahaan, atau di berbagai aksi kawasan atau aksi mogok nasional sudah biasa pula bagi kita melihat keberpihakan negara(pemerintah, aparat, pengadilan, dll) terhadap klas pengusaha/pemilik modal, sebagaimana penjelasan diatas. Tetapi pernyataan ini bukanlah berarti bahwa mayoritas kelas buruh sudah memahami bahwa perjuangan kelas buruh juga harusmelakukan perjuangan untuk merebut kekuasaan negara yang dikuasai oleh kelas pemilik modal.

Gerakan kaum buruh  yang dipimpin oleh serikat buruh, biasanya hanya menekankan tentang perjuangan ekonomi, yaitu perjuangan yang hanya menuntut sebagian isu atau sebagian tuntutan kelas buruh. Mayoritas kelas buruh pun masih belum paham bahwa akar dari penindasan yang dialaminya saat ini akarnya bersumber dari sistem ekonomi kapitalisme yang dijalankan. Untuk memahami ini, kita harus memahami soal-soal ekonomi politik, dan sejarah perjuangan kelas.

Bahwa dalam setiap masyarakat berkelas, seperti halnya dalam masyarakat kapitalisme, pertentangan klas adalah sesuatu yang tak dapat dihindari. Sejak kapitalisme lahir (lebih dari 300 tahun lalu) pertentangan antara buruh dan pengusaha telah dimulai. Dari perlawanan perlawanan sendiri-sendiri, hingga akhirnya membangun perlawanan bersama dalam sebuah organisasi sekerja yang dikenal dengan nama serikat buruh. Biasanya penindasan di tempat kerja dan “perjuangan ekonomi” di tempat kerja (perbaikan upah,kondisi kerja, dll) yang dilakukan oleh buruh di masing-masing perusahaan menjadi motor penggerak lahirnya sebuah serikat buruh di masing-masing perusahaaan. Kesadaran bahwa, semakin bersatu buruh akan menjadi lebih kuat,dan adanya kesadaran sebagai sesama kelas buruh,  mendorong terbangunnya persatuan-persatuansesama buruh. Ini mendorong terbentuknya penyatuan serikat-serikat buruhsektoral (sering dikenal dengan federasi), atau persatuan serikat buruhlokal/territorial, atau gabugannya menjadi konfederasi serikat buruh. Bahkan persatuannya terjadi hingga antar negara (federasi/konfederasi  internasional).

Sementara kelas-kelas tertindas lainnya: kaum tani, pedagang kecil, nelayan dan rakyat miskin lainnya, juga menghadapi penindasan yang sama seperti yang dialami kelas buruh. Seperti halnya kelas buruh, kelas-kelas inipun berjuang hanya memperjuangkan kepentingan kaumnya. Misalnya kaum tani berjuang untuk merebut tanah yang dirampas negara (misalnya perhutani) atau oleh pemilik-pemilik modal (pengusaha tambang, hutan, perkebunan dsb), nelayan yang menuntut subsidi BBM, pedagang kecil yang menolak penggusuran atau perjuangan rakyat miskin lain dalam aksi-aksi menuntut hak-hak ekonomi sesuai dengan masing-masing kepentingan ekonomi kelompoknya. Masing-masing kelompok kelas tertindas ini membangun organisasi perjuangannya masing-masing: serikattani, nelayan, pedagang kaki lima, rakyat korban penggusuran dan lainnya.

Perjuangan ekonomi, perjuangan menuntut kesejahteraan sejatinya tidaklah akan pernah tercapai selama akar dari penindasan itu sendiri yaitu sistem ekonomi kapitalisme tidak dihapuskan. Sederhananya, kita dapat saksikan bagaimana perjuangan menuntut upah minimum yang layak setiap tahunnya terus terjadi. Karena kenaikan upah sebesar apapun akan diiringi dengan kenaikan harga dan munculnya kebutuhan-kebutuhan sosial lainnya, sesuai dengan tuntutan perkembangan masyarakat. Kenaikan upah menjadi tidak ada artinya dibandingkan dengan kenaikan harga dan kebutuhan sosial lainnya. Demikianlah sistem kapitalisme berjalan, ia akan menyesuaikan diri atas kenaikan upah yang terjadi di buruh. Kesejahteraan dan keadilan bagi buruh dan rakyat banyak tidak akan dapat tercipta dalam sistem ekonomi kapitalisme.

Oleh karena itu, perjuangan ekonomi atau perjuangan menuntut kesejahteraan yang telah dilakukan oleh gerakan serikat butuh haruslah dikembangkan dan menjadi bagian dari sebuah perjuangan politik. Yaitu perjuangan untuk melancarkan perebutan kekuasaan politik: pemerintahan, parlemen, dan akhirnya perebutan siapa yang menguasai negara. Menggantikan penguasa negara yang sebelumnya dikuasai oleh kelas pemilik modal, dengan DIRINYA SENDIRI (kelas buruh dan rakyat mayoritas lainnya). Dititik inilah,sebenarnya kaum buruh (dan rakyat pekerja lainnya) mulai membuat perhitungan sejati dengan kelas penindasnya selama ini.

Dengan dikuasainya negara oleh buruh dan rakyat pekerja, maka berbagai kebijakan yang dihasilkan akan berkebalikan dengan situasi saat ini.Sederhananya saja, misalnya ketika negara dikuasai oleh buruh maka upah buruhakan dinaikkan, tidak boleh ada PHK, jam kerja dikurangi tanpa pengurangan upah sehingga semua orang mendapatkan pekerjaan, sistem kerja kontrak dan outsourcing akan dihapuskan, seluruh kebutuhan-kebutuhan sosial (pendidikan sampai perguruan tinggi, pension, kesehatan: baik pencegahan maupun pengobatan,perumahan, perawatan anak, taman bacaan, internet dan sebagainya) yang semula menjadi barang dagangan (harus dibeli) dirubah menjadi hak yang harus dapat dinikmati oleh semua orang tanpa mengeluarkan uang sepeserpun. Seluruh sumber-sumber kekayaan alam (migas, tambang, hasil hutan dan laut) dan sektorvital untuk rakyat banyak akan menjadi milik negara rakyat pekerja. Pengusaha yang menolak dan melakukan perlawanan seperti lock-out misalnya, bukan saja berhadapan dengan negara melainkan akan berhadapan dengan rakyat. Kaum buruh pastinya, akan siap menjalankan perusahaan-perusahaan yang tidak mau dijalankan pemilik modal. Akhirnya sistem ekonomi pun secara bertahap diubah menjadi sistem ekonomi yang lebih berkeadilan sosial, berpihak ke rakyat banyak dan bukan ke segelintir orang. Sistem ini sering disebut dengan sistem sosialisme, (yang sebenarnya jika membaca sejarah perjuangan kemerdekaan dan konstitusi UUD 45 kita, sistem inilah yang menjadi cita-cita kemerdekaan:mensejahterahkan kehidupan rakyat, dan membangun keadilan sosial bagi seluruh rakyat).Semua hal yang digambarkan diatas sebenarnya sering digaungkan dengan slogan yel-yel; “BURUH BERKUASA, RAKYAT SEJAHTERA!”

SerikatBuruh

Serikat buruh merupakan bentuk organisasi kelas buruh pertama dan saat ini merupakan organisasi terbesar tempat berhimpunnya kelas buruh secaraluas dibandingkan bentuk organisasi buruh lainnya. Sehingga tidak dapat terelakkan bahwa perjuangan politik kelas harus juga dimulai dan dibangun darisini. Melalui serikat buruh inilah, massa kelas buruh dihimpun guna melakukan melancarkan perjuangan ekonomi sehari-hari (kenaikan upah, penghapusanoutsourcing dan sistem kerja kontrak dan sebagainya) atau perjuangan untuk isu-isu tertentu.

Perjuangan ekonomi  sebagai bentuk awal perjuangan kelas buruh merupakan latihan perjuangan dari seluruh massa kelas buruh. Kemenangan-kemenangan kecil (dipenuhinya tuntutan) dan juga kekalahan-kekalahan yang akan terjadi terus menerus, akan menjadi pelajaran penting dan proses pertumbuhan kesadaran politik kelas buruh. Kemenangan utama dari perjuangan kelas buruh terletak pada semakin bersatunya massa kelas buruh sebagai sebuah kelas dan meningkatnya kesadaran perjuangan kelas buruh dariperjuangan ekonomi menjadi perjuangan politik kelas buruh.

Perjuangan ekonomi yang dilakukan kaum buruh dan dilancarkan olehgerakan serikat buruh tidak akan serta merta dapat memunculkan “kesadaran politik kelas” yaitu kesadaran perjuangan untuk merebut kekuasaan politik daritangan kelas berkuasa dan menghapuskan sistem ekonomi yang menindas yaitu kapitalisme sebagai akar dari penindasan yang dialami kelas buruh dan kelas terhisaplainnya. Walaupun demikian, perjuangan ekonomi yang dilakukan gerakan serikat buruh pun sebenarnya juga bersentuhan “politik” misalnya dalam aksi menuntutupah layak, penghapusan sistem kontrak dan outsoursing, jaminan sosial,pendidikan dan kesehatan gratis dan sebagainya. Sebagaimana dijelaskan diatas,dalam aksi perjuangan semacam ini, kelas buruh melihat bagaimana pemerintah,parlemen (DPR/DPRD), dan partai politik yang ada terlihat berpihak kepada kelaspemilik modal/pengusaha dibandingkan kepentingan kelas buruh. Oleh karenanya,sebenarnya dalam perjuangan buruh yang luas (bukan perjuangan di tingkat perusahaan) yang dilakukan oleh gerakan serikat buruh, juga menghasilkan “BENIH-BENIH”kesadaran politik dan BENIH-BENIH kesadaran perlawanan terhadap sistem ekonomi kapitalsime. Tetapi BENIH tetaplah BENIH yang perlu dirawat, dijaga dan ditumbuhkan menjadi buah”. Mengembangkan “Benih-Benih Kesadaran Politik” ini tidak bisa hanya dilakukan oleh gerakan serikat buruh sendiri, melainkan butuh sebuah partai politik kelas. Sederhananya, serikat buruh adalah sekolahan awal bagi perjuangan massa kelas buruh untuk bisa mengerti mengapa perjuangan politik dan membangun sebuah partai politik kelas harus dilakukan.

Perjuangan untuk merebut kekuasaan negara dan menghapuskan penindasan sistem ekonomi, merupakan sebuah perjuangan yang tidak lagi sekedar menuntut atau sekedar meminta belas kasih penguasa dan pengusaha melainkan mengambil hak kekuasaan rakyat (kelas buruh dan kelas tertindas lainnya) dari tangan kelas bermilik saat ini (kelas pemodal/pengusaha). Perjuangan yang memiliki cita-cita demikian, disebut sebagai sebuah perjuangan politik. 

Untuk membangun sebuah perjuangan politik, dengan cita-cita mengangkat kelas buruh dan kelas tertindas lainnya menjadi penguasa (secarapolitik dan ekonomi berikutnya – menguasai negara – menjadi pemerintah), tidakcukup hanya menggunakan organisasi serikat buruh. Dibutuhkan bentuk organisasi lain diluar serikat buruh yaitu yang biasa dikenal sebagai partai politikkelas. Perjuangan politik adalah bentuk perjuangan tertinggi dari perjuangan kelas.
Partai Politik Kelas

Berbeda dengan serikat buruh, partai politik kelas, biasanya anggotanya adalah para pejuang-pejuang buruh dan pejuang rakyat lainnya yang sudah memiliki pengalaman perjuangan sebelumnya di serikat buruh atau serikat rakyat dan memiliki “kesadaran politik” (memiliki pengetahuan tentang sistem ekonomi kapitalisme, hakekat dan tujuan serta strategi-strategi perjuangan). Sementara serikat buruh/serikat rakyat adalah organisasi massa (organisasi sekerja), dimana kesadaran dan keaktifan anggotanya sangatlah bermacam-macam. Siapa saja yang mau membayar iuran serikat pada dasarnya dapat menjadi anggota serikat buruh.

Pastinya partai kelas buruh berbeda dengan partai-partai politik yang saat ini ada di parlemen atau partai politik yang baru muncul yang akan ikut dalam pemilu 2014 nantinya. Seluruh partai politik ini tidak memilikikepentingan berbeda satu sama lain. Karena bila dicek seluruh partai yang adadi bangun/didirikan, atau setidaknya disokong kuat dan dikuasai oleh para pemilik modal. Sehingga kepentingan mereka pun pada dasarnya tidak berbeda antara satu partai dengan partai lain, mewakiliki kepentingan segelintir orang/minoritas yaitu kelompok berpunya (pemilik modal). Kalau pun ada bedanya, bukanlah soal yang mendasar, yaitu penolakan terhadap sistem ekonomikapitalisme yang menindas rakyat (walaupun bisa saja ada anggotanya yang antikapitalisme dan pro terhadap gerakan dan perjuangan buruh). Pertentangan diantara partai-partai ini lebih didasarkan karena mereka ingin kelompok merekalah yang menang pemilu, menang di parlemen (DPR/DPRD), menang dipemilihan presiden dan menguasai pemerintahan. Sehingga nantinya, kelompokmereka lah yang akan menikmati hasilnya (menumpuk kekayaan dan modal). Sementara kaum buruh dan mayoritas rakyat tidak mengalami perubahan apa-apa.

Sementara partai kelas buruh, kepentingan sejatinya tidak memiliki kepentingan berbeda dengan kepentingan sejati kelas buruh dan mayoritas rakyat. Kepentingan sejati kelas buruh dan mayoritas rakyat (terlepas apakah buruh danmayoritas rakyat sudah sadar atau belum) adalah menghapuskan penindasan yang dialaminya, dimana akarnya justru ada pada sistem ekonomi kapitalisme (sistem ekonomi setan uang dalam bahasa jaman pergerakan kemerdekaan). Perjuangan tahap pertama yang harus dilalui adalah merebut kekuasaan negara dari kekuasaan kelas berkuasa saat ini (kelas pemilik modal). Inilah tahapan untuk menghapuskan penindasan dan ketidakadilan di masyarakat. Lewat negara yang dikuasai inilah,secara pasti perubahan sistem ekonomi dilakukan, menjadi ekonomi yang berkeadilan bagi rakyat banyak. Jika pergantian kekuasaan sebelumnya (dariSoeharto- SBY), selalu kelompok minoritaslah yang menguasai negara, maka partai kelas buruh bercita-cita menaikkan kaum mayoritas: kaum buruh dan rakyat jelata menjadi penguasa negeri.

Bentuk-bentuk perjuangan politik dari kelas buruh bisa bermacam-macam: dari mulai demonstrasi massa dan pemogokan politik (merubah kebijakan pemerintah, termasuk kebijakan ekonomi), membentukpartai politik, ikut pemilu dan menempatkan pejuang-pejuangnya di parlemen secara damai, hingga perjuangan jalanan menumbangkan kekuasaan. Sekali lagi yang harus diingat, perjuangan ekonomi dan perjuangan politik harus dilakukan beriringan. Oleh karenanya, partai politik kelas buruh haruslah memiliki hubungan yang erat dengan serikat-serikat buruh, baik yang progresif (merah),yang radikal reformis, bahkan dengan serikat-serikat buruh yang “memble atau yang menjadi kaki tangan pengusaha/penguasa sekalipun”. Karena pada dasarnya karakter-karakter dari serikat buruh yang disebutkan diatas lebih pada pengaruh dari pimpinan-pimpinan serikat buruh tersebut. Sementara di massanya, seringkali jauh lebih maju kesadaran dan keinginan untuk berjuangnya.

Situasi Perjuangan Kelas Buruh Saat Ini dan Tugas Mendesaknya

Disadari bahwa mayoritas kelas buruh bahkan yang sudah berserikat sekalipun dan sudah terlibat dalam berbagai perjuangan menuntut kesejahteraan,terlibat dalam pemogokan, belum memiliki kesadaran politik untuk berkuasa dan menghapuskan sistem kapitalisme. Mayoritas kelas buruh belum menyadari bahwa selain serikat buruh, mereka membutuhkan partai politik kelas untuk meraih cita-cita perjuangan politik kelas buruh: “Buruh Berkuasa, Rakyat Sejahtera!”

Tetapi disisi lain, terdapat fakta bahwa di kalangan pejuang-pejuang buruh, sebagiannya duduk menjadi pimpinan-pimpinan serikat buruh, sudah menyadari akan kebutuhan ini. Hanya saja, usaha-usaha serius untuk membangun sebuah kekuatan politik kelas buruh (partai politik kelas buruh), tidak dilakukan secara serius. Mayoritas pejuang buruh yang sadar akan hal inipun larut pada pekerjaan hanya membangun perjuangan serikat buruhnya. Tetapi, sentuhan-sentuhan politik dalam perjuangan ekonomi yang dilakukan(mogok lokal, mogok nasional, nuntut penghapusan outsourcing dan kontrak, nuntut jaminan sosial, menolak RUU Kamnas dan RUU Ormas, persatuan dansolidaritas sesama buruh/antar serikat, bahkan mendukung calon-calon dalam pilkada ataupun taktik menitipkan calon mereka ke parpol dalam pemilu 2014 dan lain sebagainya) sebenarnya memberikan lahan luas untuk mendorong maju gerakan buruh dari gerakan serikat buruh menjadi sebuah gerakan politik untuk membangun sebuah partai politik kelas buruh. Pekerjaan ini tidak dapat ditunda-tundalagi.

Pembangunan partai politik kelas buruh tentu saja pengerjaannya tidak seperti yang dilakukan seperti “partai-partai buruh” yang pernah dibentuk, yang tujuannya tak lebih dari sekedar dapat ikut serta pemilu, dan dapat ikut serta berkuasa (baca: menikmati kekuasaan bersama kelas penindaslainnya) dan bukan untuk menaikkan kelas buruh menjadi berkuasa dan menghapuskansistem ekonomi kapitalisme.

Organisasi politik kelas buruh (partai kelas buruh) haruslah dibentuk bukan oleh segelintir elit pimpinan serikat buruh yang berkumpul, berkongres dan membentuk partai. Melainkan harus dibangun dari kesadaran gerakan perjuangan kelas buruh saat ini. Artinya, para pejuang buruh danburuh-buruh maju/sadar, dari serikat manapun yang telah memiliki kesadaran akan pentingnya membangun sebuah partai politik kelas buruh hurus mulai berkumpul,mendiskusikan secara bersama bagaimana membangun organisasi politik ini dan mengembangkannya secara luas kepada anggota-anggota serikatnya yang paling aktif. Persatuan kelas buruh harus ditingkatkan dari persatuan perjuangan serikat buruh menjadi persatuan perjuangan untuk membangun partai politik kelasburuh.

Situasi terakhir, terdapat debat di kalangan kawan-kawan pimpinan serikat buruh, atas dukung atau tidak mendukung calon yang dianggap berpihakkepada kaum buruh terutama di Bekasi, terkait pemilihan Gubernur dan WakilGubernur Jawa Barat. Ke depan menghadapi pemilu 2014, pastinya banyak debat soal memasukkan atau tidak penting memasukkan pimpinan-pimpinan serikat buruhke partai-parti politik yang ada untuk menjadi anggota DPR/DPRD. Semuanya iniakan sangat berguna jika saja kita sudah memiliki sebuah organisasi politik, sehingga akan ada kesatuan tindakan, dan manfaat yang lebih jauh bagi gerakan atas pilihan-pilihan ini. Oleh karena terlepas dari debat diatas, kenyataan ini semakin menunjukkan bahwa pembangunan sebuah partai politik kelas buruh harus segera dilakukan. Seluruh pejuang-pejuang buruh dan perjuang rakyat lainnya yang tersebar di berbagai serikat buruh dan organisasi rakyat di masing-masingkota harus segera bertemu merumuskan bagaimana mengawali langkah pembangunan partai politik kelas buruh ini. 
Sekian, salam juang..

Diterbitkan dalam "Kibar Juang" edisi 1

Baca Selengkapnya...

Friday, 23 August 2013

Satu Dua Hal Mengenai Garda Pertahanan Buruh

“Menajamnya perjuangan proletar berarti menajamnya metode yang digunakan oleh kapitalis untuk memukul balik … Suatu kemalangan bagi organisasi revolusioner, suatu kemalangan bagi kaum proletar bila mereka sekali lagi tidak siap menghadapi pukulan balik ini!” – Leon Trotsky, Program Transisional (1938)

Trotsky menulis kalimat di atas pada paruh kedua 1930an ketika perjuangan kelas di dunia sedang mencapai titik puncaknya, ketika kelas kapitalis sudah mencampakkan semua hukum dan nilai-nilai demokrasi yang biasanya mereka elu-elukan. Kelas borjuasi membangkitkan kekuatan gelap untuk menghancurkan gerakan buruh, yakni fasisme. Kekuatan fasisme sudah menang di Italia, Jerman, dan Spanyol, dan di banyak negara embrio-embrio organisasi fasis mulai menguat. Milisi-milisi fasis didukung dan digunakan oleh kaum kapitalis untuk meremukkan pemogokan-pemogokan buruh, membubarkan pertemuan-pertemuan buruh, mengobrak-abrik kantor-kantor serikat, dan menteror para buruh.

Sejak awal perjuangan kelas antara kapital dan buruh 200 tahun yang lalu, benturan antara kedua kekuatan ini terjadi kadang-kadang dengan tertutup dan kadang-kadang dengan terbuka: dari pemogokan biasa di satu pabrik yang terjadi relatif damai, hingga benturan berdarah-darah antara buruh dan polisi, antara buruh dan massa-massa reaksioner, dan puncaknya perebutan kekuasaan secara paksa – karena tidak akan ada penguasa yang rela menyerahkan kekuasaan mereka – oleh kaum buruh. Ketika kaum proletar untuk pertama kalinya merebut kekuasaan pada 1917 di tanah Rusia, perang sipil berkecamuk dan 21 tentara imperialis – AS, Prancis, Inggris, Italia, dsb. – mengepung Negara Buruh tersebut. “Menajamnya perjuangan proletar berarti menajamnya metode yang digunakan oleh kapitalis untuk memukul balik,” dari menggunakan cara-cara halus seperti perangkat-perangkat hukum, sampai menggunakan kekerasan polisi dan massa bayaran, dan sampai mengobarkan perang.

Hari ini, ketika buruh Indonesia sudah menunjukkan taringnya, tidak heran kalau kelas kapitalis membalas dengan teror kekerasan yang semakin luas, yakni dengan memobilisasi preman. Gelombang pemogokan 2012 kemarin, yang memuncak pada Pemogokan Umum 3 Oktober, telah mendorong kelas kapitalis menggunakan metode-metode yang lebih tajam. Tidak puas dengan menggunakan polisi dan tentara, sekarang para kapitalis secara sistematis memobilisasi massa-massa reaksioner. Oleh karenanya, masalah mempertahankan gerakan buruh dari premanisme hari ini menjadi penting. Tetapi masalah ini tidak hanya penting untuk didiskusikan buruh ketika mereka mulai diserang oleh massa reaksioner. Masalah pertahanan buruh adalah masalah politik yang berhubungan dengan tugas historisnya untuk perebutan kekuasaan. Oleh karenanya masalah pertahanan buruh tidak bisa dibicarakan hanya dalam ranah teknis saja, tetapi harus didiskusikan dalam ranah politik. Kita harus meneliti masalah milisi atau garda pertahanan buruh secara dialektis materialis, yakni dimulai dari pemahaman akan kapitalisme itu terlebih dahulu.

Demokrasi Kapitalis dan Negaranya

Demokrasi bukanlah sesuatu yang keramat bagi kapitalisme. Bahkan di Amerika dan Eropa, tempat dimana katanya demokrasi adalah prinsip tertinggi dalam masyarakat, berulang kali kekeramatan demokrasi ini dinodai. Kebebasan pers, kebebasan berorganisasi, kebebasan berpendapat, semua ini subordinat di bawah prinsip penghisapan nilai-lebih dari keringat buruh. Bila kapitalisme bisa berkuasa dengan menggunakan sistem demokrasi, yang secara umum lebih murah dan mulus, dimana mayoritas rakyatnya dininabobokan dengan ilusi-ilusi demokrasi dan borjuis, maka ini akan dilakukan oleh mereka. Tetapi ketika ilusi-ilusi tersebut buyar oleh realitas penindasan yang dirasakan oleh buruh, dan demokrasi tidak bisa lagi digunakan oleh para penguasa, maka mereka akan menggunakan kekuatan-kekuatan gelap dan reaksioner. Mereka akan mengerahkan polisi dan tentara mereka dengan brutal. Dan bila ini tidak memadai, mereka akan mempersenjatai milisi-milisi reaksioner. Tidak akan ada lagi perdebatan. Yang ada hanya benturan kekerasan, adu jotos.
Siapa yang akan menang dalam benturan ini adalah mereka yang punya semangat dan pemahaman bahwa kompromi sudah mustahil. Secara objektif, kemenangan ada di pihak buruh. Mereka adalah mayoritas dalam masyarakat. Ratusan massa reaksioner yang dimobilisasi para pemilik modal kawasan industri Bekasi bukan tandingan ratusan ribu yang termobilisasi pada gelombang pemogokan tahun lalu. Ditambah lagi, posisi strategis buruh dalam ekonomi memberikan mereka bobot sosial dan ekonomi yang berkali lipat. Yang mereka butuhkan hanya keyakinan, kepercayaan diri, kesadaran, dan kepemimpinan. Yang mereka perlukan adalah sebuah organisasi yang dapat memimpin mereka, yang dapat memberikan mereka pemahaman revolusioner mengenai kekuatan mereka dan tugas-tugas historis mereka.

Walaupun demokrasi borjuasi adalah demokrasi yang semu, munafik, dan berpihak, bukan berarti kita tidak bisa menggunakan ruang-ruang demokrasi yang ada untuk kepentingan kita. Selama kita tidak bersandar pada ilusi demokrasi seperti halnya kaum Kiri reformis dan demokrat, maka kita akan dapat secara efektif menggunakan demokrasi borjuasi untuk kepentingan buruh. Di satu pihak kita dapat meraih sejumlah kebebasan yang memungkinkan kita untuk berorganisasi, di lain pihak kita juga bisa – dengan terus menuntut hak-hak demokrasi yang katanya dijanjikan dan terpatri dalam undang-undang dasar negara borjuis – mengekspos kepalsuan demokrasi borjuis dan mengajarkan kepada buruh untuk hanya percaya pada kekuatan mereka sendiri.

Belakangan ini ketika buruh-buruh Bekasi diserang oleh preman-preman bayaran, serikat-serikat buruh memobilisasi demo-demo ke kapolsek untuk menuntut agar polisi melakukan tugas mereka dan membasmi premanisme. Ini adalah taktik yang tepat, hanya bila disertai pemahaman kalau polisi – sebagai aparatus negara borjuis – tidak bisa diandalkan untuk melindungi buruh, bahwa Negara bukanlah institusi netral yang seyogyanya melindungi masyarakat. Ketika kita menggunakan agitasi-agitasi bahwa “Negara harusnya melindungi rakyat”, “Polisi harusnya melindungi rakyat”, pemahaman kaum revolusioner berbeda dengan pemahaman kaum reformis. Yang belakangan benar-benar percaya kalau Negara hari ini – dan aparatus-aparatusnya – mestinya menjadi pelindung rakyat, bahwa Negara hari ini bisa direforma menjadi institusi netral yang berdiri di atas semua kelas secara adil. Namun sebenarnya Negara hari ini secara fundamental adalah alat kekuasaan kaum borjuasi, dibentuk dan didesain sedemikian rupa untuk menindas rakyat pekerja. Tidak ada jalan lain selain mempretelinya sepenuhnya dan membangun Negara yang baru, yakni Negara Buruh. Ketika kaum revolusioner menggunakan kalimat-kalimat agitasi bahwa “Polisi harusnya melindungi rakyat”, ini dimaksudkan untuk mengekspor karakter fundamental Negara dan aparatusnya sebagai alat kekuasaan kapitalis. Seperti halnya buruh tidak bisa mengandalkan pemerintah untuk menyelesaikan masalah-masalah normatif mereka di pabrik, dan lantas hanya dapat memenuhi tuntutan-tuntutan mereka dengan mobilisasi massa seperti yang telah ditunjukkan dengan gamblang pada gelombang pemogokan 2012, maka buruh juga tidak bisa berharap pada perangkat hukum borjuasi untuk mengatasi masalah premanisme. Hanya mobilisasi massa – sampai pada pembentukan detasemen pertahanan buruh – yang pada akhirnya dapat memukul mundur massa reaksioner.

Masalah Negara adalah masalah yang erat kaitannya dengan Milisi Buruh. Tidak mungkin kita bisa berbicara mengenai Milisi Buruh kalau tidak punya pemahaman mengenai apa itu Negara dan karakter-karakternya. Tetapi masalah Negara adalah masalah teori yang rumit, terutama karena para akademisi dan orang-orang pintar borjuis telah menabur begitu banyak kebohongan dan kebingungan mengenai masalah ini. Kaum buruh revolusioner harus bisa melihat menembus kabut kebingungan ini, karena tugas historisnya adalah perebutan kekuasaan Negara.

Bagi kelas penguasa, Negara adalah persoalan yang sangat penting, yang dominasinya – secara fisik dan juga secara ideologis – harus dijaga. Tidak mudah untuk bisa memahami teori revolusioner mengenai Negara, dan mungkin bagi kebanyakan buruh membaca sekali dua-kali tidak akan cukup. Akan tetapi, dengan terus belajar secara cermat, kaum buruh pasti bisa meraih pemahaman penuh mengenai karakter Negara borjuis.

Negara bukanlah sesuatu yang abadi, yang kekal, yang telah ada semenjak keberadaan manusia. Negara hanya muncul ketika masyarakat terbagi menjadi kelas-kelas, yakni di satu pihak kelas yang berkuasa, dan di lain pihak kelas yang dikuasai dan tertindas. Pada jaman primitif, ketika tidak ada kelas dan status yang membedakan satu manusia dari yang lainnya, tidak ada Negara sama sekali. Manusia hidup dalam keharmonisan yang diatur oleh tradisi dan rasa hormat satu sama lain. Tidak ada polisi, tidak ada pengadilan, tidak ada tentara yang berdiri terpisah dari rakyat, tidak ada penjara, yang semuanya adalah fitur-fitur utama dari Negara.

Lalu ketika masyarakat mulai terbagi menjadi kelas-kelas, karena adanya kemampuan untuk menciptakan nilai lebih dari produksi, maka muncullah Negara. Negara ini diciptakan oleh kelas penguasa untuk menjaga dominasinya, yakni dominasinya terhadap nilai lebih yang diciptakan oleh mayoritas rakyat. Di jaman perbudakan, ada kelas pemilik budak yang memeras nilai lebih produksi dari kaum budak. Di jaman feodalisme, ada kelas tuan tanah yang memeras nilai lebih produksi dari kaum tani. Dan hari ini di jaman kapitalisme, nilai lebih kelas buruh yang dihasilkannya di pabrik-pabrik dihisap oleh kelas kapitalis. Untuk menjaga dominasinya atas nilai-lebih ini, maka seperangkat aparatus – beserta hukum-hukumnya – diciptakan. Negara adalah alat kekerasan dari satu kelas terhadap kelas yang lain. Inilah esensi Negara.

Akan tetapi, para teoritisi borjuasi mengatakan bahwa Negara adalah sebuah institusi yang berdiri di atas masyarakat, di atas kelas-kelas, yang fungsinya adalah untuk menjaga keharmonisan masyarakat secara adil. Inilah ilusi utama yang ditaburkan oleh para ideolog borjuasi. Kenyataan hidup terus membongkar ilusi ini, ketika buruh dan tani terus menemui bahwa Negara mereka adalah Negara yang berpihak pada kelas borjuasi. Namun dengan pintar para ideolog borjuis ini mengelak. Kalau ada Negara yang tidak baik, ini karena konsep Negara yang ideal belumnya terlaksana. Yang dibutuhkan adalah perubahan kecil di sana dan di sini untuk mencapai sebuah Negara yang ideal menurut mereka. Maka dari itu, slogan-slogan utama dari kaum demokrat, liberal, dan reformis adalah “Negara seharusnya melindungi rakyat”. Tetapi pada kenyataannya, Negara ini tidak dapat melindungi rakyat, bukan karena orang-orang di dalamnya tidak mau, tidak bisa, atau tidak mampu, tetapi karena secara fundamental Negara ini adalah insititusi dominasi oleh satu kelas terhadap kelas yang lain. Tidak akan ada Negara yang mampu mengayomi seluruh lapisan masyarakat: pemilik modal, tuan tanah, buruh, tani, dan kaum miskin kota. Keharmonisan kelas-kelas di bawah perlindungan sebuah Negara yang adil dan bijaksana adalah ilusi terbesar.

Dalam perjuangannya, serikat buruh adalah organisasi paling dasar dari kelas buruh. Dengan serikat, kaum buruh bersatu dan melawan pemilik modal dalam pertarungan memperebutkan nilai lebih. Dalam situasi normal, benturan kapital-buruh ini mengambil bentuk yang relatif damai, yakni berlangsung secara “demokratis”. Buruh punya serikat yang diakui hukum, yang dapat menuntut gaji lebih tinggi sesuai kerangka hukum yang ada. Negosiasi antara buruh dan pemilik modal diawasi oleh pemerintah agar berjalan sesuai norma-norma hukum. Di sini kita berbicara di negeri-negeri dimana kebebasan berserikat secara umum telah dimenangkan oleh buruh. Tetapi dalam berbagai kesempatan, buruh menemui bahwa hukum yang ada tidak berpihak pada mereka. Mereka pun akhirnya mengambil jalan aksi massa dalam berbagai bentuk, dari yang legal, semi-legal, hingga ilegal. Di sinilah mereka kerap menemui kekerasan dari pemilik modal dan Negaranya. Ketika perjuangan buruh telah mulai mengancam keberlangsungan penghisapan nilai-lebih, kaum kapitalis pun mulai mencampakkan demokrasi mereka dan karakter Negara mereka semakin terungkap, yakni sebagai alat kekerasan.

Buruh pun tidak diam saja. Mereka mulai mengorganisir pertahanan mereka, dari yang bersifat sederhana dan sementara, seperti untuk menjaga aksi-aksi massa dari provokator, kekerasan polisi, dll. sampai yang bersifat revolusioner dan permanen. Tingkatan dari pertahanan buruh ini tergantung pada kebutuhan perjuangan buruh pada saat itu. Dalam kata lain, ia tidak bisa dilahirkan begitu saja dengan dekrit dan perintah dari segelintir orang. Dalam keadaan damai, tidak mungkin bisa muncul milisi pertahanan buruh yang berkarakter massa dan luas.

Namun ini bukan berarti kita menunggu saja. Tidak. Kaum buruh, dimulai dari lapisan yang termaju, harus terlebih dahulu dipersiapkan secara politik. Mereka harus dididik mengenai karakter perjuangan kelas, karakter Negara borjuasi, apa saja yang akan mereka hadapi dalam perjuangan mereka dan apa yang perlu mereka lakukan di tiap-tiap tahapan, sehingga ketika masalah pertahanan buruh mencuat para buruh termaju dapat memberikan kepemimpinan dan tidak tertangkap sedang ketiduran. Para buruh revolusioner dapat membaca situasi dengan tepat dan menyerukan slogan-slogan dan rencana-rencana aksi yang tepat, tanpa tertinggal di belakang peristiwa-peristiwa atau tanpa terlalu terburu-buru melangkah maju. Massa buruh luas juga harus dididik secara politik mengenai ini juga, sehingga ketika waktunya tiba mereka telah siap secara politik.

Politik, bukan teknis

Di sini kita menekankan pendidikan politik. Kita percaya kalau waktunya sudah tiba, buruh dapat menyelesaikan berbagai masalah teknis mengenai pertahanan mereka (bagaimana berlatih, bagaimana mendapatkan alat-alat pertahanan, dsb.) Halangan paling besar adalah tembok-tembok di pikiran mereka. Trotsky mengatakan:
“Kaum proletariat lah yang memproduksi senjata, mentransport mereka, membangun bangunan-bangunan dimana mereka disimpan, menjaga bangunan-bangunan itu, menjadi tentara dan menciptakan semua perlengkapan angkatan bersenjata. Bukan kunci atau tembok yang memisahkan kaum proletar dari senjata, tetapi kebiasaan menunduk, hipnotis dominasi kelas, dan racun nasionalis. Kita cukup menghancurkan tembok-tembok psikologis ini dan tidak akan ada satupun tembok batu yang dapat menghalangi mereka. Kaum proletar cukup hanya menginginkan senjata – dan mereka akan menemukan senjata.” (Leon Trotsky)

Ketika Trotsky memimpin Tentara Merah dalam Perang Sipil, ia mengatakan bahwa 90 persen dari perang sipil untuk perebutan kekuasaan tergantung pada perjuangan politik, dan hanya pada tingkatan yang jauh lebih kecil tergantung pada masalah-masalah militer dan teknis. Hal yang serupa benar dalam masalah milisi pertahanan buruh, yang merupakan benturan kekerasan yang skalanya lebih kecil dibandingkan perang sipil untuk perebutan kekuasaan “Milisi dalam dirinya sendiri tidak akan menyelesaikan masalah. Sebuah kebijakan yang tepat dibutuhkan,” begitu ujarnya.

Politik adalah utama. Kalau rakyat pekerja sudah menginginkan senjata, ia pasti akan menemukannya. Kita hanya perlu melihat perjuangan kemerdekaan kita. Ketika rakyat Indonesia sudah terbangunkan secara politik, tidak lagi bermental terjajah, dan menginginkan kemerdekaan mereka, rakyat secara luas bangkit melawan penjajah dengan senjata apapun yang ada. Tidak ada senapan, mereka gunakan bambu runcing. Mereka rebut senapan dari mayat tentara Belanda, dan sering kali bahkan dari mayat kawan mereka sendiri yang mati tertembak.
Fokus pada masalah teknik (bagaimana melatih, bagaimana mendapatkan alat-alat pertahanan, dsb.) hanya akan mengalihkan diri dari tugas politik milisi buruh. Bahkan tidak jarang masalah-masalah teknis digunakan oleh para pemimpin reformis untuk menumpulkan milisi buruh. Kita lihat saja serikat buruh reformis, dengan segala macam pelatihan birokratis mengenai hukum perburuhan, cara bernegosiasi, dll., yang bila tidak disertai pemahaman politik revolusioner hanya jadi alat tumpul.

Dari Garda Pertahanan Buruh ke Negara

Dalam perjuangannya, kaum proletar membentuk berbagai organisasi yang pada akhirnya akan menjadi embrio daripada sebuah Negara Buruh yang baru. Tiap-tiap tahapan perjuangan proletar mendorong buruh untuk menciptakan alat-alat perjuangan yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Sejarah 200 tahun perjuangan buruh telah menyaksikan berbagai bentuk alat-alat perjuangan buruh, dari serikat buruh, komite pabrik, dewan pabrik, dewan komunal, dsb. Begitu juga dengan organ pertahanan buruh, dari yang sederhana dan sementara, sampai yang revolusioner, luas, dan permanen. Semua ini tergantung dari tahapan yang dimasuki oleh perjuangan proletar.

Milisi pertahanan buruh adalah embrio dari Negara Buruh, yakni alat kekerasan buruh terhadap dominasi kaum kapitalis. Dengan mengorganisir milisi pertahanan buruh, kaum buruh menantang dominasi kekerasan yang ada di tangan kapitalis lewat Negaranya, dan mempersiapkan perebutan kekuasaan. Inilah mengapa kaum penguasa sangat takut kalau buruh sudah mulai punya barisan pertahanan mereka sendiri. Pengaruh politik dari keberadaan organ pertahanan buruh sangatlah signifikan. Ia secara konkrit menantang dominasi kekerasan kaum kapitalis. Dengan milisi pertahanan buruhnya, kaum buruh menyatakan dengan lantang bahwa mereka sudah tidak percaya lagi pada institusi hukum dari pemerintah yang ada dan akan mengambil hukum ke tangannya sendiri. Dengan milisi pertahanan buruh, mereka mempersiapkan jalan untuk menjadi penguasa Negara yang baru, yakni Negara Buruh, yang dalam hal ini adalah institusi buruh untuk menindas kaum kapitalis.

Selain itu, milisi pertahanan buruh juga menghancurkan konsep angkatan bersenjata yang terpisah dari rakyat. Negara borjuasi mengandalkan polisi dan tentara reguler yang dipisahkan dari rakyat di barak-barak, yang tidak demokratis, sehingga dapat setiap saat dengan jentikan jari tangan diperintahkan untuk menindas rakyat. Sementara milisi pertahanan buruh datang dari rakyat pekerja sendiri. Mereka bukanlah tentara atau polisi profesional. Milisi pertahanan buruh ada di bawah kontrol demokratis serikat buruh. Milisi pertahanan buruh adalah rakyat yang tersenjatai. Ia adalah embrio dari Negara Buruh yang baru, dimana polisi dan tentara reguler digantikan dengan rakyat yang tersenjatai, yang universal dan demokratis.

Pada momen tertentu, apa yang awalnya adalah pertahanan akan – dan harus – menjadi ofensif. Kaum kapitalis akan terus menyerang tanpa ampun, dan bila buruh hanya bertahan saja maka mereka pun akan remuk. Di sinilah masalah milisi pertahanan buruh lalu terikat dengan perebutan kekuasaan. Dalam usahanya untuk mempertahankan keberadaan mereka dan pencapaian-pencapaian mereka, gerakan buruh akan terdorong ke masalah kekuasaan. Ketika perjuangan kelas telah mencapai titik puncaknya, dan keberadaan gerakan buruh yang kuat sudah tidak bisa lagi ditolerir oleh kelas penguasa, maka kaum kapitalis akan melepaskan seluruh kekuatan gelap dan reaksioner mereka untuk meremukkan gerakan buruh dan mencabutnya sampai ke akar-akarnya. Sejarah kita dipenuhi dengan episode ini: Fasisme di Italia, Jerman, dan Spanyol; kediktaturan militer di Chile (Allende) dan Indonesia (Soeharto), dan banyak lainnya. Di Indonesia, PKI yang berhaluan Stalinis menolak untuk merebut kekuasaan dan mendirikan kediktaturan proletar. Alih-alih Aidit dan para pemimpin PKI lainnya bersandar pada Soekarno dan kelas borjuis nasional progresif, menunda perjuangan kelas demi apa-yang-disebut perjuangan nasional, demi apa-yang-disebut kediktaturan rakyat (yang meliputi semua kelas, dari buruh, tani, intelektual, borjuis kecil, dan borjuis progresif), demi apa-yang-disebut revolusi dua tahap. Menolak merebut kekuasaan, bermain-main dengan masalah kekuasaan tanpa mengambil tindakan tegas yang final, PKI beserta seluruh gerakan buruh dan Kiri Indonesia akhirnya dihancurkan oleh popor senapan tentara. Soeharto memobilisasi massa reaksioner, tetapi PKI yang punya serikat buruh SOBSI yang besar sama sekali tidak berkutik, tidak mampu memobilisasi milisi buruh untuk mempertahankan dirinya. Ini karena pada akhirnya para kader-kader mereka tidak pernah dididik mengenai politik revolusi yang sejati, mengenai politik perebutan kekuasaan revolusioner oleh kelas proletar. Kekalahan telak ini, yakni kekalahan tanpa perlawanan, menghantar 32 tahun periode gelap. Sungguh suatu kemalangan bagi organisasi proletar ketika mereka tidak siap menghadapi pukulan reaksioner.

Ringkasan: Beberapa Petunjuk Politik

Dari berbagai pengalaman yang ada, ada sejumlah petunjuk politik umum bisa kita tarik dari semua ini, yang dapat membantu kaum buruh untuk mengorganisir pertahanan mereka.
Pertama, masalah pertahanan buruh terutama adalah masalah politik. Masalah teknis adalah sekunder. Yang menghalangi buruh dari mempertahankan diri mereka bukanlah masalah teknis, tetapi rantai yang lama mengikat pikiran mereka dan menjajah pikiran mereka, yang membuat mereka pasif dan penurut. Patahkan rantai ini dengan pendidikan politik revolusioner dan tidak akan ada tembok apapun yang akan memisahkan mereka dari membentuk organ pertahanan, tidak akan ada masalah teknis apapun yang tidak dapat mereka pecahkan.

Kedua, kelompok pertahanan buruh tidak dapat muncul begitu saja. Ia bukan lahir dari seruan segelintir orang. Ia lahir dari kebutuhan buruh luas untuk mempertahankan diri mereka. Seruan kekiri-kirian untuk membangun organ pertahanan buruh ketika tidak ada kebutuhan ini hanya akan menjadi sebuah avonturisme.

Ketiga, kelompok pertahanan buruh harus bersifat demokratis. Ia harus berada di bawah kontrol demokratis serikat buruh dan anggota luas, dan bukan menjadi kelompok elit terpisah dari organisasi buruh atau menjadi organisasi di dalam organisasi. Terbuka dan demokratis, dengan ini maka kelompok pertahanan buruh akan menggerus dominasi dan monopoli kekerasan yang ada di tangan kaum kapitalis lewat aparatus-aparatus Negaranya dan massa reaksioner mereka.

Keempat, terbuka dan demokratis, organ pertahanan buruh juga harus berpadu dengan aksi massa. Organ pertahanan buruh tanpa aksi massa tidak lain hanya segerombolan gerilyawan kota atau urban yang avonturis.

Kelima, pada momen tertentu, perjuangan pertahanan melawan serangan dari Negara dan preman-preman bayaran kapitalis niscaya akan bergerak ke perjuangan untuk kekuasaan buruh dan sosialisme. Organ pertahanan buruh, bahkan dari yang paling sederhanapun, adalah sekolah untuk mendidik buruh mengenai perjuangan untuk kekuasaan, yakni pemenuhan tugas historisnya.
Pada akhirnya, pengalaman adalah guru terbaik, dan buruh akan belajar mengenai masalah pertahanan gerakannya hanya dengan mempraktekkannya. Tetapi teori, yang telah kita kupas di atas, adalah rangkuman pengalaman buruh itu sendiri dalam sejarah panjang perjuangannya. Ia adalah rangkuman praktek masa lalu. Dengan mempraktekkan teori, maka kita dapat menjauhkan diri kita dari kesalahan-kesalahan lampau yang telah dilalui oleh kaum buruh pendahulu kita. Hanya pendidikan teori politik – dan bukan kata-kata retorika penuh semangat – yang akan dapat menghancurkan dengan pasti sifat-sifat penurut, pasif, penakut, nrimo, dan pasrah yang ada di kalangan buruh. Hanya setelah memahami dengan baik sumber penindasannya dan bagaimana mengjungkirbalikkan sistem penindasan ini dan membangun dunia yang baru, maka seorang buruh tidak akan lagi punya rasa takut dan rasa ragu.
***

Appendix:

Garis Piket, Milisi Kelas Buruh, dan Penyenjataan Kaum Proletar

Oleh Leon Trotsky

Mogok kerja okupasi adalah sebuah peringatan yang serius dari massa yang ditujukan bukan hanya kepada kaum borjuis, tetapi juga kepada organisasi-organisasi buruh, termasuk Internasional Keempat. Pada tahun 1919-20, para pekerja Italia menyita pabrik-pabrik dengan inisiatif dari diri mereka sendiri, dan dengan aksi tersebut mereka memberikan sinyal kepada “pemimpin-pemimpin” mereka akan datangnya revolusi sosial. “Pemimpin-pemimpin” ini menghiraukan sinyal tersebut. Akibatnya, fasisme meraih kemenangan.

Mogok kerja okupasi belumlah berarti penyitaan pabrik-pabrik seperti halnya di Italia, tetapi mereka adalah sebuah langkah yang penting menuju aksi penyitaan. Krisis sekarang ini dapat mempertajam perjuangan kelas sampai pada poin yang ekstrim dan membawa kita lebih dekat ke garis akhir di mana semuanya akan menjadi jelas. Tetapi ini bukan berarti bahwa situasi revolusioner datang dengan satu pukulan. Sebenarnya, kedatangan situasi revolusioner ditandai oleh serentetan gejolak yang berkelanjutan. Salah satunya adalah gelombang mogok kerja okupasi. Tugas seksi-seksi Internasional Keempat adalah untuk membantu kaum pelopor proletar untuk mengerti karakter umum dan tempo dari era sekarang ini dan untuk membuat perjuangan massa lebih produktif dengan kebijakan-kebijakan yang lebih tegas dan bersifat organisasional.

Menajamnya perjuangan proletar berarti menajamnya metode yang digunakan oleh kapitalis untuk memukul balik. Tidak diragukan sama sekali bahwa gelombang-gelombang baru mogok kerja okupasi akan menyebabkan pukulan balik yang lebih keras dari kaum borjuis. Persiapan untuk memukul balik sudah dilaksanakan oleh staf-staf rahasia dari konglomerasi besar. Suatu kemalangan bagi organisasi revolusioner, suatu kemalangan bagi kaum proletar bila mereka sekali lagi tidak siap menghadapi pukulan balik ini!

Kaum borjuis sama sekali tidak puas dengan pasukan polisi dan tentara yang ada. Di Amerika Serikat, bahkan di saat periode yang “damai”, kaum borjuis memiliki batalion buruh pengkhianat (“mangkir”) dan preman-preman bersenjata di pabrik-pabrik. Sekarang, batalion-batalion tersebut ditambah lagi oleh berbagai macam kelompok Nazi Amerika. Saat mereka merasa terancam, kaum borjuis Perancis memobilisasi pasukan-pasukan fasis yang semi-legal atau ilegal, termasuk di dalamnya adalah pasukan tentara. Ketika tekanan dari kaum pekerja Inggris menjadi lebih kuat, seketika itu juga kelompok-kelompok fasis jumlahnya meningkat berlipat ganda untuk menghancurkan para pekerja. Kaum borjuis mengerti bahwa di dalam periode sekarang ini konflik kelas secara tidak terelakkan cenderung berubah menjadi perang sipil. Contoh-contoh di Italia, Jerman, Austria, Spanyol, dan negara lainnya mengajarkan fakta tersebut lebih kepada kaum kapitalis dan pelayan-pelayannya daripada kepada pemimpin-pemimpin resmi kelas proletar.
Politisi-politisi Internasional Kedua dan Ketiga, dan juga kaum birokrat serikat buruh, secara sadar menutup mata mereka terhadap pasukan tentara bayaran kaum borjuis; bila mereka tidak menutup mata mereka, mereka tidak akan mampu mempertahankan aliansi mereka dengan kaum borjuis. Kaum reformis ini secara sistematis menanamkan ke dalam otak para pekerja bahwa kesucian demokrasi akan terjaga dengan sangat baik bila kaum borjuis mempunyai senjata lengkap dan kaum pekerja tidak bersenjata.

Tugas dari Internasional Keempat [10] adalah untuk mengakhiri kebijakan-kebijakan bodoh tersebut untuk selama-lamanya. Kaum demokrat borjuis kecil, termasuk kaum Sosial Demokrat, Stalinis, dan Anarkis, semakin mereka menyerah kepada fasisme dalam ketakutannya, semakin kencang mereka berteriak melawan fasisme. Hanya detasemen-detasemen pekerja bersenjata, yang didukung oleh puluhan juta pekerja, dapat mengalahkan kelompok-kelompok fasis ini. Perjuangan melawan fasisme bukan dimulai di kantor editorial kaum liberal, tetapi di pabrik-pabrik – dan berakhir di jalanan. Para buruh pengkhianat dan preman-preman bayaran adalah inti dasar dari pasukan fasis. Pasukan piket mogok kerja adalah inti dasar dari pasukan tentara proletar. Inilah titik tolak kita. Di setiap mogok kerja dan demonstrasi, kita perlu menyebarluaskan gagasan akan pentingnya membentuk kelompok buruh untuk pertahanan-diri. Adalah perlu untuk mengikutsertakan slogan ini di dalam program dari sayap revolusioner serikat buruh. Adalah perlu, bilamana memungkinkan, dimulai dengan kelompok kaum muda, untuk mengorganisir kelompok pertahanan-diri, untuk melatih dan memperkenalkan mereka bagaimana menggunakan senjata.

Sebuah kebangkitan gerakan massa yang baru harus digunakan untuk meningkatkan jumlah unit-unit pertahanan-diri ini, dan juga untuk menyatukan mereka dalam skala komunitas, kota, dan regional. Kebencian kaum buruh kepada buruh pengkhianat, preman-preman, dan kaum fasis perlu diberikan sebuah ekspresi yang terorganisir. Untuk memastikan keutuhan dan keamanan organisasi-organisasi buruh, pertemuan-pertemuan buruh, dan media pres buruh, sebuah slogan Milisi Buruh harus dikumandangkan.

Hanya dengan kerja agitasi dan organisasi yang sistematis, konsisten, tak kenal lelah, dan berani, yang selalu berdasarkan pengalaman rakyat sendiri, hanya dengan itu kita bisa menyingkirkan tradisi penurut dan pasif dari kesadaran mereka; bisa melatih detasemen-detasemen pejuang yang heroik yang mampu menjadi teladan bagi semua pekerja; bisa mengalahkan preman-preman konter-revolusioner; bisa meningkatkan kepercayaan diri kaum yang terhisap dan tertindas; bisa melemahkan fasisme di mata kaum borjuis kecil dan membuka jalan bagi penaklukkan kekuasaan oleh kelas proletar.

Engels mendefinisikan negara sebagai “institusi orang-orang bersenjata”. Penyenjataan kaum proletar adalah elemen pendamping yang sangat penting bagi perjuangan pembebasan mereka. Bila kaum proletar berkehendak mempersenjatai dirinya, mereka akan menemukan jalan dan cara untuk melakukan hal tersebut. Dalam hal ini, Internasional Keempat akan mengambil kepemimpinan.

Disadur dari “Program Transisional untuk Revolusi Sosialis”

Sumber : www.militanindonesia.org



Baca Selengkapnya...