Pengusaha. Pasal-pasal yang hendak direduksi adalah yang berkaitan
tentang hubungan kerja (Outsourching dan kontrak)
dilegalkan untuk semua jenis pekerjaan, Nilai pesangon yang
akan diturunkan menjadi maksimal 3x upah, Penghapusan system upah
minimum yang selanjutnya akan
diserahkan pada mekanisme
pasar, Aturan mogok yg
diperketat dan penghilangan
batasan bagi tenaga kerja asing.
Jika memang benar isu
tersebut, maka hal ini adalah
awal dari kematian buruh Indonesia. Dengan pesangon
diturunkan, maka dengan
gampang dan mudah para
pengusaha akan melakukan PHK terhadap buruh tetap. Apalagi didukung
oleh sikap pemerintah (disnaker dan PHI) yang seolah menjadi stempel
kebijakan pengusaha. Dengan ter-PHK-nya buruh tetap, pastinya akan
digantikan dengan buruh Outsourching yang mudah direkrut, mudah di-PHK
dan tak punya posisi tawar dalam proses hubungan
kerja. Hingga banyak hak buruh outsourching yang tak dibayarkan tanpa mampu
melakukan perlawanan untuk meraihnya kembali. Keadaan
tersebut masih diperparah lagi
dengan system pengupahan yg
diliberalisasi. Pengusaha dan
buruh (yg tak lagi punya posisi
tawar) berunding langsung
tentang upahnya. Dengan rendahnya posisi tawar buruh,
maka pengusaha bisa semau-maunya membayar upah
buruh. Karena tak ada batasan upah minimum.
Dengan kondisi Indonesia yang
surplus tenaga kerja dan
angka kemiskinan yang masih tinggi,
maka yang terjadi adalah orang bekerja sekedar untuk makan dan
mempertahankan hidup.
Dapatkah dibayangkan ?,
surplus tenaga kerja ditambah
bebasnya tenaga kerja asing
masuk Indonesia.
Dengan kondisi diatas, akankah kita diam saja jika revisi UU No 13
tahun 2003 benar-benar dilaksanakan? Dengan anda diam, berarti anda
telah
menggadaikan masa depan
anak cucu anda.
Kaum buruh memang berkepentingan terhadap revisi UU 13 tahun 2003,
namun revisi yang kita harapkan tentunya harus lebih berpihak kepada
kaum buruh, UU 13 tahun 2003 jelas sama sekali belum berpihak kepada
kaum buruh, pasal demi pasalnya saling bertolak belakang sehingga
saling kontradiktif dan banyaknya pasal-pasal yang melemahkan posisi
buruh, kita bisa mengambil salah satu pasal- pasal yang saling
kontradiktif dan melemahkan posisi buruh sebagai contoh, dalam hal
pemogokan menurut pasal 1 butir 23 dijelaskan sbb: " Mogok kerja
adalah tindakan pekerja/buruh yang direncanakan dan dilaksanakan
secara bersama- sama dan/atau oleh serikat/ pekerja buruh untuk
menghentikan atau memperlambat pekerjaan." Sedangkan di pasal 137
pengertian mogok ditambah lagi meliputi juga unsur prosedural dan tata
cara pemogokan, dengan demikian berarti suatu pemogokan tidak dilihat
secara substansial (apa yang menjadi sebab dan alasan pemogokan),
tetapi apakah pemogokan tersebut sudah memenuhi tata cara formil,
sehingga seringkali yang lebih mengemuka adalah kerangka formilnya
semata, apa yang menjadi substansi pemogokan menjadi terlupakan.
Selain itu dalam UU 13 tahun 2003 juga tidak pernah mengakui mogok
sebagai mekanisme penyelesaian perselisihan, UU 13 tahun 2003 dan UU
No. 2 tahun 2004 hanya mengakui mekanisme damai dan perundingan, dan
yang lebih parah lagi, dua mekanisme ini (damai dan paksaan) dibuat
secara berjenjang atau dengan kata lain buruh hanya boleh mogok jika
sudah diupayakan usaha-usaha damai dan perundingan. Dan masih banyak
lagi bukti-bukti lainnya.
Bagaimana jalan keluarnya ? Kaum buruh dan serikat buruh harus berani
keluar dari lingkup persoalan-persoalan ditempat kerja, kaum buruh
harus sadar bahwa modal (dengan berbagai macam operasinya yang
menindas kaum buruh) dan pemerintahan yang pro modal adalah musuh
utamanya saat ini, untuk itu perlu bagi kita semua untuk ;
1. Menyatukan seluruh kekuatan buruh, dalam rangka membangun posisi
tawar yang kuat dihadapan pengusaha dan pemerintah untuk menaikkan
kesejahteraan, menghapuskan sistem kerja outsourcing dan lain
sebagainya.
2. Membangun solidaritas dengan buruh di tingkat regional dan
internasional untuk dapat menolak praktek- praktek politik upah murah,
flesibilitas tenaga kerja dan lain sebagainya.
3. Menolak/melawan revisi UU 13 tahun 2003 versi pemerintah dan penguasa.
4. Namun semua jalan keluar tersebut tidak serta-merta akan menjamin
kesejahteraan, kaum buruh dimanapun harus membangun sistem ekonomi dan
politik baru yang berpihak kepada kaum buruh pada khususnya dan rakyat
miskin lainnya, menggantikan pemerintahan KAPITALIS dengan SOSIALISME,
untuk itu persatuan antara buruh dan sektor-sektor lainnya harus
segera dilakukan.
Mari kita semua elemen buruh untuk membangun kekuatan bersama-sama
untuk ''Menolak dan Melawan Revisi UU No.13 Tahun 2003''.
HIDUP BURUH ..!
BURUH BERSATU TAK BISA DIKALAHKAN !